STUDI BANDING PEMIKIRAN PARA TOKOH PENDIDIKAN ISLAM
]Pertumbuhan
dan perkembangan Pendidikan Islam
sebagai sebuah disiplin ilmu dapat dikatakan terlambat. Itu sebabnya
hingga saat ini umat islam masih belum banyak memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang pendidikan islam. Dari keadaan ini, dapat diduga mengapa citra
dan mutu Pendidikan Islam pada umumnya masih kurang baik dibandingkan citra dan
mutu pendidikan pada umumnya. Memahami keadaan kurangnya pertumbuhan dan
berkembangan Ilmu Pengetahuan Islam itu nampaknya tidak terjadi di masa
sekarang, tetapi juga dimasa yang lalu. Sejak dimasa klasik hingga masa modern
(sekarang), belum banyak pakar ulama’ islam yang meneliti masalah Pendidikan
Islam.
Kondisi
yang demikian itu, tampaknya perlu segera diatasi dengan cara menumbuhkan dan
mengembangkan Ilmu pendidikan Islam melalui serangkaian kajian dan penelitian
sebagaimana yang dilakukan penulis dalam makalah ini. Pembahasan dalam makalah
ini, penulis akan membandingkan para tokoh yang mempunyai pemikiran tentang
pendidikan menurut konsep masing-masing. Antara lain, Ibn Sina dikenal sebagai
tokoh klasik yang mempunyai pemikiran tentang pendidikan. Kemudian Az-Zarnuzi
dikenal sebagai tokoh yang hidup di abad pertengahan, yang juga
mempunyai konsep masalah pendidikan. Sedangkan di abad modern penulis memilih KH.
Imam Zarkasyi, salah satu tokoh abad modern yang juga mempunyai konsep
pendidikan.
Melalui
analisis dan kajian sederhana, penulis dalam makalah ini akan menyajikan
pemikiran-pemikiran ketiga tokoh tokoh tersebut di zamanya masing-masing.
Kemudian penulis akan menkomporatifkan atau membandingkan pemikiran pendidikan
ketiga tokoh tersebut. Sebagai sumbangsih, dimana umat islam saat ini sedang
mencari model pendidikan yang unggul dan terpadu sebagai upaya menjawab
persoalan-persoalan agama dan kebutuhan masyarakat, agaknya pemikiran para
tokoh pendidikan yang dikaji dalam makalah ini patut dijadikan bahan
perbandingan.
1.
Riwayat
dan Konsep Pendidikan Menurut Ibn Sina
Nama lengkapnya adalah Abu ’Ali
al-Husyn ibn Abdullah. Penyebutan nama ini telah menimbulkan pebedaan pendapat
di kalangan para ahli sejarah. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa nama
tersesut diambil dari bahasa latin, Avin Sina, dan sebagian yang lain
mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari kata Al-Shin yang dalam bahasa Arab
berarti Cina. Selain itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa nama tersebut
dihubungkan dengan nama tempat kelahirannya, yaitu Afshana. Dalam sejarah
pemikiran islam, Ibnu Sina di kenal sebagai intelektual muslim yang banyak
mendapat gelar. Ia lahir pada tahun 370 H (980 M). Sejarah mencatat, bahwa Ibnu
Sina melalui pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya Bukhara.
Pengetahuan yang pertama kali ia pelajari ialah membaca al-qur’an. Setelah itu
ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama islam seperti tafsir, fiqh,
ushuluddin dan lain-lain. Berkat ketekunan dan kecakan, akhirnya ia melahirkan
konsep pendidikan, antara lain adalah:
a.
Tujuan
Pendidikan
Menurut
Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh
potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu
perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Dan diarahkan pada upaya
mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan
melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat,
kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dilmilikinya. Ibnu Sina berpendapat
bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat).
Selain
itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan
pada pandangannya tentang Insan Kamil (manusia yang sempurna), yaitu
manusia yang terbina seluruh potensi diinya secara seimbang dan menyeluruh.
Selain harus mengenbangkan potensi dan bakat dirinya secara optimal dan
menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan
fungsinya sebagai khalifah di masyarakat.
b.
Kurikulum
Kurikulim
disini berfungsi sebagai alat mempertemukan kedua pihak sehingga anak didik
dapat mewujudkan bakatnya secara optimal dean belajar menyumbangkan jasanya
untuk meningkatkan mutu kehidupan dalam masyarakatnya. Konsep Ibnu Sina tentang
kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk
usia anak 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu diberikan mata
pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian.
Selanjutnya
kurikulum untuk usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup
pelajaran membaca dan menghafal al-qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir
dan pelajaran olah raga. Selanjutnya kurikiulum untuk usia 14 tahun ke atas
menurut Ibnu Sina mata pelajaran yang diberikan amat banyak jumlahnya, namun
pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak.
c.
Metode Pengajaran
Konsep metode
yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain terlihat pada setiap materi pelajaran.
Dalam setiap pembahasan materi pelajaran Ibnu Sina selalu membicarakan tentang
cara mengajarkan kepada anak didik. Berdasarkan pertimbangan psikologinya, Ibnu
Sina berpendapat bahwa suatu materi pelajaran tertentu tidak akan dapat
dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan satu cara saja, melainkan
harus dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya.
Dan penyampaian materi pelajaran pada anak menurutnya harus disesuaikan dengan
sifat dari materi pelajaran tersebut, sehingga antara metode dengan materi yang
diajarkan tidak akan kehilangan daya relevansinya. Metode pengajaran yang
ditawarkan Ibnu Sina antara lain metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan
teladan, diskusi magang, dan penugasan.
d.
Konsep
Guru.
Konsep guru
yang idtawarkan Ibnu Sina antara lain berkisar tentang guru yang baik. Dalam
hubungan ini Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah berakal cerdas,
beragama, mengetahui cara mendidik akh;ak, cakap dalam mendidik anak,
berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya,
tidak bermuka masam, sopan santun, dan suci murni. Lebih lanjut Ibnu Sina
menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya darikaum pria yang terhormat dan
menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam membingbing
anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak
dll.
e.
Konsep
Hukuman dalam Pengajaran
Ibnu Sina pada
dasarnya tidak berkenan menggunakan hukuman dalam kegiatan pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya
yang sangat menghargai martabat manusia. Namun dalam keadaan terpaksa hukumanm
dapat dilakukan dengan cara yang amat hati-hati. Ibnu Sina menyadari
sepenuhnya, bahwa manusia memiliki naluri yang selalu ingin disayang, tidak
suka diperlakukan kasar dan lebih suka diperlakukan halus. Atas dasar pandangan
kemanusiaan inilah maka Ibnu Sina sangat membatasi pelaksanaan hukuman.
Ibnu
Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati, dan hal
itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa atau tidak normal. Sedangkan
dalam keadaan normal, hukuman tidak boleh dilakukan. Sikap humanistic ini
sangat sejalan dengan alam demokrasi yang menuntut keadilan, kemanusiaan,
kesederajatan, dan sebagainya.
2.
Riwayat
dan Konsep Pendidikan Az-Zarnuzi
Sayikh
Az-Zarnuji hidup di abad ke 6 H / 13 M, di daerah di kota Zarnuji dekat kota
Khounjanda diwilayah Irak pada masa itu tetapi sekarang masuk wilayah
Afganistan. Adapun konsep pendidikan Az-Zarnuji lebih negarah pada etika
pembelajaran Tetapi sebelum menjelaskan
satu persatu dari tata urut, norma-norma dan etika pembelajaran diatas akan
dijelaskan secara singkat tentang biografi Syaikh Az-Zarnuji.
Kata Saikh adalah panggilan kehormatan untuk pengarang kitab ini. Sedangkan
Az-Zarnuji adalah nama marga yang diambil dari nama kota tempat beliau berada,
yaitu kota Zarnuj. Diantara dua kata itu ada yang menulis gelar Burhanuddin
(bukti kebenaran agama), sehingga menjadi Syaikh Burhanuddin Az-Zarnuji..
Karakteristik Etika Pembelajaran
Secara jelas di dalam kitab Ta’lim Muta’alim-nya Syaikh Az-Zarnuzi tidak
tertera tentang karakteristik etika pembelajaran, tetapi ada beberapa hal yang
menjadi catatan dan menarik perhatian, yaitu bahwa Az-Zarnuji memberikan
rambu-rambu bagi para penuntut ilmu yaitu:
1.Niatkan mencari ilmu dengan tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah SWT.
2.Dalam memilih ilmu yang akan dipelajari (jurusan) disesuaikan dengan dirinya
(minat dan bakatnya), serta memilih guru harus orang yang alim (banyak ilmu /
mumpuni), bersifat wara’ dan lebih tua.
3.Dalam bergaul carilah teman yang tekun belajar, bersifat wara’, bertawakal
dan yang istiqamah.
Ketiga hal diatas dapat dikatakan sebagai karakteristik pembelajaran menurut
Az-Zarnuji.
1. Niat
Menurut Syaikh Az-Zarnuji penuntut ilmu wajib niat sewaktu belajar, sebab niat
itu merupakan pokok-pokok dalam segala perbuatan. Sebaiknya bagi penuntut ilmu
dalam belajarnya berniat mencari Ridlo Allah, kebaikan akhirat, membasmi
kebodohan diri sendiri dan sekalian orang-orang bodoh. Mengembangkan agama dan
mengabdikan Islam, sebab keabadian Islam itu harus diwujudkan dengan ilmu,
sedangkan berbuat zuhud dan takwa itu tidak jika tanpa ilmu. Dalam menuntut
ilmu hendaknya diniatkan juga untuk mensyukuri atas kenikmatan akal dan
kesalehan badan; hendaklah jangan berniat mencari popularitas, tidak untuk
mencari harta dunia, juga tidak untuk mencari kehormatan di mata penguasa dan
semacamnya.
Jadi menurutnya dasar dari menuntut ilmu adalah sebuah niat yang Ikhlas
semata-mata karena Allah Swt, untuk kemaslahatan umat, Kemashlahatan Agama Dan
kemashlahatan bangsa, karena niat demikian adalah bagian dari sikap zuhud dan
takwa. Tanpa didasari niat yang tulus dan ikhlas didalam pembelajaran maka
tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal.
Niat yang tulus dan ikhlas dalam pembelajaran merupakan pilar utama yang
mendukung terciptanya iklim pembelajaran yang kondusif yang akan berpengaruh
pada kualitas dan intensitas serta harmonisasi dalam kegiatan belajar mengajar.
Dan niat ini pula yang menjadi pijakan bagi siswa maupun guru dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya masing. Sehingga tidak akan terjadi
dikotomi pembelajaran yang dilakukan oleh guru, murid maupun pihak-pihak yang
terkait dengan pembelajaran itu sendiri.
2. Memilih jurusan
Dalam memilih ilmu (mentukan pilihan bidang Studi / jurusan) para santri harus
memilih ilmu/bidang studi yang paling baik atau paling cocok dengan dirinya.
Suatu bidang ilmu yang dikaji akan sangat menarik dan menantang bagi mereka yang
menyenanginya dan yang merasa cocok dengan bidang ilmu itu, sehingga motivasi
berprestasi dari santri/siswa akan mendorongnya untuk tekun belajar, keseriusan
dalam mengerjakan tugas-tugas, serta kedisiplinan yang tinggi dalam mengikuti
seluruh proses belajar yang mengajar, bahkan proses itu tidak hanya terjadi di
lingkungan sekolah/kampus ataupun pondok saja. Proses itu akan menjadi sumber
kekuatan dimanapun dan kapanpun, sehingga dalam konteks ini proses belajar
mengajar tidak lagi mengenal tempat dan waktu, karena setiap saat dimana saja
para santri/siswa dapat terjadi proses belajar mengajar.
Adapun cara memilih guru/kiai carilah yang alim, yang bersifat wara’ dan yang
lebih tua. Seorang guru yang baik dan menyadari profesinya sebagai guru, maka
alim/cerdas adalah syarat mutlak bagi guru. Di samping itu juga keteladanan dan
sifat wara’ seorang gurupun tidak kalah pentingnya. Sebab keteladanan merupakan
pengalaman belajar yang paling mudah dan paling gampang diingat oleh
santri/siswa. Olehnya paling tidaknya, sedikitnya seorang guru memiliki sifat
keteladanan yang baik yang berakhlakul karimah dan bersifat wara’ (teliti dan
hati dalam segala hal).
Para santri tidak akan memperoleh ilmu dan tidak ilmu tidak bermanfaat, tanpa
mau menghormati ilmu dan gurunya. Bagian dari menghormati guru diantaranya
adalah tidak berjalan di depannya, tidak duduk ditempatnya, jika dihadapannya
tidak memulai bicara kecuali mendapat ijinnya, tidak bertanya sesuatu bila guru
sedang bosan / capek, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan guru murka,
mematuhi perintah asal tidak bertentangan dengan agama, tidak boleh menyakiti
hati gurunya.
Kaitanya dengan hal diatas dapat diartikulasikan sebagai bentuk penegasan
tentang etika murid terhadap guru dan bidang studi yang dipelajarnya. Karena
dengan pola aturan diatas akan terjadi harmonisasi antara santri/murid dengan
guru/sang kyai, antara santri/murid dengan bidang ilmu yang dipelajarinya.
Bagian dari menghormati ilmu diantaranya adalah; tidak memegang kitab kecuali
dalam keadaan suci. Karena ilmu adalah cahaya dan wudhu pun cahaya, sedangakan
cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan berwudhu. Dilarang meletakkan
kitab didekat kakinya, tidak meletakan sesuatu di atas kitab, santri harus
bagus dalam menulis, tulisannya harus jelas. Termasuk menghormati teman dan
orang yang mengajar bagian dari menghormati ilmu.
3. Bergaul dengan teman sebaya
Seorang santri harus memilih teman dengan orang yang tekun belajar, bersifat
wara’ dan bertawakal istiqamah. Dan orang yang suka memahami ayat-ayat
Al-Qur’an dan Hadist-hadist Nabi.
Para santri harus bersungguh-sungguh dalam belajar,harus tekun, santri tidak
boleh banyak tidur malam hari. Para santri harus menggunakan waktu malam untuk
belajar dan beribadah, supaya memperoleh kedudukan tinggi di sisi-Nya. Jangan
banyak makan agar tidak ngantuk. Santri harus mengulang-ulang pelajarannya pada
waktu malam dan akhir malam, yaitu antara Isya dan sahur, karena saat-saat itu
diberkahi. Para pelajar harus memanfaatkan waktu mudanya untuk bersungguh-sungguh
dalam menuntut ilmu. Mencari ilmu harus sabar pelan tapi pasti dan kontinyu,
santri harus bercita-cita tinggi dan harus bersungguh-sungguh.
Para santri harus sering mendiskusikan suatu pendapat/masalah dengan
teman-temannya. Diskusi tersebut harus dilakukan dengan tenang, tertib, tidak
gaduh, tidak emosi karena itu semua adalah pilar di dalam berdiksusi, sehingga
tujuan dari diskusi dapat tercapai. Belajar dengan cara diskusi dan
dialog lebih efektif dari pada belajar sendiri. Para penuntut ilmu harus
mengurangi hubungi duniawi sesuai dengan kemampuannya. Para penuntut ilmu
seharusnya tidak menyibukan diri kecuali hanya menuntut ilmu.
Menuntut ilmu itu mulai dari ayunan (masih kanak-kanak) sampai ke liang kubur
(mati). Masa muda harus digunakan untuk menuntut ilmu sebaik-baiknya. Adapun
waktu belajar yang paling baik ialah menjelang waktu subuh dan antara waktu
magrib dan isya. Orang berilmu harus menyayangi sesama , senang kalau orang
lain mendapat kebaikan, tidak iri hati (hasad). Santri harus sibuk melakukan
kebaikan dan menghindari permusuhan. Jangan berprasangka buruk terhadap orang
mukmin, karena hal itu sumber permusuhan, dan tidak halal.
Para santri harus menambah ilmu setiap hari agar dapat kemuliaan, harus selalu
membawa buku dan pena untuk menulis ilmu yang bermanfaat yang ia dengar setiap
saat. Setiap santri juga harus bersikap wara’ (menjaga diri dari hal-hal yang
tidak jelas halal-haramnya). Adapula hala-hal yang perlu diperhatikan oleh
santri yaitu hal-hal apa saja yang dapat menguatkan hafalan ialah tekun/rajin
belajar, katif mengurangi makanan, salat malam, dan membaca Al-Qur’an. Makan
kundar (kemeyan) dicampur madu, dan makan dua puluh satu anggur merah setiap
hari tanpa air, dapat menguatkan hapalan dan dapat menyembuhkan macam-macam penyakit.
Dan apa saja yang dapat mengurangi dahak, bisa mnehuatkan hafalan, dan apa saja
yang menambah dahak itu menyebabkan lemahnya hafalan. Adapun yang merusak
hafalan adalah banyak berbuat maksiat, banyak dosa, banyak susah, prihatin
memikirkan urusan harta, dan terlalu banyak kerja. Mengerjakan shalat dengan
khusyu’ dan menyibukan diri untuk mencari ilmu dapat menghilangkan penderitaan
dan kesusahan. Hal-hal yang menyebabkan cepat lupa ialah makan ketumbar basah,
makan apel yang asam, melihat orang yang dipancung, membaca tulisan dikuburan,
melewati barisan unta, membuang ketombe hidup ditanah dan melukai di bagian
tengkuk kepala untuk menghilangkan rasa pusing-pusing.
Para santri pun dianjurkan untuk menghindari dusta, menghindari tidur pagi
karena dapat menyebabkan miskin harta dan miskin ilmu. Ilmu dikumpulkan dengan
meninggalkan tidur, di larang tidur dengan telanjang, kencing dengan telanjang,
makan dalam keadaan junub dan lain-lain sampai menyepelekan shalat itu semua
dapat menjauhkan rejeki dan mendekatkan kepada kefakiran.
C. Pentingnya Etika Pembelajaran dalam Pendidikan Islam
Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu
adalah pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang bermutu tidak hanya
cukup dilakukan melalui tranformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga
harus didukung oleh peningkatan profesionalisme dan sistem manajemen tenaga
pendidik serta pengembangan kemampuan peserta didik.
Kemampuan ini tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi menyangkut aspek
perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektuaktual dan sistem nilai
peserta didik. Di wilayah inilah etika pembelajaran berperan.
Dunia pendidikan Islam sudah sepatutnya memperhatikan wilayah garapan etika
pembelajaran dan menerapkannya dalam proses berlangsungnya transper ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga akan melahirkan karakterisitik peserta
didik yang memiliki kematangan mental, Intelektual dan spritual yang harus
menjadi ciri khas dari model pendidikan Islam.
Sejalan dengan harapan diatas Pendidikan Islam di Indonesia mau tak mau, siap
tak siap, harus menerapkan etika pembelajaran yang sesuai dengan ajaran Islam
dan tidak ketinggalan jaman dengan kemajuan teknologi, sehingga menghasilkan
outcome yang berkualitas. Yang siap bersaing dengan siapun dan dengan model apapun
3.
Riwayat
dan Konsep Pendidikan Menurut KH. Imam Zarkasyi
Imam
Zarkasyi lahir di Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 Maret 1910 M. dan
meninggal dunia pada tanggal 30 Maret 1985. Ia meninggalkan seorang istri dan 11
orang anak. Belum genap 16 tahun, Imam Zarkasyi mula-mula menimba ilmu di
beberapa pesantren yang ada di daerah kelahirannya, seperti pesantren Josari,
Joresan, dan Tegalsari. Setelah belajar di sekolah Ongkoloro, ia melanjutkan
studinya di pondok pesantren Jamsarem, Solo. Pada waktu yang sama ia juga
belajar di sekolah Mambaul Ulum. Kemudian masih di kota yang sama ia
melanjutkan pendidikannya di sekolah Arabiyah Adabiyah yang dipimpin oleh KH.
Al-Hasyimi—sastrawan Tunisia yang diasingkan oleh Pemerintah Perancis di
wilayah penjajahan Belanda dan akhirnta menetap di Solo, sampai tahun1930.
Setelah
menyelesaikan pendidikannnya di Solo, Imam Zarkasyi meneruskan studinya ke
Kweekschool di Padang Panjang, Sumatera Barat. Sampai tahun 1935. Setelah
tamat, ia diminta menjadi direktur perguruan tersebut oleh gurunya Mahmud
Yunus. Tetapi Imam Zarkasyi hanya memenuhinya selama satu tahun, karena Gontor
lebih membutuhannya—apalagi kakaknya, Ahmad Sahal tidak mengizinkannya berada
di luar lingkungan pendidikan Gontor.
Pada
tahun 1936, genap setelah sepuluh tahun dinyatakannya Gontor sebagai lembaga
pendidikan dengan gaya baru, Imam Zarkasyi seera memperkenalkan program
pendidikan yan diberi nama Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) dan ia
sendiri bertindak sebagai direkturnya. Pada tahun 1943 ia diminta menjadi
Kepala Kantor Agama Karesidenan Madiun. Jabatan lainnya sebagai kepala seksi
pendidikan kementerian agama dan anggota komite penelitian pendidikan pada
tahun 1946. Selama 8 tahun (1948-1955) ia dipercaya sebagai ketua Pengurus
Besar Guru Islam Indonesia (PGII) yang sekretarisnya waktu itu dipegang oleh
KH. EZ. Muttaqin dan banyak lagi jabatan lain yang pernah disandangnya.
Ia
juga produktif membuat karya tulis. Di antara karyanya adalah Senjata Penganjur
dan Pemimpin Islam, Pedoman Pendidikan Modern, Kursus Agama Islam, Ushuluddin,
Pelajaran Fiqh I dan II berikut kamusnya dan buku-buku pelajaran lainnya.
Gagasan
dan Cita-Cita Pembaharuan Imam Zarkasyi
Sebelum
mendirikan lembaga pendidikan Gontor dengan corak modern, ia melakukan studi
banding ke empat lembaga pendidikan; Pertama, Universitas al-Azhar, Mesir,
kedua, Podok Syanggit di Afrika Utara, ketiga, Universitas Muslim Aligarch di
India dan keempat, Perguruan Shantiniketannya Rabendranath Tagore, India.
Untuk
membangun pondok yang santrinya dapat menguasai bahasa Arab dan Inggris, ia
merumuskan jiwa ponpesnya dengan Panca Jiwa Pondok. Kelima jiwa itu adalah
keikhlasan, kesederhanaan, kesanggupan menlong diri sendiri (self help), ukhuwah
Islamiyah dan jiwa bebas.
Konsep
Pendidikan KH. Imam Zarkasyi
Pembaharuan
Metode dan Sistem Pendidikan Sistem pendidikan di Gontor dilakukan secara
klasikal yang terpimpin secara terorganisir dalam bentuk penjenjangan kelas
dalam jangka waktu yang ditetapkan. Ia juga memperkenalkan kegiatan
ekstrakurikuler seperti olah raga, kesenian, keterampilan, pidato dalam tiga
bahasa (Indonesia, Arab dan Inggris), pramka, dan organisasi pelajar. Santri
diharuskan tetap inggal di pondok pesantren (boarding school). Sistem
pembelajaran asrama tetap diterapkan (day school system) dengan jadwal
pembelajaran yang sangat ketat. Kajian kitab tetap diterapkan, misalnya Fathul
Qarib, Fathul Mu’in, I’anatut Thalibin dan sebagainya.
2. Pembaharuan Kurikulum
Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi adalah 100 % umum dan 100 % agama. Di
samping pelajaran tafsir, hadits, fiqh, ushul fiqh yang biasa dijarakan di
pesantren. Ia juga menambahkan pelajaran umum, seperti ilmu alam, ilmu hayat,
ilmu pasti, sejarah, tata negara, ilmu bumi, ilmu pendidikan, ilmu jiwadan
lain-lain. Khusus pelajaran bahasa Arab ini ditempuh dengan metode langsung
(direct method) secara aktif dengan memperbanyak latihan (drill), baik lisan
maupun tulisan.
3. Perbaikan Struktur dan Manajemen Pesantren
Berbeda dengan pondok pesantren tradisional, Ponpes Gontor telah mewakafkannya
pada sebuah lembaga yang disebut Badan Wakaf Pondok Modern Gontor. Dengan
demikian aka ponpes ini menjadi milik semua ummat Islam dan semuanya ikut
bertanggung jawab atasnya
4. Pembaharuan dalam Pola Pikir Santri dan Kebebasan Pesantren
Gagasan independen Imam Zarkasyi direalisasikan dengan menciptakan Pondok
Modern Gontor benar-benar steril dari kepentingan politik dan golongan apapun.
Hal ini diperkuat dengan semboyan Gontor di atas dan untuk semua golongan.
Selanjtnya kemandirian pondok ini juga terlihat dari adanya kebebasan para
santrinya untuk menentukan jalan hidupnya kelak. Imam Zarkasyi sering
mengatakan bahwa Gontor tidak mencetak pegawai, tetapi mencetak majikan ntuk
dirinya sendiri.
No comments:
Post a Comment