PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BERBASIS HUMANISTIK DENGAN PEDEKATAN ACTIVE LEARNING
A. Latar Belakang
Kedudukan Pendidikan
Agama Islam dianggap sangat penting bagi setiap kehidupan manusia, tetapi pada
kenyataannya baru diposisikan sebatas sebagai pelengkap dari yang lain. Akibatnya
banyak fenomena aksi-aksi kekerasan dan intoleransi oleh sebagian umat Islam atas
nama agama. Para ahli psikologi pendidikan cenderung melihat fenomena tersebut
bersumber pada kegagalan proses pendidikan humaniora atas kegagalan sekolah
dalam memanusiakan anak didik.[1]
Tuduhan ini tampaknya cukup beralasan, apalagi jika Pendidikan Agama Islam di
sekolah hanya diposisikan sebagai pelengkap dari pelajaran yang lain.
Akan tetapi
disisi lain, Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu mendidik peserta didik
supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal shaleh dan
berakhlak mulia, sehingga peserta didik menjadi salah satu anggota masyarakat
yang sanggup berdiri diatas kakinya sendiri, mengabdi kepada Allah, dan
berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.[2]
Oleh karena itu, perhatian pada Pendidikan Agama Islam itu dapat diwujudkan dengan merumuskan dan menetapkan beberapa prinsip yang mendukung penerapan Pendidikan Agama Islam, sehingga sekolah tersebut bernuansa agamis, bukan saja dalam bentuk formal, akan tetapi terjadinya proses penanaman nilai-nilai keberagamaan dalam prilaku dan kepribadian peserta didik.
Pendidikan pada
dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar
sehingga menjadi yang terbaik sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Abraham
Maslow, memahami ini sebagai proses “aktualisasi diri” (self actualization)
meyakinkan bahwa setiap orang hendaknya berusaha merefleksikan semua yang bisa
dilakukan dalam hidup.[3]
Dengan demikian pendidikan hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena
merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu
sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain.
Hal ini
sesuai dengan pendapat para ahli filsafat pendidikan yang menyatakan bahwa
merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan
terhadap manusia, hakikat, sifat dan karakteristik, dan tujuan hidup manusia
itu sendiri.[4] Kemudian dalam Artikel 26
ayat (2) Universal Declaration of Human Rights (UDHR) juga disebutkan bahwa
“pendidikan harus diarahkan untuk pengembangan sepenuhnya kepribadian seseorang
sebagai manusia dan untuk memperkokoh hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan
dasar”.[5]
Dengan makna
tujuan pendidikan tersebut, berbagai alternatif pendekatan telah
diupayakan, untuk menciptakan pendidikan yang dipercaya dapat membentuk sikap,
karakter, prilaku untuk membentuk manusia yang otentik. Termasuk pendidikan
berbasis humanistik, aliran psikologi humanistik[6]
dalam perkembangannya telah menerapkan prinsip-prinsipnya kedalam beberapa
bidang keilmuan, termasuk salah satunya adalah pendidikan.[7]
Ide pokok pembelajaran
humanistik dalam pembelajaran adalah bagaimana siswa belajar mengarahkan diri
sendiri, sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar dari pada sekedar
menjadi penerima pasif dalam proses belajar.[8]
Menurut hasil penelitian Glasser, dalam konsep tersebut ada beberapa hal yang
harus diperhatikan meliputi perlibatan siswa secara aktif, relevansi serta
penggunaan pendekatan pemecahan masalah dan metode yang cukup efektif digunakan
adalah diskusi kelompok.[9]
Ali juga berpendapat, pusat belajar humanistik yang terpenting adalah proses
berfikir.[10]
Kemudian
menurut para pendidik humanistik, dalam konsep pembelajran humanistik hendaknya
guru lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu dan menguntungkan,
kejujuran, dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran.[11]
Menurut Willis Harman (1971), tujuan pembelajarannya adalah ”menjadi manusia
yang otentik”.[12]
Sebab teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa
untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Glasser berpendapat, hal
ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara
berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing di
depan kelas.[13] Dalam
konteks pembelajaran ini guru bertindak sebagai fasilitator.[14]
Dengan tujuan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya untuk mengenali diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu mewujudkan
potensi-potensi yang ada pada diri mereka.[15]
Banyak model
pembelajaran humanistik yang telah diterapkan, termasuk Experiental Learning,
dimana tujuan pembelajarannya adalah siswa memiliki keterampilan transfer of
learning, sehingga diharapkan dapat mentrasfer ilmu pengetahuan dalam
kehidupan nyata.[16] Experiental Learning
mencakup beberapa model pembelajaran, salah satunya adalah active learning yang
orientasinya lebih banyak menekankan pada keaktifan dan kemandirian siswa
sebagai subjek dalam pembelajaran dan bertujuan mengaplikasikan apa saja yang
baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan dalam kehidupan nyata.[17]
Dalam buku Active
learning, Melvin mengungkapkan berkat pengaruh Piaget, Montessori
dan lain-lain. Guru dalam pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar telah
lama mempraktekkan belajar aktif, dengan tujuan anak-anak bisa belajar dengan
sangat baik dari pengalaman nyata berlandaskan kegiatan.[18]
Pada dasarnya
active learning adalah satu model pembelajaran yang melibatkan keaktifan
siswa dan guru secara maksimal, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, dan
mengkontrol kegiatan pembelajaran siswa. Kemudian siswa sendiri berkompetisi diantara
masing-masing untuk memperebutkan pemahaman yang sebenarnya atas materi yang
diajarkan dan dimanifestasikan dalam kehidupan nyata. Sehingga model
pembelajaran aktif termasuk salah satu dari beberapa bentuk pembelajaran yang
humanistik[19], dengan pembelajaran
aktif peserta didik mampu menggali potensi yang dimiliki untuk menjadi manusia
yang otentik.
Hal ini
senada dengan hasil penelitian Skripsi yang ditulis oleh Yuyun Wahyudin dalam
abstraksi skripsinya yang bejudul “Implikasi teori belajar humanistik Carl
Ransom Rogers terhadap metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam” yang
menjelaskan dalam “implementasi pembelajaran humanistik metode-metode yang
diterapkan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah metode tanya
jawab, metode diskusi, metode pemecahan masalah, dan metode demonstrasi. Keseluruhan metode tersebut termasuk dalam
strategi pembelajaran aktif,[20] Sehingga posisi guru menjadi fasilitator,
motivator, dan stimulator”.[21]
Memang
tidak mudah dalam menentukan pendekatan dan model pembelajaran, apalagi belum
seluruh pendekatan dan model pembelajaran dapat menciptakan manusia sebagai
manusia yang sesungguhnya, meskipun berbagai pendekatan, strategi dan model
pembelajaran telah banyak diterapkan dalam proses pembelajaran. Hal itu
disebabkan, masih banyak bentuk atau model yang diterapkan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan sekedar mentransfer pengetahuan saja, sehingga
menghasilkan kwalitas pembelajaran masih dalam tingkat kognitif. Akibatnya menghasilkan
pula pengalaman belajar yang kurang dipahami dan bermakna, untuk diterapkan
dalam kehidupan nyata.
Lain halnya
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri Krian, pembelajaran aktif
adalah salah satu upaya untuk menggali potensi yang ada dalam diri peserta
didik yang diaktualisasikan dalam bentuk tanya jawab, diskusi, praktek serta
demonstrasi dan beberapa pembelajaran aktif lainnya. Sehingga peserta didik
mampu memahami materi dari sebuah proses belajar dimana dalam proses belajar
tersebut mereka sebagai subyek belajar (students center). Selanjutnya
dari pengetahuan yang didapat dari proses belajar tersebut diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam posisi ini, guru bertindak sebagai fasilitator
atau rekan yang telah berpengalaman.
Memahami
model pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilakukan di SMA Negeri 1 Krian,
menunjukkan sebuah proses pembelajaran yang mengarah pada teori pembelajaran
berbasis humanistik. Dimana pembelajaran humanistik menutut adanya keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran, oleh karena itu siswa tidak menjadi penerima
pasif dalam proses pembelajaran. Dengan model pembelajaran aktif siswa merasa
senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan mampu menjadi manusia
yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Kaitannya
dengan ini, aliran humanistik juga berasumsi manusia adalah makhluk rasional
yang memiliki kebebasan untuk mengarahkan, mengatur, menentukan
kebutuhan-kebutuhan dirinya.[22]
Sehingga menjadikan manusia sebagai dirinya sendiri, ini adalah tujuan belajar
humanistik. Dalam konteks ini, Malik Fajar memahami sebagai bentuk “Manusia
utuh”.[23]
Dengan
demikian kondisi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Krian,
siswa aktif dalam proses pembelajaran dengan melakukan sebagian besar aktivitas
belajar, sehingga pembelajaran bukan sebagai transformasi ilmu pengetahuan
saja. Tetapi lebih dari itu, proses belajar merupakan bagian dari pengembangan potensi
yang dimiliki oleh peserta didik dan nilai-nilai kemanusiaan.
Dari uraian
dan hasil kajian diatas, penulis mengangkat sebuah judul “Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Berbasis Humanistik Dengan Pendekatan Active Learning”
merupakan upaya untuk memahami sebuah konsep pembelajaran yang memfokuskan
pengembangan kepribadian, keterampilan atau potensi dan pengetahuan siswa dalam
konsep pembelajaran aktif yang kemudian mampu diterapkan siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Rumusan MASALAh
Berdasarkan
latar belakang tersebut diatas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaiamana pembelajaran Pendidikan Agama
Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning di SMA
Negeri 1 Krian?
2. Apa faktor yang melatar belakangi pembelajaran
Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning
di SMA Negeri 1 Krian?
3. Bagaimana hasil pembelajaran Pendidikan
Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning di SMA
Negeri 1 Krian
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk memahami pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis
Humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian.
b. Untuk memahami faktor yang melatar belakangi diterapkannya pembelajaran
Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning
di SMA Negeri 1 Krian
c. Untuk memahami hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis
humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian
2. Kegunaan penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan berguna untuk:
a. Teoritis
Memberikan
konstribusi khasanah ilmu pengetahuan khususnya di dunia pendidikan yang berkaitan
dengan penentuan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik
dengan pendekatan pembelajaran aktif dari hasil penelitian ini.
b. Praktis
1)
Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan keilmuan
bagi peneliti tentang pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humianistik
dengan pendekatan pembelajaran aktif. Serta memenuhi salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar sarjana strata dua (S-2) Magister Pendidikan Islam pada
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
2)
Bagi almamater
Memperbanyak perbendaharaan karya ilmiah di
perpustakaan Univesitas Muhammadiyah Sidoarjo serta berguna bagi pengembangan
ilmu pendidikan, refrensi atau literatur dan berguna untuk bahan rujukan penelitian
selanjutnya.
3) Bagi obyek penelitian (SMA Negeri 1 Krian)
Memberikan
paradigma dan pendalaman model pembelajaran bagi guru, sehingga mampu
memberikan sebuah alternatif yang mengarah pada model pendidikan
berbasis humanistik dalam proses pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam.
4)
Bagi masyarakat
Sebagai bahan informasi betapa pentingnya sebuah proses
pembelajaran yang melibatkan potensi mental maupun fisik untuk mentransformasi
sebuah pengetahuan yang dimiliki untuk kemudian dimanifestasikan dalam bentuk
prilaku atau aktifitas.
D. Kajian Pustaka
- Teori
belajar humanistik
Teori
humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan
yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang
mereka punya serta mengembangkan kemampuan tersebut, dengan proses aktualisasi
diri subyek didik.[24]
Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode. Keterampilan atau
kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam
pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Oleh karena itu,
psikologi humanistik menuntut adanya perubahan dalam pemikiran tradisional yang
berkaitan dengan latihan guru-guru dan modifikasi metode-metode dalam
pembelajaran.[25]
Akan tetapi
yang perlu dipahami, para ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa pada
hakikatnya pendidikan humanistik bukanlah sebuah strategi belajar, melainkan
sebagai sebuah filosofi belajar yang sangat memperhatikan keunikan-keunikan
yang dimiliki oleh siswa, karena setiap siswa mempuyai cara sendiri untuk
mengkonstruk pengetahuan yang dipelajaranya.[26]
Sehingga dalam proses pembelajaran, para pendidik humanistik disarankan
menggunkan sebuah metode yang dapat mengasah keunikan-keunikan tersebut.
Istilah humanistik dalam teori psikologi adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia”[27] Sedangkan dalam konteks pembelajaran menurut Nashir Ali, adalah “belajar ilmiah dengan menerapkan metode skeptis[28] yang mendorong manusia lebih berfikir, lebih menggali segala informasi, untuk mendapatkan jawaban yang menyakinkan”.[29]
Pengertian
yang diungkapkan oleh Ali nampaknya senada dengan prinsip dasar psikologi
humanistik dalam dunia pendidikan khususnya proses pembelajaran di sekolah.
Pertama, memfokuskan pada peran pendidikan dalam meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan siswa. Kedua, lebih memfokuskan pada hasil afektif, belajar
bagaimana meningkatkan kreatifitas dan potensi siswa. Dalam konsep inilah yang
disebut dengan gerakan pendidikan humanistik.[30]
Karena dalam pandangan pendidikan humanistik proses belajar bukan hanya sebagai
sarana transformasi ilmu saja, akan tetapi proses pembelajaran merupakan bagian
dari mengembangkan nilai-nilai atau potensi yang dimiliki manusia.
Kemudian
Combs berpendapat, belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Untuk itu
guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa
tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.[31]
Sehingga
dalam pendidikan humanistik, proses belajar dianggap berhasil jika peserta
didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Kemudian siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Sedangkan tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa
untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka dengan cara atau metode
tertentu.
Bersama
dengan Snygg (1904-1967), Combs mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Makna atau arti, adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar
terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Untuk itu guru harus memahami
perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga
apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan siswa yang ada.
Perilaku
internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak
guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah
menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana
membawa siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran
tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.[32]
Kemudian Maslow,
teori humanistik dalam dunia pendidikan telah diterapkan sejalan dengan
berkembangnya teori tersebut. Dalam hal ini, Teori humanistik menururt Maslow
didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal, yaitu: suatu
usaha yang positif untuk berkembang dan kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu. Menururt Maslow, bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.[33]
Memang pada
diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan
apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga
memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah
berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar
dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).[34]
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperhartikan oleh guru pada waktu mengajar, sehingga motivasi
sangat diperlukan untuk membantu peserta didik dalam upaya aktualisasi diri.
Selain
beberapa tokoh humanistik yang dikemukakan diatas, tercatat juga nama Carl
Rogers. Menurut Rogers, guru harus memperhatikan prinsip humanistik dalam pembelajaran.
Dengan prinsip tersebut, berarti belajar humanistik menekankan bahwa menjadi
manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. Siswa akan mempelajari hal-hal
yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. Belajar
yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
- Aplikasi
teori belajar humanistik dalam pembelajaran
Psikologi
humanistik dalam proses belajar memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator
dan siswa sebagai subyek dalam pembelajaran. Adapun impilikasinya adalah:
a. Guru Sebagai Fasilitator
Pada
hakikatnya seorang pendidik adalah seorang fasilitator. Fasilitator baik dalam
aspek kognitif, afektif, psikomotorik, maupun konatif. Seorang pendidik
hendaknya mampu membangun suasana belajar yang kondusif untuk belajar. Guru
hendaknya mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai kegiatan eksplorasi
diri.
Psikologi
humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas
sifasilitator, diantaranya adalah:
1) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian
kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat umum.
3) Mempercayai adanya keinginan dari
masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang
bermakna tadi.
4) Mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa
untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5) Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu
sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6) Menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam
kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap
perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual
ataupun bagi kelompok
7) Bilamana cuaca penerima kelas telah
mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa
yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8) Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam
kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh siswa
9) Tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan
yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10) Berperan sebagai seorang fasilitator,
pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya
sendiri.[35]
Psikologi humanistik
memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berbagai cara untuk memberi
kemudahan belajar, dimana fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan
suasana awal, mengorganisasi proses pembelajaran, membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan dan juga tujuan-tujuan kelompok. Sehingga
proses pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
b. Aplikasi teori humanistik terhadap
pembelajaran siswa
Aplikasi
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa
berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari pada
hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1) Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2) Mengusahakan partisipasi aktif siswa
melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.
3) Mendorong siswa untuk mengembangkan
kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4) Mendorong siswa untuk peka berpikir
kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5) Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan
pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan
menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6) Guru menerima siswa apa adanya, berusaha
memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong
siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses
belajarnya.
7) Memberikan kesempatan murid untuk maju
sesuai dengan kecepatannya
8) Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.[36]
Kemudian
Honey dan Mumfrod, dalam belajar humanistik siswa digolongkan menjadi empat tipe, yaitu:
1) Siswa tipe aktivis, siswa yang suka
melibatkan diri dengan pengalaman-pengalaman baru, cenderung berpikiran terbuka
dan mudah diajak dialog.
2) Siswa tipe reflektor, cenderung
berhati-hati dalam mengambil langkah.
3) Siswa tipe teoris, siswa berfikir kritis,
senang menganalisis dan tidak menyukai pendapat yang bersifat obyektif.
4) Siswa tipe prakmatis, menaruh perhatian
besar pada aspek praktis. Bagi siswa sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik
jika bisa dipraktekkan.[37]
Teori humanistik merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan mengembangkan potensi tersebut. Dengan mengusahakan partisipasi aktif, mendorong siswa untuk peka berpikir kritis dan mengemukakan pendapat, serta memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai kemampuannya dan evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa. Dalam hal ini, psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator
- Indikator
keberhasilan belajar humnaistik
Pendidikan
yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah
bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan
antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Oleh karena itu, dalam
mendidik seseorang kita hendaknya mampu menerima diri sebagaimana adanya dan
kemudian mengungkapkannya secara jujur.
Mendidik
tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada
para peserta didik, namun mendidik merupakan bantuan agar peserta didik dapat
menumbuh kembangkan dirinya secara optimal. Kemudian proses pembelajaran dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk tumbuh kembang sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.[38]
Pada dasarnya individu memiliki kemampuan atau potensi
dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah
– masalah psikisnya asalkan pembimbing mampu menciptakan kondisi yang dapat
mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri. Sehingga dalam proses pembelajaran
humanistik guru diharapkan mampu berperan sebagai sumber, yang mampu memberikan
bahan pelajaran yang menarik. Melalui situasi dan kondisi yang demikian
diharapkan guru mampu untuk mendorong serta membantu siswa mengaktualisasikan
diri.[39]
Sehingga proses belajar humanistik tujuannya adalah memanusiakan manusia
atau mencapai aktualisasi diri. Keberhasilan aplikasi teori humanistik dalam
pembelajaran, jika guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi,
membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan
pendapatnya masing-masing di depan kelas.
Dengan demikian siswa akan maju menurut iramanya sendiri, dengan suatu
perangkat materi yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mecapai suatu perangkat
tujuan yang telah ditentukan pula. Serta para siswa bebas menentukan cara
mereka sendiri dalam mencapai tujuan mereka.
Dalam hal ini ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mengukur
keberhasilan pembelajaran humanistik, diantaranya yaitu catatan anekdotal,
adalah catatan pengamatan informal, yang antaranya dapat mengambarkan
perkembangan sosial subjek didik. Catatan-catatan ini biasanya berupa komentar
singkat yang sangat spesifik mengenai yang dikerjakan dan perlu dikerjakan oleh
peserta didik, dan catatan ini dapat dibuat melalui beberapa setting pada saat
proses diskusi, kerja mndiri, menulis laporan, dan sebagainya.[40]
Kemudian partisipasi subyek didik dalam diskusi, merupakan sumber data
evaluasi yang baik. Lewat kegiatan ini, pendidik mampu memahami
hambatan-hambatan yang dihadapi perseta didik, misalnya keberaniannya
mengungkapkan pendapat, kemampuan menanggapi pendapat, kepedulian threaded
teman yang belum memperoleh kesempatan dalam berpartisipasi. Dengan demikian
pendidik akan lebih mudah dalam menindak lanjutinya dengan memberikan bimbingan
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan individu ataupun kelompok.[41]
Tujuan pembelajaran humanistik lebih menekankan pada ranah afektif, adapun
tujuan afektif berhubungan dengan nilai, sikap, perasaan, emosi, minat,
motivasi, apresisai, kesadaran diri, dan sebagainya. Sehingga dilakukan
evaluasi untuk mengetahui hasil atau tingkat ketercapaian tujuan. Oleh karena
itu, evaluasi perlu dilengkapi dengan kemampuan dalam merumuskan tujuan.
- Pendekatan belajar aktif (active learning)
Pendekatan adalah suatu pandangan dalam mengupayakan
cara siswa berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara Percival dan Ellington
(1998), mengemukakan dua kategori pendekatan yaitu, pendekatan berorientasi
pada guru (teacher oriented) dan berorientasi pada siswa (leaner
oriented).[42] Sedangkan pendekatan
belajar aktif (active learning) adalah pendekatan dalam mengelola sistem
pembelajaran melalui cara-cara belajar aktif melalui belajar yang mandiri.[43]
Dapat dipahami, pendekatan belajar aktif adalah satu model pembelajaran yang
melibatkan keaktifan siswa dan guru secara maksimal, guru hanya bertindak
sebagai fasilitator, dan siswa berkompetisi di antara masing-masing untuk
memperebutkan pemahaman yang sebenarnya atas materi pembelajaran.
Kemudian Zaini juga menjelaskan, yang dimaksud pembelajaran
aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar
secara aktif, dengan menggunakan otak untuk menemukan ide pokok dari materi
pembelajaran, memecahkan masalah atau mengaplikasikan apa yang baru mereka
pelajari dari kehidupan nyata.[44]
Pembelajaran aktif menurut Baharuddin
adalah belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi
kepada siswa, akan tetapi belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan
sekaligus. Sehingga pada saat kegiatan pembelajaran itu aktif, siswa melakukan
sebagian besar kegiatan belajar.[45]
Melvin juga menambahkan, kegiatan belajar aktif adalah kegiatan yang membantu
siswa memahami perasaan, nilai-nilai dan sikap mereka.[46]
Sehingga yang dimaksud pendekatan
pembelajaran aktif adalah suatu proses pembelajaran dengan
maksud untuk memberdayakan peserta didik agar belajar untuk mengoptimalkan
penggunaan semua potensi mental dan fisik yang dimiliki oleh anak didik,
sehingga dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan
karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif
juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju
pada proses pembelajaran.
Belajar aktif memperkenalkan pendekatan yang lain dari pada gambaran rutin pembelajaran yang sekarang ini banyak terjadi. Dalam belajar aktif, menuntut keaktifan guru dan juga siswa, belajar aktif juga mengisyaratkan terjadinya interaksi yang tinggi antara guru dan siswa. Belajar aktif dapat dilakukan dalam satu mata pelajaran saja atau bahkan satu pokok bahasan saja, tanpa harus terganting dengan pelajaran lain atau pokok bahasan lain. Hal yang paling perlu menjadi acuan dalam setiap kondisi adalah tujuan intruksional yang akan dicapai dalam belajar aktif.[47]
Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan
mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang mereka
miliki. Disamping itu, siswa secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi
sumber belajar yang terdapat dilingkungan sekitarnya, lebih terlatih untuk
memprakarsa, berfikir secara sistematis, kritis dan tanggap, sehingga dapat
menyelesaikan permasalahan sehari-hari melalui penelusuran informasi yang
bermakana.
- Pembelajaran
berbasis humanistik dengan pendekatan active learning
Dalam
proses pembelajaran, terdapat tiga kegiatan
utama yang saling berpengaruh. Ketiga komponen tersebut adalah perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Ketiga komponen
tersebut memiliki interelasi. Perencanaan pembelajaran adalah faktor penting
yang berpengruh terhadap peningkatan hasil belajar, karena perencanaan meliputi
bagaimana melakukan pemilihan pendekatan, metode, penetapan dan strategi
pembelajaran, hal ini termasuk dalam perencanaan pembelajaran.
Dengan
perencanaan pembelajaran, aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru
bertujuan lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan
pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar. Hal ini diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara
berkelompok. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk
diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial, termasuk materi pembelajaran.
Para pendidik hanya membantu siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka. Indikator keberhasilan dari teori ini adalah, siswa
senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir
siswa, serta meningkatnya kemauan sendiri. Menurut Rogers, siswa yang belajar hendaknya tidak
dipaksa, melainkan belajar bebas, dan siswa diharapkan berani bertanggungjawab
atas keputusan yang diambil.[48]
Pendekatan
pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka
untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya
sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan
dalam pembelajaran yang humanistik adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan
ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak peserta didik untuk berpikir bersama
secara kritis dan kreatif.
Pendidik
bertindak sebagai fasilitator dan rekan dialog, pendekatan reflektif mengajak
peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri, sedangkan pendekatan
ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala
potensinya (realisasi dan aktulisasi diri). Dengan demikian pendidik tidak
mengambil alih tangungjawab, melainkan sekedar membantu dan mendampingi peserta
didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai
yang akan diperjuangkannya.
Pendekatan
yang digunakan dalam pembelajaaran humanistik adalah pendekatan yang perpusat pada
siswa (student center). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa
adalah bahwa pendidik menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana
adanya. Komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model
pendidikan yang berpusat pada siswa, sebab hanya dalam suasana relasi dan
komunikasi yang efektif, peserta didik akan dapat mengeksplorasi dirinya,
mengembangkan dirinya dan kemudian memfungsikan dirinya di dalam masyarakat
secara optimal.
Kemudian
pelaksanaan adalah metode pembelajaran yang termasuk dalam pelaksanaan
pembelajaran. Banyak strategi dan metode pembelajaran yang dapat diterapkan
dalam pendekatan yang berotientasi pada siswa. Salah satunya adalah diskusi dan
tanya jawab seperti yang diterapkan dalam pembelajaran aktif, dengan diskusi
siswa dapat berfikir kritis, mengeksperesikan pendapat secara bebas,
mengembangkan pikiran untuk memecahkan masalah bersama. Selain itu, dengan
diskusi dapat melibatkan semua siswa secara lansung dalam proses pembelajaran,
mengambangkan cara berfikir kritis dan ilmiah serta menunjang pengembangan
sikap sosial dan demokratis siswa. Kemudian dengan tanya jawab, guru dapat
mengajak siswa untuk berfikir dalam meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan
menentukan jawabannya.
Sedangkan
peran guru dalam diskusi, memfasilitasi penentuan masalah merencanakan diskusi
dengan menentukan tujuan serta memfasilitasi pembagian kelompok. Selain itu,
guru juga harus mengkontrol kegiatan diskusi serta menentukan fokus dalam
pembelajaran. Model pembelajaran diskusi sebagian in put pembelajaran
berasal dari siswa, mereka secara aktif berupaya meningkatkan pembelajaran
mereka dan diharapkan mereka dapat berkembang dengan segala potensi yang mereka
miliki. Kemudian dalam pembelajaran siswa merasa senang, bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan mencoba berfikir kreatif, kritis dan ilmiah.
Setelah
proses pembelajaran sudah dilakukan, tahap selanjutnya komponen adalah hasil
belajar yang dilalui dengan cara mengevaluasi. Dimana hasil pembelajaran
adalah akibat yang ditimbulkan dari penentuan dan penerapan metode serta
srtategi pembelajaran. Dalam pembelajaran humansitik, hasil belajar dapat
ditentukan dengan rumusan tujuan pembelajaran dan dapat diukur melalui teknik
catatan anekdotal serta partisipasi keaktifan siswa saat proses
pembelajaran berlansung dan penilaian hasil kerja siswa baik individu maupun
kelompok. Kemudian hasilnya dapat digambarkan sesuai dengan kemajuan siswa dan
perkembangan kompetansi yang dimiliki serta hasil diberikan sesuai dengan
perolehan prestasinya.
Agar hasil ini dapat tercapai maka dalam pembelajaran humanistik mengembangkan cara belajar dan berpikir aktif, positif serta keterampilan atau kompetensi guru yang memadai adalah upaya untuk memfasilitasi siswa dalam mengaktualisasikan potensi yang meraka miliki dengan kagiatan yang terencana secara sistematis
E. Metode Penelitian
1.
Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, jenis penelitiannya adalah studi kasus (Case Study). Dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi
yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas.[52] Model pendekatan ini merupakan upaya untuk
memahami suatu masalah secara mendalam yang menjadi fokus penelitian.
2.
Jenis dan sumber data
Jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah data-data kualitatif, yang berasal dari sumber data tertulis dan tidak
tertulis. Data tidak tertulis diperoleh dari pengamatan pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dan wawancara 3 (tiga) orang guru Pendidikan Agama Islam kelas X, siswa
kelas X serta kepala sekolah. Sumber dipilih melalui teknik purposive
sampling, digunakan karena dilihat dari segi obyek yang dipilih.[53]
Sedangkan data pendukung diperoleh melalui analisis
teks berupa sumber-sumber tertulis dengan cara mempelajari buku-buku, jurnal
ilmiah, dan dokumen-dokumen sekolah yang ada kaitannya dengan pokok bahasan.[54] Hal ini dilakukan untuk menguji,
menafsirkan bahkan meramalkan dalam menganalisis data untuk menemukan fokus penelitian..
3.
Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data yang
diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data. Adapun teknik yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah:
a.
Observasi (Pengamatan)
Dalam teknik ini peneliti
menggunakan teknik observasi lansung
dengan membuat kunjungan lapangan terhadap situs studi kasus, dimana peneliti
menciptakan kesempatan untuk observasi lansung.[55] Dengan maksud melakukan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis untuk memahami gejala yang diselidiki. Pengamatan dilakukan pada
saat proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X SMA Negeri 1 Krian yang
sedang berlansung selama 3 bulan.
b.
Interview
(Wawancara)
Interview
(wawancara) merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengadakan tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung.[56] Dalam
teknik ini penulis memilih wawancara bertipe open-ended, dimana peneliti
dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa
disamping opini mereka tentang pristiwa tersebut.[57] Dalam teknik ini, wawancara ditujukan
kepada guru Pendidikan Agama Islam kelas X, siswa kelas X dan kepala sekolah.
c.
Dokumentasi
Teknik
dokumentasi menurut Moleong adalah “setiap bahan tertulis maupun film, lain
dari record, yang tidak dipersiapkan
karena adanya permintaan seorang penyidik”.[58] Dengan
teknik ini, penulis akan mencari data melalui Silabus, Perencanaan Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), daftar nilai, hasil karya atau rangkuman siswa dan dokumen-dokumen
resmi sekolah serta dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini
dilakukan untuk menafsirkan dan memperdalam analisis data.
4.
Teknik analisis dan interprestasi data
Setelah data-data terkumpul
melalui observasi, wawancara dan analisis dokumen, maka selanjutnya menganalisis data-data tersebut. Adapun teknik analisis yang digunakan
adalah teknik analisis data kualitatif, menggunakan model analisis interaktif.
Analisis interaktif tersebut terdiri atas tiga komponen kegiatan yang terkait satu sama lain, yakni reduksi data, paparan data dan penarikan kesimpulan.[59] Analisis model ini merupakan suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.
Langkah analisis berikutnya adalah triangulasi
data, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain.[60] Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik
jenis triangulasi metode digunakan untuk data atau informasi yang diperoleh
dari subjek atau informan penelitian yang diragukan kebenarannya., sedangkan
triangulasi sumber dimanfaatkan untuk menggali kebenaran informai tertentu
melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui
wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan dokumen tertulis dan tiangulasi
teori untuk membandingkan rumusan data dengan perspektif teori yang relevan
untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang
dihasilkan.[61] Hal itu dilakukan untuk
mencari makna sesuai fokus penelitian, kemudian disajikan dalam bentuk uraian
deskriptif.
F. Sistematikan Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini meliputi beberapa bab
dan sub bab yang terinci sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini memuat, latar
belakang, lingkup penelitian, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini
memuat; Tinjauan pustaka isinya memuat beberapa literatur yang dikembangkan
secara sistematis dan ada relevansinya dengan penelitian ini. Kemudian Hasil
temuan terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Serta landasan teori yang diperluas dan
disempurnakan, kurang lebih mencakup beberapa hal. Diantaranya adalah; hasil
penelitian terdahulu, pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yang meliputi: pengertian dan
komponen pembelajaran, pengertian dan tujuan, serta pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, Kemudian teori belajar humanistik, penerapan pembelajaran
humanistik, serta indikator keberhasilan dalam pembelajaran humanistik.
Selanjutnya Active
learning yang meliputi pengertian active learning, model dan
strategi pembelajaran active learning, kemudian definisi teori
pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik berdasarkan pendekatan active
learning.
BAB III : METODOLOGI POENELITIAN
Dalam bab ini
memuat tentang metode penelitian diantaranya meliputi: jenis penelitian, jenis
dan sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis serta interprestsi
data
BAB IV : PENYAJIAN HASIL
PENELITIAN
Dalam bab ini
memuat temuan-temuan di lapangan, Kancah penelitian, meliputi, sejarah
berdirinya dan letak geografis SMA Negeri 1 Krian, struktur kurikulum SMA
Negeri 1 Krian, tujuan program Rintisan SMA Bertaraf Internasional, keadaan
guru SMA Negeri 1 Krian, keadaan siswa SMA Negeri 1 Krian, dan keadaan sarana
dan prasarana SMA Negeri 1 Krian. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis
humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian. Latar
belakang diterapkannya Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik
dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian, serta hasil Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning
di SMA Negeri 1 Krian
BAB IV : PENUTUP
Bab ini memuat, simpulan dan saran
Daftar Pustaka
Ali, M. Nashir. Belajar
Sepanjang Hayat. t.t. UHAMKA Press, 2005.
Anshori, Isa. Perencanaan Sistem
Pembelajaran. Sidoarjo: UMSIDA Press,
2008.
Bawani, Imam. Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan. Surabaya: Bina Ilmu,
1985.
Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.
Danim, Sudarwan. Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006.
Fajar, A. Malik. Holistika Pemikiran Pendidikan, ed. Ahmad Barizi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005.
G. Goble, Frank. Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow.
ter. Dr. A. Supratiknya, Yogyakarta: KANISIUS, 1987.
Hall, Calvin S., &
Lindzey, Gardner. Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Dr.
A. Supratiknya (ed.), Jogjakarta :Kanisius, 1993.
Jainuri, Ahmad.“Membangun Karakter Pendidikan Muhammadiyah Yang
Holistik”. Edukasi 01. April 2010: 36-43.
J. Moleong, Lexy. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2006.
K. Yin, Robert. Studi Kasus Desai dan Metode. Ter. M. Djauji
Mudzakir, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
L.Silberman, Melvin. Active
learning. 101 Strategies to Teach Any Subject, Terj. Raisull Muttaqin.
Bandung: Nusa Media & Nuansa, 2010.
Misiak, Henriyk, Virginia Staud Sexton. Psikologi Fenomenologi,
Eksistensial dan Humanistik (Suatu Survei Histaris).Bandung: Refika
Aditama, 2005.
Muchsin, M, Bashari dkk.Pendidikan Islam Humanistik: Alternatif
Pendidikan Pembebasan Anak. Bandung: Refika Aditama, 2010.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Bayu Indra Grafika,
1998.
Munjin Nasih, Ahmad, Lilik Nur Khalidah. Metode dan Teknik Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Bandung: Refika Aditama, 2009.
Nazir, Moh. Metode Penelitian.
Ciawi: Ghalia Indonesia, 2005.
Sahaka Emporium, Pendekatan
Pembelajaran Humanistik (http://sahaka.multiply.com/journal/item/10/Pendekatan_Pembelajaran_Humanistik),
diakses tanggal 24 Desember 2010)
Sudrajat, Ahmad. Pengertian
Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. (http://smacepiring.wordpress.com/), diakses tanggal 23 Desember 2010)
Susilo, Herawati, dkk., Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Sarana
Pengembangan Keprofesionalan Guru Dan Calon Guru, ed. Setiyono Wahyudi,
dkk., Malang: Bayumedia, 2008.
Syamsyudin. “Manusia Dalam Perspektif Pendidikan Islam”. Fakultas Ilmu
Agama, Oktober, 1994: 22-31.
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Reinika Cipta, 2003.
Yunus, Muhammad. Metode Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT.
Hidakarya Agung, 1993.
Zaini, Hisyam dkk. Strategi
Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD, 2004.
[1] Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan
Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),10.
[2] Muhammad Yunus, Metode Khusus
Pendidikan Agama (Jakarta: Hidakarya Agung, 1993), 13.
[3] Ahmad Jainuri, “Membangun
Karakter Pendidikan Muhammadiyah Yang Holistik”, Edukasi, 1 (April,
2010), 36-37.
[4] M, Bashari Muchsin dkk, Pendidikan
Islam Humanistik: Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak, (Bandung:
Refika Aditama, 2010), 2.
[5] Ibid. , 10.
[6] Aliran ini muncul sebagai reaksi
yang menurut para tokoh humanisme ketika itu cenderung kurang mengindahkan
tuntutan dan kebutuhan yang paling dasar bagi setiap manusia, sebagai contoh
ajaran shcolastik yang menyajikan ilmu tingkat perguruan tinggi,
ternyata justru membuat orang semakin kebingungan dan yang menjadi korban
adalah kelompok anak-anak yang terabaikan. Selanjutnya, berkaitan dengan
kehidupan anak-anak aliran humanisme mendesak agar pendidikan dilaksanakan
dengan mengingat dan mengindahkan perbedaan individu anak, minat, serta memberi
kesempatan seluas mungkin untuk berekspresi dan berbuat. Karena bagi aliran
ini, setiap anak membutuhkan kebebasan berfikir, perkembangan kepribadian
individu, dan kesempatan mengeksperesikan isi hatinya. Lihat. Imam Bawani, Pengantar
Ilmu Jiwa Perkembangan (Surabaya: Bina Ilmu, 1985), 64-65. Dalam sejarah
perkembangannya psikologi humanistik secara garis besar umum teorinya pertama
kali dikemukakan oleh Maslow (1954). Pengertianya “suatu pendekatan yang multifaset
terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada
keunikan dan aktualisasi diri manusia”. Lihat. Henriyk Misiak, Virginia Staud
Sexton, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik (Suatu Survei
Histaris), (Bandung: Refika Aditama, 2005, 143.
[7] Henriyk, Virginia, Psikologi
Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik. 133.
[8] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni,
Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 142.
[9] Frank G. Goble, Mazhab Ketiga
Psikologi Humanistik Abraham Maslow, ter. Dr. A. Supratiknya (Yogyakarta:
KANISIUS, 1987), 260-261.
[10] M. Nashir Ali, Belajar Sepanjang
Hayat (t.t. UHAMKA Press, 2005), 5.
[11] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni,
Teori Belajar dan Pembelajaran, 142.
[12] Henriyk, Virginia, Psikologi Fenomenologi,
Eksistensial dan Humanistik, 134.
[13] Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi
Humanistik Abraham Maslow, ter. Dr. A. Supratiknya, 261.
[14] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta:
Reinika Cipta, 2003), 233.
[15] Ibid. ,
136.
[16] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori
Belajar dan Pembelajaran, 164.
[17] Hisyam Zaini, dkk. Strategi
Pembelajaran Aktif (Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani, 2008), xiv.
[18] Melvin L.Silberman. Active learning. 101
Strategies to Teach Any Subject, Terj. Raisull Muttaqin,
(Bandung: Nusa Media & Nuansa, 2010) 10-11.
[19] Sahaka Emporium, Pendekatan
Pembelajaran Humanistik (http://sahaka.multiply.com/journal/item/
10/Pendekatan_Pembelajaran_Humanistik, diakses tanggal 24
Desember 2010)
[20] Lihat, Hisyam Zaini, dkk. Strategi
Pembelajaran Aktif , 79, 84, 177, 182.
[21] Yuyun
Wahyudin, “Teori Belajar Humanistik Carl Ransom Rogers dan Implikasinya
Terhadap Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, (Skripsi, Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga, 2009)
[22]
Syamsudin, “Manusia Dalam Persepektif Pendidikan Islam”, Jurnal Fakultas
Ilmu Agama, 01 (Oktober, 1994), 23
[23] A.
Malik Fajar, Holistika Pemikiran Pendidikan, ed. Ahmad Barizi (
[24] Henriyk Misiak, Virginia Staud
Sexton, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik Suatu Survei
Histaris, (Bandung: Refika Aditama, 2005), 133-134.
[25] Ibid. , 134.
[26] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2010), 143.
[27] Henriyk Misiak, Virginia Staud
Sexton, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik (Suatu Survei
Histaris), (Bandung: Refika Aditama, 2005, 133.
[28] Metode skeptis adalah suatu
aktifitas jiwa dialektis yang selalu bertanya, mencari bukti, menyaring
segala informasi, untuk mendapatkan jawaban yang meyakinkan. Konsep belajar ini
yang paling penting adalah berfikir. Lihat, M. Nashir Ali, Belajar Sepanjang
Hayat (t.t. UHAMKA Press, 2005), 5.
[29] Ali, Belajar Sepanjang Hayat,
6.
[30] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2010), 141.
[31] Soemanto, Psikologi Pendidikan,
138.
[32] Ibid. , 137.
[33] Ibid. , 138.
[34] Ibid. , 138.
[35] Soemanto, Psikologi Pendidikan, 233-234.
[36] M. Djoko Susilo, Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar
(Yogyakarta: PINUS. 2006), 33.
[37] Eveline Siregar,
Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia Indonesia,
2010), 36.
[38]Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam
Impelemnetasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta: Kencana, 2006), 47.
[39] Ibid. , 40.
[40] Darmiyati Zuchdi, Humanisasi
Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan Yang Manusiawi (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), 103.
[41] Ibid. , 104.
[42]Siregar, Nara, Teori
Belajar dan Pembelajaran , 75.
[43] Ibid. , 106.
[44] Hisyam Zaini, dkk. Strategi
Pembelajaran Aktif (Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani, 2008), xiv.
[45] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2010), 133-134.
[46]
Melvin L.Silberman.
Active learning. 101 Strategies to Teach Any Subject, Terj.
Raisull Muttaqin, (Bandung: Nusa Media & Nuansa, 2010)
10-11.
[47] Siregar, Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, 109.
[48] Siregar, Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, 37.
[49] Web site SMA Negeri 1 Krian (http://
Sman1-krian.sch.id) diakses 25 Maret
2011.
[50] Wawancara Drs. Sukemad, M.Pd.I
(Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Krian, 29 Maret 2011, 08:00 WIB
[51] Ibid. ,
[52] Robert K. Yin, Studi Kasus Desai dan
Metode, Ter. M. Djauji Mudzakir (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 4.
[53] Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika,
1998) , 224.
[54] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2006), 28.
[55] Robert K. Yin, Studi Kasus Desai dan
Metode, Ter. M. Djauji Mudzakir, 112.
[56]Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 63.
[57] K. Yin, Studi Kasus Desai dan
Metode, 108-109.
[58] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 216-217.
[59] Herawati Susilo, dkk., Penelitian
Tindakan Kelas Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru Dan Calon Guru,
ed. Setiyono Wahyudi, dkk., (Malang: Bayumedia, 2008), 103.
[60] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , 330.
[61] Ibid. , 330-331.