Wednesday, February 4, 2015

METODOLOGI DAN LANGKAH ANALISA PENELITIAN STUDI KASUS



BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan penelitiannya adalah studi kasus (Case Study). Menurut Nasir, studi kasus adalah “penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas”.[1] Penelitian jenis ini, dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi secara mendetail tentang latar belakang, sifat serta karakter yang khas dari kasus, atau pun status dari individu, yang kemudian dari sifat yang khas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.[2] Penelitian ini merupakan upaya untuk memahami suatu masalah secara mendalam yang menjadi fokus penelitian.
Dalam penelitian ini menjelaskan atau mendeskripsikan pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning dan faktor yang melatar belakangi serta respon siswa terhadap pembelajaran tersebut. Untuk mencapai maksud tersebut, maka peneliti menggunakan pendekatan studi kasus dengan harapan dapat memperoleh deskripsi dari hasil penelitian secara menyeluruh, mendalam dan dapat dipahami.

56
 
 
B.     Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yang berasal dari sumber data tertulis dan tidak tertulis. Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data-data tambahan seperti dokumen.[3] Dalam penelitian ini data utamanya adalah data tidak tertulis yang diperoleh dari pengamatan dan pengambilan foto pada saat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Kemudian para guru PAI kelas X, sebanyak 3 orang, yaitu: Drs. Basuni, M.Pd.I, Drs. Slamet Jainul Arifin dan Siti Shofiyah, S.Pd.I. Serta siswa kelas X dan kepala sekolah. Sumber dipilih melalui teknik purposive sampling, digunakan karena dilihat dari segi obyek yang dipilih.[4]
Sedangkan data tertulis sebagai sumber pendukung diperoleh melalui Silabus, RPP, dan hasil karya siswa berupa makalah atau rangkuman, daftar penilaian, kemudian dokumen-dokumen sekolah.[5] Hal ini dilakukan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan dalam menganalisis data untuk menemukan fokus penelitian.







C.    Metode Pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Observasi (Pengamatan)
Dalam teknik ini peneliti menggunakan teknik observasi lansung dengan membuat kunjungan lapangan terhadap kasus, dimana peneliti menciptakan kesempatan untuk observasi lansung.[6] Dengan maksud melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis untuk memahami gejala yang diselidiki atau diamati.
Pengamatan lansung dilakukan peneliti pada saat proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X SMA Negeri 1 Krian yang sedang berlansung selama 3 bulan. Dalam kurun waktu tersebut, peneliti mengamati 7-8 kali pertemuan/proses pembelajaran dalam setiap kelasnya. Observasi dilakukan untuk menggambarkan bagaimana proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X di SMA Negeri 1 Krian yang sedang berlansung.
Hasil pengamatan tersebut semuanya di catat dalam lembar catatan lapangan dan dibantu dengan daftar cek. Catatan lapangan berupa laporan langkah-langkah peristiwa dalam bentuk gambaran/deskripsi singkat tentang proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan selanjutnya dikembangkan oleh peneliti sesudah pengamatan dilakukan serta memberikan tanggapan sebagai bentuk refleksi dari hasil pengamatan tersebut. Kemudian daftar cek, diisi oleh peneliti untuk mengingatkan peneliti apakah seluruh aspek informasi sudah dijaring atau belum. Melalui pengamatan lansung diharapkan memperoleh temuan mendetail tentang peristiwa yang berkaitan dengan masalah penelitian.
2.      Interview (Wawancara)
Interview (wawancara) merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung.[7] Dengan teknik ini penulis memilih wawancara bertipe open-ended, dimana peneliti dapat bertanya kepada informan kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka tentang pristiwa tersebut.[8] Wawancara ditujukan kepada 3 (tiga) orang guru Pendidikan Agama Islam, siswa kelas X dan kepala sekolah.
 Dalam pelaksanaan wawancara, peneliti hanya mencatat hal-hal pokok atau kata-kata kunci dari jawaban informan dalam buku catatan. Kemudian setelah proses wawancara selesai, peneliti mendeskripsikan hasil wawancara ke dalam lembar catatan dengan format catatan lapangan. Setelah catatan lapangan selesai dibuat, peneliti memahami dan memberikan tanggapan pada lembar refleksi. Refleksi dimaksudkan untuk mengklarifikasi data-data yang diragukan dan membingungkan yang ada catatan lapangan.
3.      Dokumentasi 
Dokumentasi menurut Moleong adalah “setiap bahan tertulis maupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik”.[9] Dalam penelitian ini, dokumen yang akan dijadikan data pendukung dari hasil observasi dan wawancara adalah dokumen resmi. Dokumen resmi menururt Moleong ”terbagi atas dokumen internal dan dokumen eksternal”.[10]  
Dokumen yang dijadikan sumber dalam penelitian ini adalah dokumen internal. Penulis menggali data melalui Silabus, Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), hasil karya siswa berupa makalah atau rangkuman, daftar nilai dan dokumen-dokumen resmi sekolah serta dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Dokumen-dokumen tersebut dimaksudkan untuk membantu proses analisis dan menafsirkan data.
                
D.    Metode Analisis dan Interprestasi Data
Analisis data adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar”.[11] Setelah data-data terkumpul melalui observasi, wawancara dan analisis dokumen, maka selanjutnya menganalisis data-data tersebut. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif, yang dilakukan melalui tiga alur kegiatan. Sebagaimana yang diungkupakan Miles dan Huberman yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpilan atau verifikasi.[12] Dimana tiga janis kegiatan tersebut merupakan proses siklus dan interaktif.








 





Gambar 3.1. Komponen-komponen analisis data: model interaktif (Miles & Huberman, 2009. 20)

 Langkah analisis interaktif terdiri atas beberapa komponen kegiatan yang terkait satu sama lain, dimulai dari pengumpulan data kemudian mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.[13] Untuk lebih jelasnya, penulis menggambarkan sebagai berikut:
1.      Reduksi data
Reduksi data merupakan proses menyeleksi, menentukan fokus, menyederhanakan, meringkas dan mengubah bentuk data yang ada dalam catatan lapangan.[14] Dalam tahap ini, penulis mereduksi data dari hasil observasi, wawancara dengan 3 orang guru PAI, siswa kelas X serta kepala sekolah dan analisis dokumen berupa RPP dengan cara membuat ringkasan/abstaksi yang disusun melalui data-data yang terkumpul selama pengumpulan data berlansung dengan jalan menelaah dan memahami catatan-catatan lapangan yang telah ditulis, kemudian diwujudkan dalam bentuk kalimat faktual sederhana dan dibuatkan lembar refleksi bagi catatan lapangan yang memerlukan komentar peneliti. Kemudian diidentifikasi dengan jalan memberikan kode pada setiap lembar ringkasan/abstraksi. Setelah satuan data dikode, maka data tersebut akan mudah dipilah dan disortir untuk mempermudah peneliti memilih data yang dipakai dari sekian banyak data yang dikumpulkan, serta membuang data yang dianggap tidak perlu.
Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih spesisifk dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya atau data tambahan jika diperlukan. Karena semakin lama peneliti berada di lapangan, jumlah data akan semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Untuk itulah diperlukan reduksi data sehingga data tidak betumpuk dan mempersulit analisis selanjutnya.


2.      Penyajian data
Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian (display) data. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun secara sistematis yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.[15] Dalam langkah ini penulis menyajikan data dalam bentuk teks naratif. Teks itu muncul dalam bentuk catatan lapangan tertulis, yang disaring oleh peneliti dengan mengutip penggalan-penggalan berkode dan menarik kesimpulan.[16] Penyajian data dalam bentuk teks naratif tersebut akan memudahkan peneliti untuk memahami data-data penelitian.
Selanjutnya peneliti menyusun data-data yang relevan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan. Adapun langkahnya dilakukan dengan cara menarasikan data secara sistematis untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindak lanjuti untuk mencapai tujuan penelitian, hal ini dilakukan sebagai upaya atau langkah penting menuju tercapainya analisis.


3.      Kesimpulan/verifikasi data
Kegiatan ketiga dari analisis data adalah penarik kesimpulan/verifikasi. Tahap ini sebagian dari suatu kegiatan konfigurasi yang utuh berdasarkan temuan-temuan selama penelitian berlansung.[17] Pada langkah penarikan kesimpulan/verifikasi ini, peneliti berusaha mencari makan dari data yang diperoleh untuk mengambil kesimpulan dan tetap terbuka untuk menerima masukan data, untuk mencari makna sesuai dengan fokus penelitian.
Disamping itu, untuk mengetahui kualitas data, peneliti menggunakan teknik triangulasi dalam mengecek kriteria keabsahan data. Dalam hal ini, penulis melakukan beberapa teknik triangulasi, diantaranya:
a.       Triangulasi dengan sumber dimanfaatkan untuk menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.[18] Langkah-langkanya yang dilakukan peneliti yaitu dengan membandingkan data observasi dengan wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen terkait.
b.      Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data  dengan cara yang berdeda. Dalam hal ini, peneliti menggunakan menggunakan wawancara dan observasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
c.       Triangulasi dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya, hal ini dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data.[19] Dalam penelitian ini, dosen pembimbing bertindak memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data. Dengan alasan pembimbing penelitian ini telah memiliki pemahaman dan pengalaman penelitian. Teknik ini dilakukan dengan tujuan memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian.
d.      Tiangulasi dengan teori, menurut Liccon dan Guba berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak bisa diperiksa derajat kepercayaanya dengan satu atau lebih teori. Sedangkan Patton, dalam hal ini menamakan penjelasan banding.[20] Adapun maksud dan tujuannya adalah untuk membandingkan rumusan data dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan dan meningkatkan kedalaman pemahaman atas data yang diperoleh. Langkah yang ditempuh peneliti dalam tahap ini adalah membandingkan data atau temuan lapangan dengan perspektif teori yang relevan dengan penelitian ini.


Dengan mengkonfirmasi makna setiap data yang diperoleh dengan menggunakan teknik ini, peneliti bertujuan ingin memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk mendukung tercapainya fokus penelitian. Dalam penelitian ini, penulisan interprestasi data berdasarkan data dari observasi dan wawancara serta analisis dokumen yang telah direduksi dan disajikan secara sistematis.
Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek, direduksi, disajikan dalam bentuk teks naratif dan penarikan kesimpulan/diverifikasi serta diperiksa keabsahannya. Sehingga penulis mengerti dan mendalami benar permasalahanya dan tidak diragukan data-datanya. Dari proses tersebut penulis berusaha mendapatkan gambaran dan makna yang mendalam mengenai pengalaman dari subjek yang menjadi fokus penelitian. Kemudian gambaran dan makna tersebut didalamnya mencakup hasil penelitian yang diurai secara deskriptif.


[1] Moh. Nazir, Metode Penelitian, Cet. 3 (Ciawi: Ghalia Indonesia, 1988), 66.
[2] Ibid. , 66-67.
[3] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2006), 157.
[4] Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1998) , 224.
[5] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 28.
[6] Robert K. Yin, Studi Kasus Desai dan Metode, Ter. M. Djauji Mudzakir (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 112.
[7]Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 63.
[8]Yin, Studi Kasus Desai dan Metode, 108-109.
[9] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 216-217.
[10] Ibid. 219,
[11] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 103.
[12] Ibid. , 17.
[13] Matthew B. Miles, A. Michel Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Press, 2009), 16.
[14] Herawati Susilo, dkk., Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru Dan Calon Guru, ed. Setiyono Wahyudi, dkk. (Malang: Bayu Media, 2008), 103.
[15] Miles, Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, 17.
[16] Ibid. , 137.
[17] Ibid. , 19.
[18] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 330.
[19] Ibid. , 331.
[20] Ibid. , 331.

PROPOSAL TESIS : PEMBELAJARAN PAI BERBASIS HUMANISTIK DENGAN PENDEKATAN ACTIVE LEARNING



PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BERBASIS HUMANISTIK DENGAN PEDEKATAN ACTIVE LEARNING
(Studi Kasus di SMA Negeri 1 Krian )


A.    Latar Belakang
Kedudukan Pendidikan Agama Islam dianggap sangat penting bagi setiap kehidupan manusia, tetapi pada kenyataannya baru diposisikan sebatas sebagai pelengkap dari yang lain. Akibatnya banyak fenomena aksi-aksi kekerasan dan intoleransi oleh sebagian umat Islam atas nama agama. Para ahli psikologi pendidikan cenderung melihat fenomena tersebut bersumber pada kegagalan proses pendidikan humaniora atas kegagalan sekolah dalam memanusiakan anak didik.[1] Tuduhan ini tampaknya cukup beralasan, apalagi jika Pendidikan Agama Islam di sekolah hanya diposisikan sebagai pelengkap dari pelajaran yang lain.
Akan tetapi disisi lain, Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu mendidik peserta didik supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal shaleh dan berakhlak mulia, sehingga peserta didik menjadi salah satu anggota masyarakat yang sanggup berdiri diatas kakinya sendiri, mengabdi kepada Allah, dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.[2]
1
 
Oleh karena itu, perhatian pada Pendidikan Agama Islam itu dapat diwujudkan dengan merumuskan dan menetapkan beberapa prinsip yang mendukung penerapan Pendidikan Agama Islam, sehingga sekolah tersebut bernuansa agamis, bukan saja dalam bentuk formal, akan tetapi terjadinya proses penanaman nilai-nilai keberagamaan dalam prilaku dan kepribadian peserta didik.
Pendidikan pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga menjadi yang terbaik sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Abraham Maslow, memahami ini sebagai proses “aktualisasi diri” (self actualization) meyakinkan bahwa setiap orang hendaknya berusaha merefleksikan semua yang bisa dilakukan dalam hidup.[3] Dengan demikian pendidikan hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain.
Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli filsafat pendidikan yang menyatakan bahwa merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia, hakikat, sifat dan karakteristik, dan tujuan hidup manusia itu sendiri.[4] Kemudian dalam Artikel 26 ayat (2) Universal Declaration of Human Rights (UDHR) juga disebutkan bahwa “pendidikan harus diarahkan untuk pengembangan sepenuhnya kepribadian seseorang sebagai manusia dan untuk memperkokoh hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan dasar”.[5]
Dengan makna tujuan pendidikan tersebut, berbagai alternatif pendekatan telah diupayakan, untuk menciptakan pendidikan yang dipercaya dapat membentuk sikap, karakter, prilaku untuk membentuk manusia yang otentik. Termasuk pendidikan berbasis humanistik, aliran psikologi humanistik[6] dalam perkembangannya telah menerapkan prinsip-prinsipnya kedalam beberapa bidang keilmuan, termasuk salah satunya adalah pendidikan.[7]
Ide pokok pembelajaran humanistik dalam pembelajaran adalah bagaimana siswa belajar mengarahkan diri sendiri, sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar dari pada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar.[8] Menurut hasil penelitian Glasser, dalam konsep tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi perlibatan siswa secara aktif, relevansi serta penggunaan pendekatan pemecahan masalah dan metode yang cukup efektif digunakan adalah diskusi kelompok.[9] Ali juga berpendapat, pusat belajar humanistik yang terpenting adalah proses berfikir.[10] 
Kemudian menurut para pendidik humanistik, dalam konsep pembelajran humanistik hendaknya guru lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu dan menguntungkan, kejujuran, dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran.[11] Menurut Willis Harman (1971), tujuan pembelajarannya adalah ”menjadi manusia yang otentik”.[12]
Sebab teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Glasser berpendapat, hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing di depan kelas.[13] Dalam konteks pembelajaran ini guru bertindak sebagai fasilitator.[14] Dengan tujuan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya untuk mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.[15]
Banyak model pembelajaran humanistik yang telah diterapkan, termasuk Experiental Learning, dimana tujuan pembelajarannya adalah siswa memiliki keterampilan transfer of learning, sehingga diharapkan dapat mentrasfer ilmu pengetahuan dalam kehidupan nyata.[16] Experiental Learning mencakup beberapa model pembelajaran, salah satunya adalah active learning yang orientasinya lebih banyak menekankan pada keaktifan dan kemandirian siswa sebagai subjek dalam pembelajaran dan bertujuan mengaplikasikan apa saja yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan dalam kehidupan nyata.[17]
Dalam buku Active learning, Melvin mengungkapkan berkat pengaruh Piaget, Montessori dan lain-lain. Guru dalam pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar telah lama mempraktekkan belajar aktif, dengan tujuan anak-anak bisa belajar dengan sangat baik dari pengalaman nyata berlandaskan kegiatan.[18]
Pada dasarnya active learning adalah satu model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dan guru secara maksimal, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, dan mengkontrol kegiatan pembelajaran siswa. Kemudian siswa sendiri berkompetisi diantara masing-masing untuk memperebutkan pemahaman yang sebenarnya atas materi yang diajarkan dan dimanifestasikan dalam kehidupan nyata. Sehingga model pembelajaran aktif termasuk salah satu dari beberapa bentuk pembelajaran yang humanistik[19], dengan pembelajaran aktif peserta didik mampu menggali potensi yang dimiliki untuk menjadi manusia yang otentik.
Hal ini senada dengan hasil penelitian Skripsi yang ditulis oleh Yuyun Wahyudin dalam abstraksi skripsinya yang bejudul “Implikasi teori belajar humanistik Carl Ransom Rogers terhadap metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam” yang menjelaskan dalam “implementasi pembelajaran humanistik metode-metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah metode tanya jawab, metode diskusi, metode pemecahan masalah, dan metode demonstrasi. Keseluruhan metode tersebut termasuk dalam strategi pembelajaran aktif,[20] Sehingga posisi guru menjadi fasilitator, motivator, dan stimulator”.[21]
Memang tidak mudah dalam menentukan pendekatan dan model pembelajaran, apalagi belum seluruh pendekatan dan model pembelajaran dapat menciptakan manusia sebagai manusia yang sesungguhnya, meskipun berbagai pendekatan, strategi dan model pembelajaran telah banyak diterapkan dalam proses pembelajaran. Hal itu disebabkan, masih banyak bentuk atau model yang diterapkan dalam proses pembelajaran dengan tujuan sekedar mentransfer pengetahuan saja, sehingga menghasilkan kwalitas pembelajaran masih dalam tingkat kognitif. Akibatnya menghasilkan pula pengalaman belajar yang kurang dipahami dan bermakna, untuk diterapkan dalam kehidupan nyata.
Lain halnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri Krian, pembelajaran aktif adalah salah satu upaya untuk menggali potensi yang ada dalam diri peserta didik yang diaktualisasikan dalam bentuk tanya jawab, diskusi, praktek serta demonstrasi dan beberapa pembelajaran aktif lainnya. Sehingga peserta didik mampu memahami materi dari sebuah proses belajar dimana dalam proses belajar tersebut mereka sebagai subyek belajar (students center). Selanjutnya dari pengetahuan yang didapat dari proses belajar tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam posisi ini, guru bertindak sebagai fasilitator atau rekan yang telah berpengalaman.
Memahami model pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilakukan di SMA Negeri 1 Krian, menunjukkan sebuah proses pembelajaran yang mengarah pada teori pembelajaran berbasis humanistik. Dimana pembelajaran humanistik menutut adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, oleh karena itu siswa tidak menjadi penerima pasif dalam proses pembelajaran. Dengan model pembelajaran aktif siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan mampu menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Kaitannya dengan ini, aliran humanistik juga berasumsi manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kebebasan untuk mengarahkan, mengatur, menentukan kebutuhan-kebutuhan dirinya.[22] Sehingga menjadikan manusia sebagai dirinya sendiri, ini adalah tujuan belajar humanistik. Dalam konteks ini, Malik Fajar memahami sebagai bentuk “Manusia utuh”.[23]
Dengan demikian kondisi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Krian, siswa aktif dalam proses pembelajaran dengan melakukan sebagian besar aktivitas belajar, sehingga pembelajaran bukan sebagai transformasi ilmu pengetahuan saja. Tetapi lebih dari itu, proses belajar merupakan bagian dari pengembangan potensi yang dimiliki oleh peserta didik dan nilai-nilai kemanusiaan.
Dari uraian dan hasil kajian diatas, penulis mengangkat sebuah judul “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Humanistik Dengan Pendekatan Active Learning” merupakan upaya untuk memahami sebuah konsep pembelajaran yang memfokuskan pengembangan kepribadian, keterampilan atau potensi dan pengetahuan siswa dalam konsep pembelajaran aktif yang kemudian mampu diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari.




B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaiamana pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian?
2.      Apa faktor yang melatar belakangi pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian?
3.      Bagaimana hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan penelitian        
a.       Untuk memahami pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis Humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian.
b.      Untuk memahami faktor yang melatar belakangi diterapkannya pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian
c.       Untuk memahami hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian
2.      Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk:
a.       Teoritis
Memberikan konstribusi khasanah ilmu pengetahuan khususnya di dunia pendidikan yang berkaitan dengan penentuan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan pembelajaran aktif dari hasil penelitian ini.
b.      Praktis
1)      Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan keilmuan bagi peneliti tentang pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humianistik dengan pendekatan pembelajaran aktif. Serta memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana strata dua (S-2) Magister Pendidikan Islam pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
2)      Bagi almamater
Memperbanyak perbendaharaan karya ilmiah di perpustakaan Univesitas Muhammadiyah Sidoarjo serta berguna bagi pengembangan ilmu pendidikan, refrensi atau literatur dan berguna untuk bahan rujukan penelitian selanjutnya.
3)      Bagi obyek penelitian (SMA Negeri 1 Krian)
Memberikan paradigma dan pendalaman model pembelajaran bagi guru, sehingga mampu memberikan sebuah alternatif yang mengarah pada model pendidikan berbasis humanistik dalam proses pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
4)      Bagi masyarakat
Sebagai bahan informasi betapa pentingnya sebuah proses pembelajaran yang melibatkan potensi mental maupun fisik untuk mentransformasi sebuah pengetahuan yang dimiliki untuk kemudian dimanifestasikan dalam bentuk prilaku atau aktifitas.

D.    Kajian Pustaka
  1. Teori belajar humanistik
Teori humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya serta mengembangkan kemampuan tersebut, dengan proses aktualisasi diri subyek didik.[24] Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Oleh karena itu, psikologi humanistik menuntut adanya perubahan dalam pemikiran tradisional yang berkaitan dengan latihan guru-guru dan modifikasi metode-metode dalam pembelajaran.[25]
Akan tetapi yang perlu dipahami, para ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa pada hakikatnya pendidikan humanistik bukanlah sebuah strategi belajar, melainkan sebagai sebuah filosofi belajar yang sangat memperhatikan keunikan-keunikan yang dimiliki oleh siswa, karena setiap siswa mempuyai cara sendiri untuk mengkonstruk pengetahuan yang dipelajaranya.[26] Sehingga dalam proses pembelajaran, para pendidik humanistik disarankan menggunkan sebuah metode yang dapat mengasah keunikan-keunikan tersebut.
Istilah humanistik dalam teori psikologi adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia”[27] Sedangkan dalam konteks pembelajaran menurut Nashir Ali, adalah “belajar ilmiah dengan menerapkan metode skeptis[28] yang mendorong manusia lebih berfikir, lebih menggali segala informasi, untuk mendapatkan jawaban yang menyakinkan”.[29]

Pengertian yang diungkapkan oleh Ali nampaknya senada dengan prinsip dasar psikologi humanistik dalam dunia pendidikan khususnya proses pembelajaran di sekolah. Pertama, memfokuskan pada peran pendidikan dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa. Kedua, lebih memfokuskan pada hasil afektif, belajar bagaimana meningkatkan kreatifitas dan potensi siswa. Dalam konsep inilah yang disebut dengan gerakan pendidikan humanistik.[30] Karena dalam pandangan pendidikan humanistik proses belajar bukan hanya sebagai sarana transformasi ilmu saja, akan tetapi proses pembelajaran merupakan bagian dari mengembangkan nilai-nilai atau potensi yang dimiliki manusia.
Kemudian Combs berpendapat, belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.[31]
Sehingga dalam pendidikan humanistik, proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Kemudian siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Sedangkan tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka dengan cara atau metode tertentu.
Bersama dengan Snygg (1904-1967), Combs mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Makna atau arti, adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.[32]
Kemudian Maslow, teori humanistik dalam dunia pendidikan telah diterapkan sejalan dengan berkembangnya teori tersebut. Dalam hal ini, Teori humanistik menururt Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal, yaitu: suatu usaha yang positif untuk berkembang dan kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Menururt Maslow, bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.[33]
Memang pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).[34] Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhartikan oleh guru pada waktu mengajar, sehingga motivasi sangat diperlukan untuk membantu peserta didik dalam upaya aktualisasi diri.
Selain beberapa tokoh humanistik yang dikemukakan diatas, tercatat juga nama Carl Rogers. Menurut Rogers, guru harus memperhatikan prinsip humanistik dalam pembelajaran. Dengan prinsip tersebut, berarti belajar humanistik menekankan bahwa menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
  1. Aplikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran
Psikologi humanistik dalam proses belajar memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai subyek dalam pembelajaran. Adapun impilikasinya adalah:
a.       Guru Sebagai Fasilitator
Pada hakikatnya seorang pendidik adalah seorang fasilitator. Fasilitator baik dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik, maupun konatif. Seorang pendidik hendaknya mampu membangun suasana belajar yang kondusif untuk belajar. Guru hendaknya mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai kegiatan eksplorasi diri.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator, diantaranya adalah:
1)      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2)      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3)      Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4)      Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5)      Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6)      Menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7)      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8)      Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9)      Tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10)  Berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.[35]
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar, dimana fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, mengorganisasi proses pembelajaran, membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan dan juga tujuan-tujuan kelompok. Sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
b.      Aplikasi teori humanistik terhadap pembelajaran siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari pada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1)      Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2)      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.
3)      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4)      Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5)      Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6)      Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7)      Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8)      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.[36]

Kemudian Honey dan Mumfrod, dalam belajar humanistik siswa digolongkan menjadi  empat tipe, yaitu:
1)      Siswa tipe aktivis, siswa yang suka melibatkan diri dengan pengalaman-pengalaman baru, cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak dialog.
2)      Siswa tipe reflektor, cenderung berhati-hati dalam mengambil langkah.
3)      Siswa tipe teoris, siswa berfikir kritis, senang menganalisis dan tidak menyukai pendapat yang bersifat obyektif.
4)      Siswa tipe prakmatis, menaruh perhatian besar pada aspek praktis. Bagi siswa sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik jika bisa dipraktekkan.[37]
Teori humanistik merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan mengembangkan potensi tersebut. Dengan mengusahakan partisipasi aktif, mendorong siswa untuk peka berpikir kritis dan mengemukakan pendapat, serta memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai kemampuannya dan evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa. Dalam hal ini, psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.


  1. Indikator keberhasilan belajar humnaistik
Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Oleh karena itu, dalam mendidik seseorang kita hendaknya mampu menerima diri sebagaimana adanya dan kemudian mengungkapkannya secara jujur.
Mendidik tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta didik, namun mendidik merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuh kembangkan dirinya secara optimal. Kemudian proses pembelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk tumbuh kembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.[38]
Pada dasarnya individu memiliki kemampuan atau potensi dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah – masalah psikisnya asalkan pembimbing mampu menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri. Sehingga dalam proses pembelajaran humanistik guru diharapkan mampu berperan sebagai sumber, yang mampu memberikan bahan pelajaran yang menarik. Melalui situasi dan kondisi yang demikian diharapkan guru mampu untuk mendorong serta membantu siswa mengaktualisasikan diri.[39]
Sehingga proses belajar humanistik tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Keberhasilan aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, jika guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing di depan kelas.
Dengan demikian siswa akan maju menurut iramanya sendiri, dengan suatu perangkat materi yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mecapai suatu perangkat tujuan yang telah ditentukan pula. Serta para siswa bebas menentukan cara mereka sendiri dalam mencapai tujuan mereka.
Dalam hal ini ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran humanistik, diantaranya yaitu catatan anekdotal, adalah catatan pengamatan informal, yang antaranya dapat mengambarkan perkembangan sosial subjek didik. Catatan-catatan ini biasanya berupa komentar singkat yang sangat spesifik mengenai yang dikerjakan dan perlu dikerjakan oleh peserta didik, dan catatan ini dapat dibuat melalui beberapa setting pada saat proses diskusi, kerja mndiri, menulis laporan, dan sebagainya.[40]
Kemudian partisipasi subyek didik dalam diskusi, merupakan sumber data evaluasi yang baik. Lewat kegiatan ini, pendidik mampu memahami hambatan-hambatan yang dihadapi perseta didik, misalnya keberaniannya mengungkapkan pendapat, kemampuan menanggapi pendapat, kepedulian threaded teman yang belum memperoleh kesempatan dalam berpartisipasi. Dengan demikian pendidik akan lebih mudah dalam menindak lanjutinya dengan memberikan bimbingan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan individu ataupun kelompok.[41]
Tujuan pembelajaran humanistik lebih menekankan pada ranah afektif, adapun tujuan afektif berhubungan dengan nilai, sikap, perasaan, emosi, minat, motivasi, apresisai, kesadaran diri, dan sebagainya. Sehingga dilakukan evaluasi untuk mengetahui hasil atau tingkat ketercapaian tujuan. Oleh karena itu, evaluasi perlu dilengkapi dengan kemampuan dalam merumuskan tujuan.
  1. Pendekatan belajar aktif (active learning)
Pendekatan adalah suatu pandangan dalam mengupayakan cara siswa berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara Percival dan Ellington (1998), mengemukakan dua kategori pendekatan yaitu, pendekatan berorientasi pada guru (teacher oriented) dan berorientasi pada siswa (leaner oriented).[42] Sedangkan pendekatan belajar aktif (active learning) adalah pendekatan dalam mengelola sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar aktif melalui belajar yang mandiri.[43] Dapat dipahami, pendekatan belajar aktif adalah satu model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dan guru secara maksimal, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, dan siswa berkompetisi di antara masing-masing untuk memperebutkan pemahaman yang sebenarnya atas materi pembelajaran.
Kemudian Zaini  juga menjelaskan, yang dimaksud pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif, dengan menggunakan otak untuk menemukan ide pokok dari materi pembelajaran, memecahkan masalah atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari dari kehidupan nyata.[44]
Pembelajaran aktif menurut Baharuddin adalah belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa, akan tetapi belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Sehingga pada saat kegiatan pembelajaran itu aktif, siswa melakukan sebagian besar kegiatan belajar.[45] Melvin juga menambahkan, kegiatan belajar aktif adalah kegiatan yang membantu siswa memahami perasaan, nilai-nilai dan sikap mereka.[46]
Sehingga yang dimaksud pendekatan pembelajaran aktif adalah suatu proses pembelajaran dengan maksud untuk memberdayakan peserta didik agar belajar untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi mental dan fisik yang dimiliki oleh anak didik, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Belajar aktif memperkenalkan pendekatan yang lain dari pada gambaran rutin pembelajaran yang sekarang ini banyak terjadi. Dalam belajar aktif, menuntut keaktifan guru dan juga siswa, belajar aktif juga mengisyaratkan terjadinya interaksi yang tinggi antara guru dan siswa. Belajar aktif dapat dilakukan dalam satu mata pelajaran saja atau bahkan satu pokok bahasan saja, tanpa harus terganting dengan pelajaran lain atau pokok bahasan lain. Hal yang paling perlu menjadi acuan dalam setiap kondisi adalah tujuan intruksional yang akan dicapai dalam belajar aktif.[47]

Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang mereka miliki. Disamping itu, siswa secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat dilingkungan sekitarnya, lebih terlatih untuk memprakarsa, berfikir secara sistematis, kritis dan tanggap, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan sehari-hari melalui penelusuran informasi yang bermakana.
  1. Pembelajaran berbasis humanistik dengan pendekatan active learning
Dalam proses pembelajaran, terdapat tiga kegiatan utama yang saling berpengaruh. Ketiga komponen tersebut adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiga komponen tersebut memiliki interelasi. Perencanaan pembelajaran adalah faktor penting yang berpengruh terhadap peningkatan hasil belajar, karena perencanaan meliputi bagaimana melakukan pemilihan pendekatan, metode, penetapan dan strategi pembelajaran, hal ini termasuk dalam perencanaan pembelajaran.
Dengan perencanaan pembelajaran, aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru bertujuan lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial, termasuk materi pembelajaran.
Para pendidik hanya membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Indikator keberhasilan dari teori ini adalah, siswa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir siswa, serta meningkatnya kemauan sendiri. Menurut Rogers, siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan belajar bebas, dan siswa diharapkan berani bertanggungjawab atas keputusan yang diambil.[48]
Pendekatan pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanistik adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif.
Pendidik bertindak sebagai fasilitator dan rekan dialog, pendekatan reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri, sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktulisasi diri). Dengan demikian pendidik tidak mengambil alih tangungjawab, melainkan sekedar membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaaran humanistik adalah pendekatan yang perpusat pada siswa (student center). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa pendidik menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya. Komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan yang berpusat pada siswa, sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang efektif, peserta didik akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya dan kemudian memfungsikan dirinya di dalam masyarakat secara optimal.
Kemudian pelaksanaan adalah metode pembelajaran yang termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran. Banyak strategi dan metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pendekatan yang berotientasi pada siswa. Salah satunya adalah diskusi dan tanya jawab seperti yang diterapkan dalam pembelajaran aktif, dengan diskusi siswa dapat berfikir kritis, mengeksperesikan pendapat secara bebas, mengembangkan pikiran untuk memecahkan masalah bersama. Selain itu, dengan diskusi dapat melibatkan semua siswa secara lansung dalam proses pembelajaran, mengambangkan cara berfikir kritis dan ilmiah serta menunjang pengembangan sikap sosial dan demokratis siswa. Kemudian dengan tanya jawab, guru dapat mengajak siswa untuk berfikir dalam meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan menentukan jawabannya.
Sedangkan peran guru dalam diskusi, memfasilitasi penentuan masalah merencanakan diskusi dengan menentukan tujuan serta memfasilitasi pembagian kelompok. Selain itu, guru juga harus mengkontrol kegiatan diskusi serta menentukan fokus dalam pembelajaran. Model pembelajaran diskusi sebagian in put pembelajaran berasal dari siswa, mereka secara aktif berupaya meningkatkan pembelajaran mereka dan diharapkan mereka dapat berkembang dengan segala potensi yang mereka miliki. Kemudian dalam pembelajaran siswa merasa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan mencoba berfikir kreatif, kritis dan ilmiah.
Setelah proses pembelajaran sudah dilakukan, tahap selanjutnya komponen adalah hasil belajar yang dilalui dengan cara mengevaluasi. Dimana hasil pembelajaran adalah akibat yang ditimbulkan dari penentuan dan penerapan metode serta srtategi pembelajaran. Dalam pembelajaran humansitik, hasil belajar dapat ditentukan dengan rumusan tujuan pembelajaran dan dapat diukur melalui teknik catatan anekdotal serta partisipasi keaktifan siswa saat proses pembelajaran berlansung dan penilaian hasil kerja siswa baik individu maupun kelompok. Kemudian hasilnya dapat digambarkan sesuai dengan kemajuan siswa dan perkembangan kompetansi yang dimiliki serta hasil diberikan sesuai dengan perolehan prestasinya.
Agar hasil ini dapat tercapai maka dalam pembelajaran humanistik mengembangkan cara belajar dan berpikir aktif, positif serta keterampilan atau kompetensi guru yang memadai adalah upaya untuk memfasilitasi siswa dalam mengaktualisasikan potensi yang meraka miliki dengan kagiatan yang terencana secara sistematis.
  1. SMA Negeri 1 Krian
SMA Negeri 1 Krian berlokasi di desa Kraton, tepatnya Jalan Gub. Soenandar Prijosudarmo nomor 05, kecamatan Krian, kabupaten Sidoarjo. SMA Negeri 1 Krian didirikan pada tahun 1979 yang diresmikan oleh gubernur Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Timur Bapak Ir. Soenandar Prijosudarmo pada hari Senin tanggal 07 September 1981.  Pada awalnya sangat sulit menumbuhkan semangat belajar tingkat SMA pada masyarakat Krian. Namun pada perkembangannya  SMA tertua kedua di Sidoarjo ini telah banyak mengukir prestasi baik tingkat Kabupaten maupun Nasional.[49]
Dalam sejarah perkembangannya, sejak tahun 2007 SMA Negeri 1 Krian ditunjuk oleh Direktorat pembinaan SMA Dinas Pendidikan Nasional sebagai salah satu Rintisan SMA Bertaraf Internasional. Kemudian setahun berikutnya SMA Negeri 1 Krian meraih nilai A untuk penyelenggaraan RSBI-nya. Sedangkan untuk Akreditasi Sekolah SMA Krian meraih nilai 86 pada tahun 2008 dan 98 pada tahun 2009. Sementara untuk penilaian kinerja RSBI pada tahun 2009 SMA Krian mendapat nilai A+.[50]
Harapan di tahun-tahun selanjutnya SMA Negeri 1 Krian mampu menjadi sekolah yang benar-benar bertaraf Internasional. Untuk memenuhi harapan tersebut berbagai daya dan upaya telah dilakukan oleh sekolah maupun komite sekolah. Diantaranya penyelenggaraan kursus bahasa Inggris, pendalaman meteri dengan bekerjasama dengan pihak ketiga dan pembenahan berbagai sarana dan prasarana sekolah.[51]
Pada tahun pelajaran 2010-2011 ini, SMA Negeri 1 Krian menerima siswa baru sejumlah 288 siswa yang dibagi menjadi 9 kelas, keseluruhnya disaring melalui seleksi mandiri. Mulai tahun 2009 SMA Negeri 1 Krian telah menyelenggarakan R-SMA-BI by school artinya, mulai tahun 2009 sudah tidak ada siswa reguler.

E.     Metode Penelitian
1.      Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, jenis penelitiannya adalah studi kasus (Case Study). Dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas.[52] Model pendekatan ini merupakan upaya untuk memahami suatu masalah secara mendalam yang menjadi fokus penelitian.
2.      Jenis dan sumber data
Jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-data kualitatif, yang berasal dari sumber data tertulis dan tidak tertulis. Data tidak tertulis diperoleh dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dan wawancara 3 (tiga)  orang guru Pendidikan Agama Islam kelas X, siswa kelas X serta kepala sekolah. Sumber dipilih melalui teknik purposive sampling, digunakan karena dilihat dari segi obyek yang dipilih.[53]
Sedangkan data pendukung diperoleh melalui analisis teks berupa sumber-sumber tertulis dengan cara mempelajari buku-buku, jurnal ilmiah, dan dokumen-dokumen sekolah yang ada kaitannya dengan pokok bahasan.[54] Hal ini dilakukan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan dalam menganalisis data untuk menemukan fokus penelitian..
3.      Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data. Adapun teknik yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:


a.       Observasi (Pengamatan)
Dalam teknik ini peneliti menggunakan teknik observasi lansung dengan membuat kunjungan lapangan terhadap situs studi kasus, dimana peneliti menciptakan kesempatan untuk observasi lansung.[55] Dengan maksud melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis untuk memahami gejala yang diselidiki. Pengamatan dilakukan pada saat proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X SMA Negeri 1 Krian yang sedang berlansung selama 3 bulan.
b.      Interview (Wawancara)
Interview (wawancara) merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung.[56] Dalam teknik ini penulis memilih wawancara bertipe open-ended, dimana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka tentang pristiwa tersebut.[57] Dalam teknik ini, wawancara ditujukan kepada guru Pendidikan Agama Islam kelas X, siswa kelas X dan kepala sekolah.
c.       Dokumentasi 
Teknik dokumentasi menurut Moleong adalah “setiap bahan tertulis maupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik”.[58] Dengan teknik ini, penulis akan mencari data melalui Silabus, Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), daftar nilai, hasil karya atau rangkuman siswa dan dokumen-dokumen resmi sekolah serta dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk menafsirkan dan memperdalam analisis data.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   
4.      Teknik analisis dan interprestasi data
Setelah data-data terkumpul melalui observasi, wawancara dan analisis dokumen, maka  selanjutnya menganalisis data-data tersebut. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif, menggunakan model analisis interaktif.
Analisis interaktif tersebut terdiri atas tiga komponen kegiatan yang terkait satu sama lain, yakni reduksi data, paparan data dan penarikan kesimpulan.[59] Analisis model ini merupakan suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.

Langkah analisis berikutnya adalah triangulasi data, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.[60] Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik jenis triangulasi metode digunakan untuk data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian yang diragukan kebenarannya., sedangkan triangulasi sumber dimanfaatkan untuk menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan dokumen tertulis dan tiangulasi teori untuk membandingkan rumusan data dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan.[61] Hal itu dilakukan untuk mencari makna sesuai fokus penelitian, kemudian disajikan dalam bentuk uraian deskriptif.

F.     Sistematikan Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini meliputi beberapa bab dan sub bab yang terinci sebagai berikut:     
BAB I       : PENDAHULUAN
Dalam bab ini memuat, latar belakang, lingkup penelitian, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian.
BAB II      : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat; Tinjauan pustaka isinya memuat beberapa literatur yang dikembangkan secara sistematis dan ada relevansinya dengan penelitian ini. Kemudian Hasil temuan terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.  Serta landasan teori yang diperluas dan disempurnakan, kurang lebih mencakup beberapa hal. Diantaranya adalah; hasil penelitian terdahulu, pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yang meliputi: pengertian dan komponen pembelajaran, pengertian dan tujuan, serta pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Kemudian teori belajar humanistik, penerapan pembelajaran humanistik, serta indikator keberhasilan dalam pembelajaran humanistik.
Selanjutnya Active learning yang meliputi pengertian active learning, model dan strategi pembelajaran active learning, kemudian definisi teori pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik berdasarkan pendekatan active learning.
BAB III    : METODOLOGI POENELITIAN
Dalam bab ini memuat tentang metode penelitian diantaranya meliputi: jenis penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis serta interprestsi data
BAB IV     : PENYAJIAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini memuat temuan-temuan di lapangan, Kancah penelitian, meliputi, sejarah berdirinya dan letak geografis SMA Negeri 1 Krian, struktur kurikulum SMA Negeri 1 Krian, tujuan program Rintisan SMA Bertaraf Internasional, keadaan guru SMA Negeri 1 Krian, keadaan siswa SMA Negeri 1 Krian, dan keadaan sarana dan prasarana SMA Negeri 1 Krian. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian. Latar belakang diterapkannya Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian, serta hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis humanistik dengan pendekatan active learning di SMA Negeri 1 Krian
      BAB IV    : PENUTUP
      Bab ini memuat, simpulan dan saran














Daftar Pustaka

Ali, M. Nashir. Belajar Sepanjang Hayat. t.t. UHAMKA Press, 2005.

Anshori, Isa. Perencanaan Sistem Pembelajaran. Sidoarjo: UMSIDA Press,  2008.

Bawani, Imam. Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan. Surabaya: Bina Ilmu, 1985.

Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.

Danim, Sudarwan. Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Fajar, A. Malik. Holistika Pemikiran Pendidikan, ed. Ahmad Barizi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

G. Goble, Frank. Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. ter. Dr. A. Supratiknya, Yogyakarta: KANISIUS, 1987.

Hall, Calvin S., & Lindzey, Gardner. Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Dr. A. Supratiknya (ed.), Jogjakarta :Kanisius, 1993.

Jainuri, Ahmad.Membangun Karakter Pendidikan Muhammadiyah Yang Holistik”. Edukasi 01. April 2010: 36-43.

J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2006.

K. Yin, Robert. Studi Kasus Desai dan Metode. Ter. M. Djauji Mudzakir, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

L.Silberman, Melvin. Active learning. 101 Strategies to Teach Any Subject, Terj. Raisull Muttaqin. Bandung: Nusa Media & Nuansa, 2010.

Misiak, Henriyk, Virginia Staud Sexton. Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik (Suatu Survei Histaris).Bandung: Refika Aditama, 2005.

Muchsin, M, Bashari dkk.Pendidikan Islam Humanistik: Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak. Bandung: Refika Aditama, 2010.

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1998.

Munjin Nasih, Ahmad, Lilik Nur Khalidah. Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: Refika Aditama, 2009.

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Ciawi: Ghalia Indonesia, 2005.

Sahaka Emporium, Pendekatan Pembelajaran Humanistik (http://sahaka.multiply.com/journal/item/10/Pendekatan_Pembelajaran_Humanistik), diakses tanggal 24 Desember 2010)

Sudrajat, Ahmad. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. (http://smacepiring.wordpress.com/), diakses tanggal 23 Desember 2010)

Susilo, Herawati, dkk., Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru Dan Calon Guru, ed. Setiyono Wahyudi, dkk., Malang: Bayumedia, 2008.

Syamsyudin. “Manusia Dalam Perspektif Pendidikan Islam”. Fakultas Ilmu Agama, Oktober, 1994: 22-31.

Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Reinika Cipta, 2003.

Yunus, Muhammad. Metode Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1993.

Zaini, Hisyam dkk. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD, 2004.


[1] Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),10.
[2] Muhammad Yunus, Metode Khusus Pendidikan Agama (Jakarta: Hidakarya Agung, 1993), 13.
[3] Ahmad Jainuri,Membangun Karakter Pendidikan Muhammadiyah Yang Holistik”, Edukasi, 1 (April, 2010), 36-37.
[4] M, Bashari Muchsin dkk, Pendidikan Islam Humanistik: Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2010), 2.
[5] Ibid. , 10.
[6] Aliran ini muncul sebagai reaksi yang menurut para tokoh humanisme ketika itu cenderung kurang mengindahkan tuntutan dan kebutuhan yang paling dasar bagi setiap manusia, sebagai contoh ajaran shcolastik yang menyajikan ilmu tingkat perguruan tinggi, ternyata justru membuat orang semakin kebingungan dan yang menjadi korban adalah kelompok anak-anak yang terabaikan. Selanjutnya, berkaitan dengan kehidupan anak-anak aliran humanisme mendesak agar pendidikan dilaksanakan dengan mengingat dan mengindahkan perbedaan individu anak, minat, serta memberi kesempatan seluas mungkin untuk berekspresi dan berbuat. Karena bagi aliran ini, setiap anak membutuhkan kebebasan berfikir, perkembangan kepribadian individu, dan kesempatan mengeksperesikan isi hatinya. Lihat. Imam Bawani, Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan (Surabaya: Bina Ilmu, 1985), 64-65. Dalam sejarah perkembangannya psikologi humanistik secara garis besar umum teorinya pertama kali dikemukakan oleh Maslow (1954). Pengertianya “suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia”. Lihat. Henriyk Misiak, Virginia Staud Sexton, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik (Suatu Survei Histaris), (Bandung: Refika Aditama, 2005, 143.
[7] Henriyk, Virginia, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik. 133.
[8] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 142.
[9] Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, ter. Dr. A. Supratiknya (Yogyakarta: KANISIUS, 1987), 260-261.
[10] M. Nashir Ali, Belajar Sepanjang Hayat (t.t. UHAMKA Press, 2005), 5.
[11] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, 142.
[12] Henriyk, Virginia, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik, 134.
[13] Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, ter. Dr. A. Supratiknya, 261.
[14] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Reinika Cipta, 2003), 233.
[15] Ibid. , 136.
[16] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, 164.
[17] Hisyam Zaini, dkk. Strategi Pembelajaran Aktif  (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), xiv.
[18] Melvin L.Silberman. Active learning. 101 Strategies to Teach Any Subject, Terj. Raisull Muttaqin,  (Bandung: Nusa Media & Nuansa, 2010) 10-11.
[19] Sahaka Emporium, Pendekatan Pembelajaran Humanistik (http://sahaka.multiply.com/journal/item/ 10/Pendekatan_Pembelajaran_Humanistik, diakses tanggal 24 Desember 2010)
[20] Lihat, Hisyam Zaini, dkk. Strategi Pembelajaran Aktif , 79, 84, 177, 182.
[21] Yuyun Wahyudin, “Teori Belajar Humanistik Carl Ransom Rogers dan Implikasinya Terhadap Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, (Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga, 2009)
[22] Syamsudin, “Manusia Dalam Persepektif Pendidikan Islam”, Jurnal Fakultas Ilmu Agama, 01 (Oktober, 1994), 23
[23] A. Malik Fajar, Holistika Pemikiran Pendidikan, ed. Ahmad Barizi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 181.
[24] Henriyk Misiak, Virginia Staud Sexton, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik Suatu Survei Histaris, (Bandung: Refika Aditama, 2005), 133-134.
[25] Ibid. , 134.
[26] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 143.
[27] Henriyk Misiak, Virginia Staud Sexton, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik (Suatu Survei Histaris), (Bandung: Refika Aditama, 2005, 133.
[28] Metode skeptis adalah suatu aktifitas jiwa dialektis yang selalu bertanya, mencari bukti, menyaring segala informasi, untuk mendapatkan jawaban yang meyakinkan. Konsep belajar ini yang paling penting adalah berfikir. Lihat, M. Nashir Ali, Belajar Sepanjang Hayat (t.t. UHAMKA Press, 2005), 5.
[29] Ali, Belajar Sepanjang Hayat, 6.
[30] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 141.
[31] Soemanto, Psikologi Pendidikan, 138.
[32] Ibid. , 137.
[33] Ibid. , 138.
[34] Ibid. , 138.
[35] Soemanto, Psikologi Pendidikan, 233-234.
[36] M. Djoko Susilo, Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar (Yogyakarta: PINUS. 2006), 33.
[37] Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 36.
[38]Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Impelemnetasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta: Kencana, 2006), 47.
[39] Ibid. , 40.
[40] Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan Yang Manusiawi (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 103.
[41] Ibid. , 104.
[42]Siregar, Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran , 75.
[43] Ibid. , 106.
[44] Hisyam Zaini, dkk. Strategi Pembelajaran Aktif  (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), xiv.
[45] Burhanuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 133-134.
[46] Melvin L.Silberman. Active learning. 101 Strategies to Teach Any Subject, Terj. Raisull Muttaqin,  (Bandung: Nusa Media & Nuansa, 2010) 10-11.
[47] Siregar, Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, 109.
[48] Siregar, Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, 37.
[49] Web site SMA Negeri 1 Krian (http:// Sman1-krian.sch.id)  diakses 25 Maret 2011.
[50] Wawancara Drs. Sukemad, M.Pd.I (Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Krian, 29 Maret 2011, 08:00 WIB
[51] Ibid. ,
[52] Robert K. Yin, Studi Kasus Desai dan Metode, Ter. M. Djauji Mudzakir (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 4.
[53] Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1998) , 224.
[54] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2006), 28.
[55] Robert K. Yin, Studi Kasus Desai dan Metode, Ter. M. Djauji Mudzakir, 112.
[56]Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 63.
[57] K. Yin, Studi Kasus Desai dan Metode, 108-109.
[58] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 216-217.
[59] Herawati Susilo, dkk., Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru Dan Calon Guru, ed. Setiyono Wahyudi, dkk., (Malang: Bayumedia, 2008), 103.
[60] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , 330.
[61] Ibid. , 330-331.