UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN ISLAM
DI MADRASAH
A.
Latar belakang
Selama ini di kita ini kan ada banyak bentuk lembaga pendidikan Islam.
Pertama, pendidikan Islam sebagai lembaga pendidikan, seperti pesantren,
madrasah, dan IAIN, serta sejenisnya. Kedua, pendidikan Islam sebagai proses di
sekolah, seperti SD, SMP, SMU, dan perguruan tinggi. Itu juga disebut
pendidikan Islam. Ketiga, pendidikan Islam di mana pun juga bagi anak-anak
beragama Islam, seperti apakah dia sekolah di luar negeri atau di dalam negeri.
Jadi, tiga bentuk pendidikan Islam itulah yang sejauh ini kita jalankan,
selain pendidikan Islam dalam keluarga dan masyarakat lingkungan sekitar, yang
itu tidak bisa diprogram. Ke depan, pendidikan Islam akan amat terpengaruh
dengan kehadiran UU Sisdiknas, terutama sekali bentuk pertama tadi. Karena
memang secara pasti dan jelas, pendidikan yang dilaksanakan madrasah,
pesantren, dan lain sebagainya itu juga diakui sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional. Pengakuan ini ada sejak terbitnya UU Sisdiknas tahun 1989.
Kini hadirnya UU Sisdiknas 2003 semakin melengkapi apa yang tidak ada dalam
UU sebelumnya. Kekeliruan kita dulu ketika baru merdeka, ketika kita menetapkan
sistem pendidikan nasional, kita memilih SMU-nya Belanda. Padahal yang benar adalah
sistem lokal, yaitu model madrasah itu, tentu dengan beberapa penyempurnaan,
bukannya mengadopsi total nilai dan sistem Belanda. Karena yang dipakai
sistem Belanda, maka pendidikan sistem pesantren dan madrasah termarjinalisasi.
Lihat saja selama Orde Baru, bagaimana citra dan nasib pendidikan madrasah
dan pesantren.
Seperti disinggung tadi, pendidikan Islam akan terpengaruh, tapi apakah pengaruh itu akan menentukan kemajuan pendidikan Islam atau tidak, itu tidak tergantung pada UU Sisdiknas yang baru. Itu sangat bergantung pada sejauh mana upaya umat Islam sendiri dalam meningkatkan mutu pendidikan mereka. Bila merujuk pada UU yang baru, keberadaan lembaga pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren semakin kuat. Meskipun keberadaanya semakin kuat, akan tetapi dirasa perlu untuk meningkatkan kualitas Pendidikan Islam sendiri.
B.
Pembahasan
Pada hakekatnya, pendidikan Islam jika dilihat dari latar belakang pendiriannya adalah pendidikan yang lebih didasarkan atas niat dan motivasi masyarakat dalam rangka menerapkan nilai-nilai Islam. Hal tersebut dapat diketahui dari pelaksanaannya selama ini, yakni lebih ditekankan pada upaya membangun pengetahuan peserta didiknya dalam hal keagamaan dibandingkan dengan pengetahuan umum lainnya, praktik pendidikan yang demikian, memang belakangan ini mendapat kritikan tajam dari berbagai pihak.
Alasan rasional yang melandasi kritik tersebut adalah karena model pendidikan demikian kurang merealitas dan hanya menyentuh aspek tertentu dari kehidupan manusia, tidak menyeluruh. Akibatnya, banyak di antara produk pendidikan Islam kurang mampu bersaing dalam kompetisi global terutama ketika dihadapkan pada pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.
Kuwalitas pendidikan Islam sampai saat ini masih terasa sangat terpinggirkan jika dibandingkan dengan pendidikan lainnya. Tidak tertutup kemungkinan, hal ini disebabkan karena kemampuan ekonomi lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Saat ini, tidak asing lagi jika pada tahun ajaran baru lembaga pendidikan Islam dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi merasakan kekhawatiran akan ketidak adaan pelajar/mahasiswa yang mendaftar. Penyebab rendahnya kualitas pendidikan Islam ini sebenarnya sangat kompleks. Kompleksitasnya seakan telah menjadi lingkaran setan yang akhirnya tidak mudah untuk mengeluarkan diri dari keterkungkungan di dalamnya.
Memang tidak mudah mencari sebab dasar dari keterpurukan kondisi pendidikan Islam, khususnya di Indonesia ini. Begitu juga para pakar pendidikan Islam yang ada, tidak banyak yang mampu mengurai penyebab keterpurukan ini. Jika kondisi ini terus berlanjut, sangat tidak mustahil apabila sepuluh atau lima tahun kedepan lembaga pendidikan (Islam) hanya akan tinggal nama saja. Oleh sebab itu mencari penyebab dasar keterpurukan ini merupakan tugas berat bagi para pengembang pendidikan (khususnya pendidikan Islam). Keterpurukan ini akan lebih berbahaya lagi jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi sebagai penyokong utama kehidupan masyarakat yang terus berkembang tanpa henti, di mana umat Islam dalam hal ini sangat tertinggal. Maka dari itu, pengembangan lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam agar tidak kalah dalam bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya di Indonesia merupakan suatu keharusan.
Melihat kenyataan bahwa sistem pendidikan di Indonesia saat ini telah diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas, maka konsekwensinya adalah harus menjalankan sistem pendidikan berdasarkan undang-undang ini. Dengan berpijak pada posisi pendidikan (Islam) dalam Sisdiknas yang cukup signifikan, pengembangan lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan dengan mengembangkan fungsi gandanya. Selanjutnya pijakan yang dapat dijadikan dasar pengembangan pendidikan Islam ini adalah kerangka konseptual dari pendidikan Islam itu sendiri. Sedangkan kerangka konseptual pendidikan Islam ini terletak pada filosofi dari pendidikan Islam yang bersumber dari Qur’an dan Sunnah serta pembangunan sistem aplikasinya yang relevan dengan perkembangan dan perubahan zaman.
Kerangka konseptual yang dimaksud di atas adalah konsep penciptaan manusia sebagaimana terdapat dalam Qur’an dan posisi pendidikan dalam diri manusia dalam prespektif Islam. Berdasarkan konsep dasar penciptaan manusia tersebut kemudian dibangun rancangan pengembangan pendidikan Islam yang lurus dan tidak menyimpang dari konsep dasarnya. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa dalam mengembangkan pendidikan Islam, manusia dapat belajar dari penciptaan dirinya sebagaima hal itu juga telah dijelaskan oleh al-Qur’an.
Selain itu, dalam rangka merumuskan kembali konsep pendidikan Islam di atas, pemetaan hambatan-hambatan yang ada juga peluang-peluang yang dimiliki sangat diperlukan. Secara umum, hambatan dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia dapat dipetakan menjadi empat yaitu, persoalan penduduk, persoalan wawasan, persoalan dana, dan persoalan pembangunan pendidikan Islam terpadu.
Pemetaan hambatan dan peluang di atas, terdapat tiga paradigma pendidikan Islam di Indonesia yaitu paradigma formisme, paradigma mekanisme, dan paradigma organisme. Dalam rangka melakukan pembaharuan yang itu merupakan langkah untuk mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia dapat diformulasikan dengan membangun kesamaan langkah dalam dua hal yaitu membangun kerangka filosofis dan teoritis pendidikan Islam serta membangun sistem pendidikan Islam yang diproyeksikan.
Dalam pengembangan mutu akademik, langkah yang dapat dilakukan adalah perumusan visi, misi dan tujuan pendidikan, pengembangan materi ajar dan kurikulum, metodologi pembelajaran yang baru, profesionalitas lembaga pendidikan dan guru yang dapat dipertanggungjawabkan, pengembangan manajemen, pengadaan sarana dan prasaran serta pembangunan jaringan kemitraan.
Dalam memacu aktivitas peningkatan kwalitas pendidikan islam, setiap pengelola pendidikan Islam tidak bisa melepaskan komitmennya dari niat ibadah kepada Allah. Tuntasnya hal pokok ini sangat menentukan keberhasilan tahapan pengelolaan selanjutnya. Di samping hal di atas, secara umum, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan setiap pengelola pendidikan Islam untuk meningkatkan kualitasnya.
1. Pertama, profesionalisme. Setiap lembaga
pendidikan Islam tidak boleh lagi dikelola sekadarnya. Karena itu, semuanya
harus berbenah secara serius menuju area profesionalisme. Tidak ada lagi orang yang hanya bermodal “hebat dan
berniat baik” latah dan asal-asalan mendirikan lembaga pendidikan Islam.
Segalanya mesti dipikirkan dan dikelola secara profesional. Pendidikan Islam
sangat butuh orang-orang yang dapat menahan diri untuk tidak membawa masalah
luar ke dalam organisasi. Jangan lagi ada orang yang hanya menjadikan lembaga
sebagai kendaraan ambisi pribadinya, mendapatkan kedudukan, kekayaan atau
mendongkrak prestise. Tentu saja, semua tenaga profesional itu diberi imbalan
yang sesuai. Tidak boleh lagi ada yang hanya “digaji” sekadar untuk ongkos
jalan.
2. Kedua, kemandirian. Ketergantungan yang
besar terhadap pihak tertentu, terutama masalah finansial, membuat pendidikan
Islam sulit berkembang. Apalagi jika harapan satu-satunya sumber finasial itu
adalah siswa atau orang tua. Pengelola harus lebih kreatif dan gigih
menyongsong kemandirian finansial. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menggali
lebih serius potensi internal lembaga atau membangun kerjasama dengan berbagai
pihak. Saat ini, sangat banyak lembaga pendidikan lain yang eksis “hanya”
karena bisa bekerjasama dengan orang atau lembaga donor, nasional dan
internasinal, tanpa mengorbankan jatidiri mereka. Jangan alergi dulu dengan
lembaga internasional, apalagi kalau alasan ini hanya untuk menutupi
ketidakmampuan pengelolanya.
3. Ketiga, menggairahkan studi ke-Islaman.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sepinya peminat pendidikan Islam karena adanya
anggapan, yang banyak benarnya, bahwa pendidikan Islam hanya berorientasi
akhirat. Mereka memburu pendidikan umum karena butuh ilmu untuk sukses dalam
kehidupan di dunia, atau dunia akhirat. Para pelajar dan orang tua lebih
berminat memasuki program studi umum karena dianggap lebih menjamin masa depan.
Trend ini harus dihadapi dengan menggairahkan studi Islam. Materi pembelajaran
tidak boleh lagi dibiarkan terus-menerus menjauh dari realitas dunia, tapi
harus ada upaya “pembumian”. Orang yang mendalami ilmu-ilmu Islam tidak boleh
lagi merasa di awang-awang, tapi menginjak bumi karena hasil studinya akan
dapat dinikmati dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Selain hal tersebut diatas,
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan islam di
Madrasah adalah:
1.
Optimalisasi SDM
Di bidang pendidikan dan pengajaran, upaya optimalisasi sumber daya
manusia (SDM) yang dimaksud tentu terarah pada sosok pribadi masing-masing
guru. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar, setiap guru diharapkan
mempunyai komitmen untuk peningkatan profesionalitas pengajaran. Hal ini bisa
direalisasikan jika para guru berkomitmen juga sebagai juru da’i. Minimal, ada
tiga target yang akan lahir dari komitmen seorang da’i: pertama, dapat mensucikan
niat (motivasi) dan meluhurkan azzam (cita-cita). Niat suci dan cita-cita luhur
akan menjadi rel yang mengarahkan jalannya roda pendidikan dan pengajaran
seorang guru; tujuan jelas, target pasti. Tanpa ketulusan niat dan cita-cita
agung, bisa dibayangkan kerancuan arah pendidikan yang dimaksud.
Kedua, tugas utama seorang da’i adalah mewujudkan ‘izzul Islam
wa al-muslimin (kemuliaan Islam dan umat Islam). Seorang guru dituntut untuk
mengaktualisasikan tugas mulia ini di bidang pendidikan dan pengajaran.
Tentunya, pengajaran yang tidak terbatas dalam pembidangan ilmu-ilmu keagamaan
saja, tapi semua aspek pengetahuan menjadi garapan yang harus dimaksimalkan.
Ketiga, prinsip kerja bagi seorang da’i adalah ibadah. Pekerjaan yang
dilandasi niatan ibadah serta-merta akan melahirkan ruh keikhlasan karena Allah
swt; menumbuhkan kesadaran tugas yang mesti dipertanggungjawabkan bukan saja
kepada kepala sekolah, wali siswa dan masyarakat secara umum, tapi juga kepada
Allah swt, kelak di akhirat.
2.
Perkembangan
Tiga kompetensi Utama
Selain komitmen guru sebagai da’i, upaya untuk mengoptimalkan
profesionalitas kepengajaran dalam lembaga pendidikan Islam, kapabilitas guru
juga harus mencakup minimal tiga kompetensi dasar: pertama, semua guru
adalah Guru Agama. Sebagai pribadi muslim dan seorang guru yang mengajar di
lembaga pendidikan Islam, sudah sepatutnya kita memiliki kemampuan menjadi
“guru” agama, meskipun membidangai materi eksaks atau ilmu-ilmu sosial lainnya.
Sebagai contoh, adalah lucu jika sang guru tidak bisa menjawab pertanyaan siswa
di luar kelas tentang syarat shalat. Bukankah sang guru juga melaksanakan
shalat? Sejatinya baik murid, apalagi guru harus terus belajar menjadi muslim
sejati.
Kedua, semua guru adalah Guru Bidang Studi; sebagai tugas
profesi harus menguasai konsep dan terampil menyajikan materi, serta cakap
mengevaluasi kadar pemahaman siswa. Dalam hal ini, pihak sekolah betul-betul
menugaskan guru sesuai dengan faknya. Jika ada yang lebih berkompeten di bidang
pengetahuan alam, kenapa harus menugaskan guru yang berlatar-belakang
pengetahuan sosial untuk mengajarkan materi fisika?
Ketiga, semua guru adalah Guru BK; bersedia menempatkan siswa
individu yang sedang tumbuh kembang dan membimbingnya agar dapat mencapai
perkembangan optimal. Kenyataan yang sering terjadi saat ini, tugas seorang
guru hanya mengajar di kelas saja; urusan akhlak, budi pekerti menjadi hal lain
di luar tanggung jawab pengajaran. Padahal, hakekat sebuah lembaga pendidikan
tidak saja menjadikan peserta didik pintar secara intelektual, tapi juga
berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia.Menjadi tolak ukur kita sebagai
pengajar di lembaga pendidikan Islam, sudah
optimalkah usaha yang kita lakukan dalam rangka meningkatkan kualitas
diri sebagai muslim? Benarkah komitmen kita saat menjadikan dunia pendidikan
sebagai lahan da’wah dan pengabdian bagi bangsa dan agama? Jika komitmen kita
bukan sebagai da’i, lalu apa yang kita jadikan standar niatan ketika mengajar?
Hanya diri kita sendiri yang bisa meluruskan niatan lillahi ta’ala.
C. Kesimpulan
Pendidikan agama setelah
diwajibkan di madrasah-madrasah, meskipun masih perlu disempurnakan terus,
menunjukkan bahwa pengaruhnya dalam perubahan tingkah laku remaja adalah
relatif lebih baik dibanding dengan kondisi sebelum pendidikan agama tersebut
diwajibkan. Sekurang-kurangnya pengaruh pendidikan agama tersebut secara
minimal dapat menanamkan benih keimanan yang dapat menjadi daya preventif
terhadap perbuatan negatif remaja atau bahkan mendorong mereka untuk bertingkah
laku susila dan sesuai dengan norma agamanya.
Meskipun pendidikan agama
mempunyai peranan penting dalam membentuk peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berperilaku/akhlak mulia, akan tetapi dalam
realitas, lembaga pendidikan agama masih dipandang sebelah mata oleh sebagian
masyarakat. Oleh karena itu, perbaikan
dan peningkatan kualitas sangat urgen di lakukan oleh lembaga pendidikan agama
untuk saat ini.
Daftar Pustaka
Ahmad Tafsir,
Metodologi Pengajaran Agama Islam,
Arifin, M Kapita selekta
Pendidikan (Islam dan Umum)
Daradjat, Zakiah, Ilmu
Pendidikan Islam,
UU Sisdiknas 2003
http ://uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=pendidikan&baca=artikel&id=189
http://abbas85.wordpress.com/2009/12/30/persoalan-kualitas-pendidikan-islam-pada-lembaga-pendidikan-islam-di-indonesia/
No comments:
Post a Comment