Thursday, December 6, 2012

STUDI KASUS : OBSERVASI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Konfidensialitas
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Mental, dan menjadi mahasiswa Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam serta diharapkan mampu berperan serta dalam mengaplikasikan ilmu di masyarakat. Khususnya dengan mata kuliah Kesehatan Mental, observer bisa membantu upaya pemecahan masalah-masalah yang yang terjadi dimasyarakat yang berhubungan dengan kejiwaan.
Pada tugas ini observer mengambil obyek seorang yang mengalami gangguan kejiwaan, yang mana menurut observer klien layak menjadi obyek observasi dalam tugas kali ini. Dikarenakan klien mempunyai prilaku yang tidak wajar atau tidak seperti manusia pada umumnya. Pengumpulan informasi tentang klien melalui observasi, kemudian didukung dengan wawancara, dan data yang diperoleh untuk sumber atas permasalahan klien tersebut.
1
 
Dalam observasi ini nama asli klien dirahasiakan, dan diganti dengan nama fiktif, sehingga apabila ada kesamaan dalam penggunaan nama atas klien tersebut itu tanpa unsur kesengajaan dan hanya kebetulan belaka. Dengan menemukan sumber penyebab masalah yang dihadapi oleh klien diharapkan bisa memberikan pemecahan masalah yang dihadapai oleh klien. Dengan usaha-usaha yang sudah dilakukan.
B.     Gejala Pemilihan Kasus Klien
Klien bukan termasuk orang yang terkena gangguan jiwa yang cukup berat. Tetapi klien adalah termasuk dalam kategori gangguan jiwa (Manic Depressive) atau gangguan jiwa ringan, hal ini terlihat klien selalu aktif, tidak kenal payah, pantang ditegur dan tidak tahan kecaman pada dirinya.

C.    Alasan Pemilihan Klien
Observer mengangkat masalah ini dengan alasan, banyak orang mangalami gejala gangguan jiwa ringan atau Manic Depresisseve manjadi semakin parah atau sampai pada tingkat acute bahkan hyper. Supaya tidak sampai demikian, melalui pengmatan ini akan menguraikan faktor dan upaya untuk mengntisipasinya.

D.    Tujuan Pemilihan Klien
Selain sebagai obyek dalam tugas observer, besar harapan yang pada diri klien dan keluarga, agar klien menjadi normal kembali seperti layaknya masyarakat yang berada di sekitarnya. Tentunya hal ini tidak terjadi begitu saja, harus ada faktor dan upaya untuk membuat klien normal kembali. Dengan adanya gambaran atau deskripsi dari hasil observasi ini minimal penulis dan pihak keluarga mengetahui gejala-gejala dan perkembangan klien pada umumnya.



BAB II
ANALISIS HASIL OBSERVASI

Untuk mendapatkan data yang obyektif dan relevan dengan masalah klien, maka observer menggunakan beberapa teknik penelitian antra lain sebagai berikut. Dalam observasi ini, observer menggunakan metode atau teknik pendekatan observasi sebagai teknik penyelidikan yang paling utama. Obsevasi atau pengamatan yang dilakukan pada klien atas prilaku yang nampak dalam kehidupan sehari-hari, dalam rangka mengamati prilaku klien Kemudian didukung dengan Interview atau wawancara, hal ini dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab dengan beberapa anggota keluarga dan tetangga terdekat klien, adapun hasilnya adalah:
A.    Identitas klien
Nama                                                         : Mr. X
Jenis kelamin                                             : Laki-laki
Usia                                                           : 40 Tahun
Status                                                        : Belum Kawin
Kewarganegaraan                                     : Indonesia
Tampat /Tanggal lahir                               : Sidoarjo, 21 Juli 1970
Alamat                                                      : Kepatian-Tulangan-Sidoarjo
Jumlah saudara                                          :  3      
Anak ke                                                     :  3

 

  1. Lukisan Tentang Klien
a.       Keadaan Jasmani                         
Tinggi badan                                 :156 cm
Berat badan                                   : 55 Kg
Warna kulit                                   : Sawo matang
Warna rambut                               : Hitam
Cacat tubuh                                   : Tidak
b.      Identitas Keluarga
Nama ayah                                    : Sutarso
Status                                            : Kandung
Agama                                           : Islam
Kewarganegaraan                         : Indonesia
Pendidikan                                                : SD
Pekerjaan                                       : Petani
Nama ibu                                       : Misrifa
Agama                                           : Islam
Status                                            : Kandung
Kewarganegaraan                         : Indonesia
Pendidikan                                                : SD
Pekerjaan                                       : -
  1. Keadaan Sekolah                               
Umur masuk SD                                 : 7  Tahun
Lama sekolah SD                                : 6  Tahun
Umur masuk SLTP                             :12 Tahun
Lama sekolah SLTP                            : 3  Tahun
Umur masuk SLTA                             : 15 Tahun
Lama sekolah SLTA                           : 3   Tahun

B.     Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukkan seorang klien mempunyai ganguan jiwa. Penyebab utamanya adalah ditinggal ibunya meninggal, karena hal tersebut klien mengalami gangguan jiwa. Seringkali klien berprilaku tidak seperti orang lain pada umumya. Perilaku yang ditimbulkan klien dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
1.      Klien tersebut sangat aktif, dan cenderung banyak bicara, pantang ditegur dengan perkataan maupun perbuatan.
2.      Klien juga suka menggangu orang yag berada disekitarnya, kemudian suka mencampuri urusan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan dirinya.
3.      Klien juga suka bernyayi dan memerankan gaya penyanyi dangdut Rhoma Irama.
4.      Berdasarkan hasil pengamatan, klien tersebut termasuk kategori sakit jiwa (Manic Depressive)


Awal gejala depresi yang dialami klien, ayahnya sudah berusaha membawa klien kerumah sakit untuk melakukan pemeriksaan tentang gejala-gejala yang dialami oleh klien. Menurut dokter, klien mengalami depresi ringan dengan gejela-gejala tertentu, dokter menyarankan kepada orang tua klien untuk terapi dan tinggal sementara di rumah sakit. Akan tetapi, agaknya biayanya sangat mahal, sehingga orang tua klien tidak sangggup untuk membayarnya dan memilih berobat jalan sampai sekarang. Meskipun berobat jalan telah dilakukan sekitar 22 tahun, nampaknya tidak ada perubahan secara signifikan dalam diri klien.
Melihat kondisi klien yang seperti itu, kasih sayang dari saudara-saudaranya berkurang. Akan tetapi klien masih mendapatkan kasih sayang dari ayahnya. Keseharian klien sebagian kecil berjalan seperti kehidupan orang normal, seperti dalam hal makan 3 x sehari, akan tetapi klien hanya mandi sehari 1 x, sehingga klien kelihatan kusam, dekil, kemudian klien nampaknya jarang gosok gigi. Sehingga jarang orang yang mau mendekatinya termasuk saudara-saudaranya sendiri, terkecuali ayah/bapak klien.
Kemudian diusianya yang sudah cukup matang untuk berumah tangga, klien tidak mempunyai pandangan dan harapan untuk menikah. Karena dengan melihat kondisi klien yang seperti itu dan tidak ada wanita yang mendekat pada klien apalagi sampai dinikahi. Sehingga sampai sekarang klien hidup sendari/bujang, akan tetapi klien ketika melihat sosok wanita, dia cenderung mendekatinya. Dalam hal ini menurut observer ada dua pandangan. Pertama ketika melihat wanita klien ingat kepada ibunya, mengingat dia depresi ditinggal ibunya meningga/ dan yang Kedua klien masih mempunyai perasaan yang normal terhadap wanita, karena diusianya yang sudah matang dan mampu untuk berumah tangga.
Setelah dianalisis, dari hasil-hasil pengamatan tersebut, klien mengalami sakit jiwa (Manic Depressive) dimana penderitanya mengalami rasa besar dan gembira kemudian berubah menjadi sedih atau tertekan. (Zakiyah Daradjat, 1968: 60). Kebiasan hidup klien seperti orang pada umumnya, tetapi ada sisi lain dari klien tersebut yang agak menyimpang dari manusia normal. Klien kadang-kadang dalam kesehariannya suka menyerang dan menakut-nakuti orang, bahkan memukul orang yang sedang lewat didepamya.
Klien tersebut tidak mau diam cenderung banyak bicara yang tidak ada manfaatnya. Tapi, klien juga dapat berkomunikasi dengan normal seperti manusia pada umumnya. Numun, klien lebih sering berbcara atau ngobrol sendiri, dan yang lebih parah ketika ada ibu-ibu yang melintas dihadapannya dianggap ibunya yang telah meninggal hidup kembali dan lansung memeluk dan memanggil ibu.

C.    Diagnosa
Dari data observasi dan wawancara yang diperoleh maka observer dapat menyimpulkan masalah yang dihadapi klien pada saat ini diantaranya adalah :
1.      Klien ditinggal ibunya meninggal dunia pada tahun 1988 akibat penyakit struk
2.      Kurang dapat perhatian keluarga semenjak klien terkena gangguan jiwa setelah 1 bulan ditinggal ibunya.
D.    Identifikasi masalah
Klien bukan termasuk orang yang terkena gangguan jiwa yang cukupo berat. Tetapi klien adalah termasuk dalam kategori gangguan jiwa (Manic Depressive) atau gangguan jiwa ringan, hal ini terlihat klien selalu aktif, tidak kenal payah, pantang ditegur dan tidak tahan kecaman pada dirinya.

E.     Prognosa
Prognosa atau ramalan merupakan kemungkinan yang akan terjadi pada diri klien apabila tidak segera mendapat bantuan pemecahan masalahnya. Kemunkinan tersebut dapat berakibat sebagai berikut :
1.      Gangguan jiwa klien akan semakin parah
2.      Menggangu lingkungan dan warga sekitar tempat klien tinggal
3.      Dijauhi, bahkan sampai dikucilkan oleh warga masyarakat
                                                       
F.     Usaha Bantuan Yang Direncanakan
Dalam usaha pemecahan masalah yang dihadapi oleh klien, kami melakukan usaha-usaha sebagai berikut :
1.      Memeriksakan klien ke rumah sakit jiwa.
2.      Memerlukan penanganan khusus oleh psikolog atau psikiater.
3.      Memerlukan pengawasan khusus dari pihak keluarga.
4.      Hindarkan klien dari benda yang dapat mengngatkan klien pada ibunya. Seperti foto ibunya dan benda-benda yang ada hubungannya dengan ibunya

G.    Usaha Bantuan Yang Dilaksanakan
Usaha-usaha bantuan yang telah dilaksanakan adalah awal klien menderita depresi ayahnya pernah membawa klien ke rumah sakit jiwa hanya sekali. Kemudian dilanjutkan dengan obat jalan, memberikan pengertian kepada keluarga untuk mengawasi klien dan menghidarkan benda yang dapat mengingatkan klien pada ibunya. Seperti foto ibunya dan benda-benda yang ada hubungannya dengan ibunya.
Sedangkan usaha bantuan yang belum dilaksanakan adalah membawa klien ke psikiater atau psikolog, hal tersebut karena keterbatasan biaya hingga upaya-upaya yang sederhana diharapkan mampu meminimalisir gangguan kejiwaan klien supaya tidak semakin parah. Seperti kasih sayang dan perhatian ayah kepada klien.

H.    Usaha Tindak Lanjut (Follow-Up)
Untuk menangani kasus yang dihadapi oleh klien secara tuntas, diperlukan usaha untuk tindak lanjut yang melibatkan banyak pihak untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi klien dengan cara serius dan bersungguh-sungguh. Pihak-pihak yang melaksanakan usaha tindak lanjut antara lain:
  1. Pihak keluarga
Keluarga harus mengawasi dengan ketat dan memberikan perhatian yang lebih kepada klien.

2.      Warga sekitar/tetangga klien
Memberikan perlindungan terhadap klien berupa kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari klien.



















BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A.    Simpulan
Setelah dianalisis, berdasarkan hasil-hasil pengamatan tersebut, klien mengalami sakit jiwa (Manic Depressive) dimana penderitanya mengalami rasa besar dan gembira kemudian berubah menjadi sedih atau tertekan. Kebiasan hidup klien seperti orang pada umumnya, tetapi ada sisi lain dari klien tersebut yang agak menyimpang dari manusia normal. Klien kadang-kadang dalam kesehariannya suka menyerang dan menakut-nakuti orang, bahkan memukul orang yang sedang lewat didepamya. Hail itu dikrenakan ditinggal ibunya meninggal dunia dan kurangnya perhatian keluarga disaat klien terkena gangguan jiwa.

B.     Saran
Gangguan Jiwa tidak terbatas pada psikotik atau yang kita kenal sebagai gila. Banyak macam gangguan jiwa ringan yang jika tidak segera diterapi menjadi berat dan mengancam nyawa. Biasanya gangguan itu bermanifestasi sebagai gangguan fisik. Maka dari itu supaya tidak terjadi  harus dilakukan pengobatan secara menyeluruh Dalam ilmu jiwa, gangguan pada seseorang dilihat secara menyeluruh, baik psikis maupun fisik. Oleh sebab itu, pengobatan juga dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya obat-obatan, tetapi juga psikoterapi

PROGRAM MADIN DAN PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM MADIN DAN PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Abdillah Faizun

BAB I
PENDAHULUAN

Di Negara kita saat ini, masalah peningkatan mutu pendidikan Islam selalu menjadi pembahasan yang menarik. Dari elemen-elemen yang ada, 1) pendidikan Islam yang kuantitasnya begitu besar dan tersebar di seluruh penjuru negeri telah begitu kuat mengakar di dalam hati masyarakat Indonesia yang memang mayoritas muslim, serta 2) telah terjadi kemerosotan mutu pendidikan, baik di tingkat dasar, menengah, maupun tingkat pendidikan tinggi. Hal ini berlangsung akibat penyelenggaraan pendidikan yang lebih menitik beratkan pada aspek kuantitas dan kurang dibarengi dengan aspek kualitasnya. dan pembelajaran yang fokus orientasinya bersifat subject matter oriented dalam arti memahami dan menghafal pelajaran sesuai dengan kurikulum saja.
Selain itu dunia pendidikan juga dihadapkan pada berbagai masalah pelik yang apabila tidak diatasi secara tepat, tidak mustahil dunia pendidikan akan ditinggal oleh zaman. Kesadaran akan timbulnya dunia pendidikan dalam memecahkan dan merespon berbagi tantangan baru yang timbul pada setiap zaman adalah suatu hal yang logis dan bahkan suatu keharusan. Hal yang demikian dapat dimengerti mengingat duinia pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa depan umat manusia. Kegagalan dunia pendidikan dalam menyiapkan masa depan umat manusia, adalah merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.
Sebuah keniscayaan bahwa kehadiran lembaga pendidikan Islam yang berbagai jenis dan jenjang pendidikan itu sesungguhnya sangat diharapkan oleh berbagai pihak, terutama umat Islam. Bahkan hal itu terasa sebagai kebutuhan yang sangat mendesak terutama bagi kalangan muslim kelas menengah ke atas yang secara kuantitatif terus meningkat belakangan ini. Fenomena social yang sangat menarik ini mestinya dijadikan tema sentral kalangan pengelola pendidikan Islam dalam melakukan pembaruandan pengembangannya. Demikian kiranya, dalam makalah ini akan dijelaskan kajian singkat tentang Program Madin dan Peningkatan Kualitas Pendidikan Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Program Madrasah/Madrasah Diniyah
Kondisi pendidikan Islam di Indonesia, sebenarnya menghadapi nasib yang sama, dan secara khusus pendidikan Islam menghadapi berbagai persoalan dan kesenjangan dalam berbagai aspek yang lebih kompleks, terutama dalam program-programnya, yaitu: berupa persoalan dikotomi pendidikan, kurikulum, tujuan, sumber daya, serta manajemen pendidikan Islam. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Usaha pembaharuan dan peningkatan pendidikan Islam sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar sistem dan lembaga pendidikan Islam belum dikelola secara professional.[1]
Dalam hal ini, akan penulis bahas secara umum program pembelajaran Madrasah, yang mungkin bisa kita adopsi untuk program pembelajaran Madrasah Diniyah. Adapun program Madrasah dalam Pondok Pesantren, menurut Keputusan Direktur Jendral Kelembagaan Agama Islam No. E/239/2001, adalah:
1.       Kurikulum
a.       Pada dassarnya kurikulum atau program pembelajaran yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah kurikulum khas yang telah berleku di Pondik Pesantren yang bersangkutan, ditambah dengan beberapa mata pelajaran umum yang menjadi satu kesatuan kurikulum yang menjadi progaram pendidikan Madrasah di Pondik Pesantren.
b.      Mata pelajaran umum yang diwajibkan untuk diajarakan pada Madarasah Pondok Pesantren ada 3, yaitu:
1)       Bahsa Indonesia
2)       Matematika dan
3)       Ilmu Pengetahuan Alam
c.       Mata pelajaran umum yang menjadi syarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu pengetahuan Sosial dan Bahasa Inggris atau Arab). Penyampaiaanya dilakukan melalui penyediaan buku-buku dan perpustakaan dan sumber belajara laianya atau bimbingan dan penugasan.
d.      Pembelajaran melalui perpustakaan adalah model pembelajaran mandiri melalui buku-buku paket buku mpdul yang digunakan dalam program wajib belajar Paket A dan B, seperti yang dipakai dalam sekolah formal.
e.       Bimbingan dan enugasan dikoordinasi lansung oleh penanggung jawab program dan dapat digunakan model tutarial dalam pelaksanaanya dapat melibatkan ustadz dan santri senior.
f.        Bahan-bahan pelajaran yang digunakan, pada dasarnya sama dengan yang digunakan pada SD/MI untuk jenjang dasar, sedangkan jenjang lanjutan sama dengan SMP/MTs.
g.      Buku-buku pembelajaran umum, dapat menggunakan buku-buku pelajaran yang biasa digunakan oleh SD/MI dan SMP/MTs.[2]
2.       Ketenagaan
Tenaga yang diperlukan adalah terdiri dari, Penanggung jawab program, tenaga pengajar dan tenaga pembimbing umum serta perpurtakaan. Bila dilingkungan Madrasah tidak terdapat tenga pengajar dimaksud, maka pengurus dapat mengupayakan kerjasam dan menjalin kemitraan dengan pimpinan sekolah/ madarasah atau guru-guru yang terdapat dilngkungan pesantren. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalitas guru, diupayakan pihak diikutsertakan dan mengikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan pendidikan guru.[3]

3.       Proses Pembelajaran
Pada dasarnya proses pembelajaran disesuaikan dengan proses pe,mbelajaran pada umumnya, dengan prinsip dapat dipahami bahan dan materi pelajaran tersebut oleh para santri dengan lebih mudan dan cepat. Adapun metode-metode yang biasanya digunakan adalah:
a.       Wetonan/Bandongan, dimana para santri mengkelilingi kyai atau guru yang menerangkan pelajaran secara kuliah (ceramah), santri menyimak kitab/buku masing-masing dan mencatat.
b.      Sorogan, belajar secara individual, dimana para santri berhadapan lansung dengan seoarang guru dan terjadi interaksi diantara keduanya.
c.       Halaqoh, sekelompk siswa yang belajar dobawah bimbingan seorang guru atau belajar bersama disuatu tempat.
d.      Hapalan, metode ini pada umumnya dipakai untuk menghapal Al-Qur’an dan surat-surat pendek, dan setelah beberapa hari diujukan ke guru.
Selain metode diatas, bisa juga mengaplikasikanmetode yang sudah dikenal luas dalam PBM. Antara lain, ceramah, diskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.[4]
4.       Penilaian Hasil Belajar
Adapun sistem penilaiaannya melipiti beberapa aspek, diantaranya yaitu: Penilaian Harian, Ulangan Umum, dan Penilaian Tahap Akhir.[5]
5.       Pembiayaan Program
Pembiayaan dalam pengekoalaanya dijauh berbeda dengan pendidikan formal swasta pada umunnya. Kemudian sebagai lembaga yang menyelenggarakan program pembelajaran dan pendidikan juga berhak menerima bantuaan dan pembinaan dari Pemerintah.[6]
6.       Sarana Pendukung
Untuk mencapai tujuan pembelajaran perlu mengupayakan adannya sarana pendukung pendidikan, seperti; tempat pembelajaran yang berstandar serta prpustakaan yang menyediakan literatur buku-buku penunjang.[7]
7.       Kelompok Kerja
Untuk mendukung kelancaran program kerja tersebut, perlu adanya kelompok kerja. Dalam pembentukan kelompok kerja terdapat beberapa unsur, diantaranya; Depertemen Agama, Depertemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah dan Unsur Madarasah itu Sendiri. Sebagaimana kelompok kerja tersebut tersusun dalam struktur organisasi.[8]
Kalau mengutip pendapat Malik Fadjar, yang mengadakan stadi kasus di (YASMIN) Yayasan Manusia Indonesia. Dimana yayasan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia indonesia melalui upaya-upaya perbaikan derajat pendidikan dan kersehatan masyarakat. Dalam kaiatan ini, YASMIN mempunyai Madarsah sebagai sasaran program-programnya. Adapun salah satu program yang berkaiatan dengan bidang pendidikan adalah:
Bidang pendidikan bertanggungjawab melaksanakan kegiatan-kegiatan utama YASMIN, seperti mendirikan dan mengelolah Madrasah unggulan, pelatihan guru, pemberian beasiswa bagi siswa yag kurang mampu, tunjangan bagi guru dan karyawan yang berprestasi, wakaf buku, penerbitan buku, loka karya tentang pendidikan islam dan lain-laian.[9]
Untuk mencapai maksud-maksud diatas, YASMIN melaksanakan bebagai kegiatan dibebagai bidang pengajaran termasuk pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, pemberdayaan siswa dan guru termasuk dalam hal finansial, pengmebangan buku-buku pelajaran, pengadaaan sarana dan pra sarana dan sebagainya, mncakup antara laian:
  1. Penerbitan buku pendidikan Islam
  2. Seminar, diskusi, loka karya prndidikan islam
  3. Pelatihan profesi guru
  4. Gerakan wkaf buku
  5. Pemberian bea siswa bagi siswa yang kurang mampu
  6. Pemberian tunjangan bagi guru yang berprestasi
  7. Pemberian tunjangan kesehatan bersubsidi bagi guru dan karyawan
  8. Pengefektifan pembelajaran.[10]
Oleh karena itu, program Madrasah tersebut kiranya dapat diadopsi untuk pengembangan program dalam Madrasah Diniyah. Mulai dari kurikulum sebagai salah satu elemen dasar pendidikan juga memegang peranan penting dan vital dalam ikut menyukseskan tujuan pendidikan nasional. Sehingga pengembangan kurikulum di dalam pendidikan Islam mutlak diperlukan. Hal ini tidak lepas dari banyaknya materi pelajaran yang dibebankan kepada lembaga pendidikan Islam. Sehingga dalam penyelenggaraannya dituntut adanya kreatifitas dalam pengelolaan (manajemen) serta guru di Madrasah atau lembaga pendidikan Islam.
B.      Peningkatan Kualitas Pendidikan Islam
Melihat kenyataan bahwa sistem pendidikan di Indonesia saat ini telah diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas, maka konsekwensinya adalah harus menjalankan sistem pendidikan berdasarkan undang-undang ini. Dengan berpijak pada posisi pendidikan (Islam) dalam Sisdiknas yang cukup signifikan, pengembangan lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan dengan mengembangkan fungsi gandanya. Selanjutnya pijakan yang dapat dijadikan dasar pengembangan pendidikan Islam ini adalah kerangka konseptual dari pendidikan Islam itu sendiri. Sedangkan kerangka konseptual pendidikan Islam ini terletak pada filosofi dari pendidikan Islam yang bersumber dari Qur’an dan Sunnah serta pembangunan sistem aplikasinya yang relevan dengan perkembangan dan perubahan zaman.
Kerangka konseptual yang dimaksud di atas adalah konsep penciptaan manusia sebagaimana terdapat dalam Qur’an dan posisi pendidikan dalam diri manusia dalam prespektif Islam. Berdasarkan konsep dasar penciptaan manusia tersebut kemudian dibangun rancangan pengembangan pendidikan Islam yang lurus dan tidak menyimpang dari konsep dasarnya. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa dalam mengembangkan pendidikan Islam, manusia dapat belajar dari penciptaan dirinya sebagaima hal itu juga telah dijelaskan oleh al-Qur’an.
Selain itu, dalam rangka merumuskan kembali konsep pendidikan Islam di atas, pemetaan hambatan-hambatan yang ada juga peluang-peluang yang dimiliki sangat diperlukan. Secara umum, hambatan dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia dapat dipetakan menjadi empat yaitu, persoalan penduduk, persoalan wawasan, persoalan dana, dan persoalan pembangunan pendidikan Islam terpadu.
Pemetaan hambatan dan peluang di atas, terdapat tiga paradigma pendidikan Islam di Indonesia yaitu paradigma formisme, paradigma mekanisme, dan paradigma organisme. Dalam rangka melakukan pembaharuan yang itu merupakan langkah untuk mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia dapat diformulasikan dengan membangun kesamaan langkah dalam dua hal yaitu membangun kerangka filosofis dan teoritis pendidikan Islam serta membangun sistem pendidikan Islam yang diproyeksikan.
Selain itu,  ada beberapa faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas  pendidikan Islam, sebagai berikut:        
a.       Internal : Kualitas SDM yang rendah
SDM di sini lebih terfokus pada kualitas guru (ustaz/ah) yang rendah. Contohnya, banyak guru yang tidak ber-background  dari lulusan sarjana pendidikan agama Islam (S1/akta 4 mengajar), guru yang mengajar bukan pada spesialisasinya, contohnya, sarjana hukum Islam mengajar bahasa Arab, dan lain sebagainya.
b.       Eksternal : Globalisasi, Demokratisasi, dan Liberalisasi Islam.
Dalam rangka melakukan pembaharuan yang itu merupakan langkah untuk mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia dapat diformulasikan dengan membangun kesamaan langkah dalam dua hal yaitu membangun kerangka filosofis dan teoritis pendidikan Islam serta membangun sistem pendidikan Islam yang diproyeksikan.[11]
Pendidikan Islam mempunyai tantangan berat untuk menghadapi era globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi Islam. Lembaga pendidikan agama harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan di atas. Misalnya dengan memperbaiki kualitas SDM dan SDA. SDM menyangkut kualitas guru maupun input peserta didik, sedangkan SDA menyangkut infrastruktur atau sarana prasarana, media pendidikan maupun kurikulum yang up to date.
Dalam pengembangan mutu akademik, langkah yang dapat dilakukan adalah perumusan visi, misi dan tujuan pendidikan, pengembangan materi ajar dan kurikulum, metodologi pembelajaran yang baru, profesionalitas lembaga pendidikan dan guru yang dapat dipertanggungjawabkan, pengembangan manajemen, pengadaan sarana dan prasaran serta pembangunan jaringan kemitraan.
Dalam memacu aktivitas peningkatan kwalitas pendidikan islam, setiap pengelola pendidikan Islam tidak bisa melepaskan komitmennya dari niat ibadah kepada Allah. Tuntasnya hal pokok ini sangat menentukan keberhasilan tahapan pengelolaan selanjutnya. Di samping hal di atas, secara umum, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan setiap pengelola pendidikan Islam untuk meningkatkan kualitasnya.
Pertama, profesionalisme. Setiap lembaga pendidikan Islam tidak boleh lagi dikelola sekadarnya. Karena itu, semuanya harus berbenah secara serius menuju area profesionalisme. Tidak ada lagi orang yang hanya bermodal “hebat dan berniat baik” latah dan asal-asalan mendirikan lembaga pendidikan Islam. Segalanya mesti dipikirkan dan dikelola secara profesional. Pendidikan Islam sangat butuh orang-orang yang dapat menahan diri untuk tidak membawa masalah luar ke dalam organisasi. Jangan lagi ada orang yang hanya menjadikan lembaga sebagai kendaraan ambisi pribadinya, mendapatkan kedudukan, kekayaan atau mendongkrak prestise. Tentu saja, semua tenaga profesional itu diberi imbalan yang sesuai. Tidak boleh lagi ada yang hanya “digaji” sekadar untuk ongkos jalan.
Kedua, kemandirian. Ketergantungan yang besar terhadap pihak tertentu, terutama masalah finansial, membuat pendidikan Islam sulit berkembang. Apalagi jika harapan satu-satunya sumber finasial itu adalah siswa atau orang tua. Pengelola harus lebih kreatif dan gigih menyongsong kemandirian finansial. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menggali lebih serius potensi internal lembaga atau membangun kerjasama dengan berbagai pihak. Saat ini, sangat banyak lembaga pendidikan lain yang eksis “hanya” karena bisa bekerjasama dengan orang atau lembaga donor, nasional dan internasinal, tanpa mengorbankan jatidiri mereka. Jangan alergi dulu dengan lembaga internasional, apalagi kalau alasan ini hanya untuk menutupi ketidakmampuan pengelolanya.
Ketiga, menggairahkan studi ke-Islaman. Tidak dapat dipungkiri bahwa sepinya peminat pendidikan Islam karena adanya anggapan, yang banyak benarnya, bahwa pendidikan Islam hanya berorientasi akhirat. Mereka memburu pendidikan umum karena butuh ilmu untuk sukses dalam kehidupan di dunia, atau dunia akhirat. Para pelajar dan orang tua lebih berminat memasuki program studi umum karena dianggap lebih menjamin masa depan. Trend ini harus dihadapi dengan menggairahkan studi Islam. Materi pembelajaran tidak boleh lagi dibiarkan terus-menerus menjauh dari realitas dunia, tapi harus ada upaya “pembumian” Orang yang mendalami ilmu-ilmu Islam tidak boleh lagi merasa di awang-awang, tapi menginjak bumi karena hasil studinya akan dapat dinikmati dalam kehidupan dunia dan akhirat.[12]
Selain hal tersebut diatas, upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan islam adalah:
1.       Optimalisasi SDM
Di bidang pendidikan dan pengajaran, upaya optimalisasi sumber daya manusia (SDM) yang dimaksud tentu terarah pada sosok pribadi masing-masing guru. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar, setiap guru diharapkan mempunyai komitmen untuk peningkatan profesionalitas pengajaran. Hal ini bisa direalisasikan jika para guru berkomitmen juga sebagai juru da’i. Minimal, ada tiga target yang akan lahir dari komitmen seorang da’i: pertama, dapat mensucikan niat (motivasi) dan meluhurkan azzam (cita-cita). Niat suci dan cita-cita luhur akan menjadi rel yang mengarahkan jalannya roda pendidikan dan pengajaran seorang guru; tujuan jelas, target pasti. Tanpa ketulusan niat dan cita-cita agung, bisa dibayangkan kerancuan arah pendidikan yang dimaksud.
Kedua, tugas utama seorang da’i adalah mewujudkan ‘izzul Islam wa al-muslimin (kemuliaan Islam dan umat Islam). Seorang guru dituntut untuk mengaktualisasikan tugas mulia ini di bidang pendidikan dan pengajaran. Tentunya, pengajaran yang tidak terbatas dalam pembidangan ilmu-ilmu keagamaan saja, tapi semua aspek pengetahuan menjadi garapan yang harus dimaksimalkan. Ketiga, prinsip kerja bagi seorang da’i adalah ibadah. Pekerjaan yang dilandasi niatan ibadah serta-merta akan melahirkan ruh keikhlasan karena Allah swt; menumbuhkan kesadaran tugas yang mesti dipertanggungjawabkan bukan saja kepada kepala sekolah, wali siswa dan masyarakat secara umum, tapi juga kepada Allah swt, kelak di akhirat.

2.       Perkembangan Tiga kompetensi Utama
Selain komitmen guru sebagai da’i, upaya untuk mengoptimalkan profesionalitas kepengajaran dalam lembaga pendidikan Islam, kapabilitas guru juga harus mencakup minimal tiga kompetensi dasar: pertama, semua guru adalah Guru Agama. Sebagai pribadi muslim dan seorang guru yang mengajar di lembaga pendidikan Islam, sudah sepatutnya kita memiliki kemampuan menjadi “guru” agama, meskipun membidangai materi eksaks atau ilmu-ilmu sosial lainnya. Sebagai contoh, adalah lucu jika sang guru tidak bisa menjawab pertanyaan siswa di luar kelas tentang syarat shalat. Bukankah sang guru juga melaksanakan shalat? Sejatinya baik murid, apalagi guru harus terus belajar menjadi muslim sejati.
Kedua, semua guru adalah Guru Bidang Studi; sebagai tugas profesi harus menguasai konsep dan terampil menyajikan materi, serta cakap mengevaluasi kadar pemahaman siswa. Dalam hal ini, pihak sekolah betul-betul menugaskan guru sesuai dengan faknya. Jika ada yang lebih berkompeten di bidang pengetahuan alam, kenapa harus menugaskan guru yang berlatar-belakang pengetahuan sosial untuk mengajarkan materi fisika?
Ketiga, semua guru adalah Guru BK; bersedia menempatkan siswa individu yang sedang tumbuh kembang dan membimbingnya agar dapat mencapai perkembangan optimal. Kenyataan yang sering terjadi saat ini, tugas seorang guru hanya mengajar di kelas saja; urusan akhlak, budi pekerti menjadi hal lain di luar tanggung jawab pengajaran. Padahal, hakekat sebuah lembaga pendidikan tidak saja menjadikan peserta didik pintar secara intelektual, tapi juga berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Menjadi tolak ukur kita sebagai pengajar di lembaga pendidikan Islam, sudah optimalkah usaha yang kita lakukan dalam rangka meningkatkan kualitas diri sebagai muslim.[13]
Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya “tidak sulit” menciptakan pendidikan Islam yang berkualitas sepanjang semua unsur terkait mau. Niat ikhlas, mencakup lurus beribadah pada Allah dan profesional, serta kerja yang benar-benar serius merupakan gerbang ke sana. Sebagai cermin, Islam zaman keemasan Islam pernah memiliki universitas-universitas besar dan sangat modern untuk masanya.

C.      Program Madin dan Peningkatan Kualitas Pendidikan Islam
Agar kualitas pendidikan islam pada Madrasah sesuai dengan apa yang seharusnya dan yang diharapkan oleh masyarakat, maka diperlukan suatu standar nasional yang menjadi patokan agar pada gilirannya setiap madrasah secara bertahap dibina untuk menuju tercapinya standar yang telah ditetapkan.[14] Kemudian program-program yang selalu diaplikasikan dengan berkesinambungan antara elemen-elemen yang terlibat didalamnya yang terbentuk dalam suatu kesatuan yaitu organisasi.
Kemudian suatu sistem pendidikan dapat dikatakan bermutu atau berkualitas, jika proses belajar mengajar berlangsung secara menarik dan menantang, sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan islam yang bermutu akan membuahkan hasil pendidikan islam yang bermutu dan relevan dengan pembangunan serta pendidiakan islam yang berkualitas. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan efisien perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidikan islam yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan kualitas pendidikan islam yang optimal, diharapkan akan dicapai keunggulan sumber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan islam dan umum, keterampilan serta keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus  berkembang.
Untuk mencapai tujuan pendidikan islam yang berkualitas diperlukan manajemen pendidikan yang dapat memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Manajemen pendidikan itu terkait dengan manajemen peserta didik yang isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya yang terbentuk dalam sebuah sistem. Adapun sistem dan model Pendidikan Islam yang sebenarnya menurut  Arifin, yaitu:
1.       Sisten adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari kompenen-kompanen yang masing-masing bekerja sendiri dalam fungsinya yang berkaitan dengan fungsi dalam komponen lainnya secara terpadu bergerak menuju ke arah satu tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi komponen-komponen yang bertugas sesuai dengan fungsunya, bekerja sama antara satu dengan yang lainnya dalam rangkaian sebagai suatu sestem yang mampu secra terpadubergerak ke arah tujuan dari sistem tersebut.
Maka dari itu, sistem pendidikan adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan dengan lainya untuk mengusahakan tercapinya tujuan pendidikan.
2.       Faktor atau unsur yang disistematiskan adalah proses kegiatan kependidikan dalam mencapai tujuannya. Pendidikan adalah salah satu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peran yang akan datang.[15]
Akan tetapi fakta-fakta dilapangan ditemukan sistem pengelolaan anak didik masih menggunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Adapun untuk ,engatasi persoalan ini lembaga pendidikan islam harus beerupaya mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan kreatif.[16] Kemudian merencanakan bentuk kurikulum yang besifat komprehensif sejalan dengan tuntutan zaman. Sejalan dengan ini, maka tujuan pendidikan islam masih perlu dirumuskan untuk tuntutan modernitas umat islam.
Dengan adanya kreativitas yang diimplementasikan dalam sistem pembelajaran, peserta didik nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan inovatif pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah. Di zaman yang sudah modern ini, pendidikan juga masih dianggap sebagai kekuatan utama dalam komunitas sosial untuk mengimbangi laju berkembangnya ilmu dan teknologi. Persepsi masyarakat ini kiranya telah mampu memobilisasi kaum cerdik cendikia untuk selalu merespon secara stimulan terhadap perkembangan dan sistem pendidikan berikut unsur-unsur yang terkait yang berpotensi positif bagi keberhasilan pendidikan.
Secara sosiologis pendidikan selain memberikan amunisi memasuki masa depan, ia juga memiliki hubungan dialektikal dengan tranformasi sosial masyarakat. Transformasi pendidikan selalu merupakan hasil dari trasformasi sosial masyrakat, dan begitupun sebaliknya. Berbagai pola dan corak sistem pendidikan menggambarkan corak dari tradisi dan budaya sosial masyarakat yang ada. Maka hal yang paling mendasar yang perlu diperhatikan adalah suatu sistem pendidikan dibangun guna melaksanakan “amanah masyarakat” untuk menyalurkan angota anggotanya ke posisi-posisi tertentu. Artinya, suatu sistem pendidikan bagaimanapun harus mampu menjadikan dirinya sebagai mekanisme alokasi posisional bagi civitas akademika untuk memasuki masa depannya. Banyak usaha telah dilakukan oleh para pemikir, praktisi dan pelaku pendidikan untuk mengkonstruksinya sebagai amunisi memasuki masa depan dan menjadikan pendidikan islam yang berkualitas.

BAB III
KESIMPULAN

Pada hakekatnya, pendidikan Islam jika dilihat dari latar belakang pendiriannya adalah pendidikan yang  lebih didasarkan atas niat dan motivasi masyarakat dalam rangka menerapkan nilai-nilai Islam. Hal tersebut dapat diketahui dari pelaksanaannya selama ini, yakni lebih ditekankan pada upaya membangun pengetahuan peserta didiknya dalam hal keagamaan dibandingkan dengan pengetahuan umum lainnya,  praktik pendidikan yang demikian, memang belakangan ini mendapat kritikan tajam dari berbagai pihak.Alasan  rasional yang melandasi kritik tersebut adalah karena model pendidikan demikian kurang merealitas dan hanya menyentuh aspek tertentu dari kehidupan manusia, tidak menyeluruh.
Akan tetapi pendidikan Islam telah merubah paradigma tersebut sehingga pendidikan Islam mempunyai peranan penting dalam membentuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berperilaku/akhlak mulia. Sampai saat ini, perbaikan dan pengembangan program serta peningkatan kualitas yang sangat urgen dilakukan oleh lembaga pendidikan islam. Akan tetapi jika pembelajaran Pendidikan Islam masih menggunakan pembelajaran konvensional, apakah mungkin dapat meningkatkan kualitas Pendidikan Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

Assegaf, Abdur Rahman, dkk. Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Suka Press, 2007.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milennium Baru. Jakarta: Logo Wacana Ilmu, 1999.

Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis (Penyelenggaraan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun diPondok Pesatren Salafiyah), Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama RI:2001.

Fadjar, A. Malik. Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan, 1999.

Shaleh, Abdur Rahman. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi dan Aksi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.


Internet:
Meningkatkan Kualitas Lembaga Pendidikan Islam, http://www.mailarchive.com/ikbal_ alamien@yahoogroups com/msg03547.html
 
Mendongkrak Kualitas Pendidikan Islam, http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A 4657_0_3_0_M






[1] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milennium Baru, (Jakarta: Logo Wacana Ilmu, 1999), 59.
[2] Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis (Penyelenggaraan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun diPondok Pesatren Salafiyah), (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama RI:2005), 12-13.
[3] Ibid. , 13.
[4] Ibid. , 15-16.
[5] Ibid. , 17-18.
[6] Ibid,. ,16-17.
[7] Ibid. , 20-21.
[8] Ibid. , 21.
[9] A. Malik, Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas (Bandung: Mizan, 1999), 16-17.
[10] Ibid. , 23-24.
[11] Abdur Rahman Assegaf, dkk. Pendidikan Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Suka Press, 2007), 54.
[12]Mendongkrak Kualitas Pendidikan Islam, http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A4657_0_3_0_M
[13]Meningkatkan Kualitas Lembaga Pendidikan Islam, http://www.mailarchive.com/ikbal_alamien@yahoogroups com/msg03547.html
[14] Abdur Rahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi dan Aksi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), XIII.
[15] Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 76.
[16] Ibid. , 55.