Wednesday, June 17, 2020

MAKALAH KULIAH : UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN ISLAM DI MADRASAH

UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN ISLAM

DI MADRASAH

 

A.    Latar belakang

Selama ini di kita ini kan ada banyak bentuk lembaga pendidikan Islam. Pertama, pendidikan Islam sebagai lembaga pendidikan, seperti pesantren, madrasah, dan IAIN, serta sejenisnya. Kedua, pendidikan Islam sebagai proses di sekolah, seperti SD, SMP, SMU, dan perguruan tinggi. Itu juga disebut pendidikan Islam. Ketiga, pendidikan Islam di mana pun juga bagi anak-anak beragama Islam, seperti apakah dia sekolah di luar negeri atau di dalam negeri.

Jadi, tiga bentuk pendidikan Islam itulah yang sejauh ini kita jalankan, selain pendidikan Islam dalam keluarga dan masyarakat lingkungan sekitar, yang itu tidak bisa diprogram. Ke depan, pendidikan Islam akan amat terpengaruh dengan kehadiran UU Sisdiknas, terutama sekali bentuk pertama tadi. Karena memang secara pasti dan jelas, pendidikan yang dilaksanakan madrasah, pesantren, dan lain sebagainya itu juga diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Pengakuan ini ada sejak terbitnya UU Sisdiknas tahun 1989.

Kini hadirnya UU Sisdiknas 2003 semakin melengkapi apa yang tidak ada dalam UU sebelumnya. Kekeliruan kita dulu ketika baru merdeka, ketika kita menetapkan sistem pendidikan nasional, kita memilih SMU-nya Belanda. Padahal yang benar adalah sistem lokal, yaitu model madrasah itu, tentu dengan beberapa penyempurnaan, bukannya mengadopsi total nilai dan sistem Belanda. Karena yang dipakai sistem Belanda, maka pendidikan sistem pesantren dan madrasah termarjinalisasi. Lihat saja selama Orde Baru, bagaimana citra dan nasib pendidikan madrasah dan pesantren.

Seperti disinggung tadi, pendidikan Islam akan terpengaruh, tapi apakah pengaruh itu akan menentukan kemajuan pendidikan Islam atau tidak, itu tidak tergantung pada UU Sisdiknas yang baru. Itu sangat bergantung pada sejauh mana upaya umat Islam sendiri dalam meningkatkan mutu pendidikan mereka. Bila merujuk pada UU yang baru, keberadaan lembaga pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren semakin kuat. Meskipun keberadaanya semakin kuat, akan tetapi dirasa perlu untuk meningkatkan kualitas Pendidikan Islam sendiri.

B.     Pembahasan

      Pada hakekatnya, pendidikan Islam jika dilihat dari latar belakang pendiriannya adalah pendidikan yang lebih didasarkan atas niat dan motivasi masyarakat dalam rangka menerapkan nilai-nilai Islam. Hal tersebut dapat diketahui dari pelaksanaannya selama ini, yakni lebih ditekankan pada upaya membangun pengetahuan peserta didiknya dalam hal keagamaan dibandingkan dengan pengetahuan umum lainnya, praktik pendidikan yang demikian, memang belakangan ini mendapat kritikan tajam dari berbagai pihak.
Alasan rasional yang melandasi kritik tersebut adalah karena model pendidikan demikian kurang merealitas dan hanya menyentuh aspek tertentu dari kehidupan manusia, tidak menyeluruh. Akibatnya, banyak di antara produk pendidikan Islam kurang mampu bersaing dalam kompetisi global terutama ketika dihadapkan pada pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.
Kuwalitas pendidikan Islam sampai saat ini masih terasa sangat terpinggirkan jika dibandingkan dengan pendidikan lainnya. Tidak tertutup kemungkinan, hal ini disebabkan karena kemampuan ekonomi lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Saat ini, tidak asing lagi jika pada tahun ajaran baru lembaga pendidikan Islam dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi merasakan kekhawatiran akan ketidak adaan pelajar/mahasiswa yang mendaftar. Penyebab rendahnya kualitas pendidikan Islam ini sebenarnya sangat kompleks. Kompleksitasnya seakan telah menjadi lingkaran setan yang akhirnya tidak mudah untuk mengeluarkan diri dari keterkungkungan di dalamnya. 
Memang tidak mudah mencari sebab dasar dari keterpurukan kondisi pendidikan Islam, khususnya di Indonesia ini. Begitu juga para pakar pendidikan Islam yang ada, tidak banyak yang mampu mengurai penyebab keterpurukan ini. Jika kondisi ini terus berlanjut, sangat tidak mustahil apabila sepuluh atau lima tahun kedepan lembaga pendidikan (Islam) hanya akan tinggal nama saja. Oleh sebab itu mencari penyebab dasar keterpurukan ini merupakan tugas berat bagi para pengembang pendidikan (khususnya pendidikan Islam). Keterpurukan ini akan lebih berbahaya lagi jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi sebagai penyokong utama kehidupan masyarakat yang terus berkembang tanpa henti, di mana umat Islam dalam hal ini sangat tertinggal. Maka dari itu, pengembangan lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam agar tidak kalah dalam bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya di Indonesia merupakan suatu keharusan.

Melihat kenyataan bahwa sistem pendidikan di Indonesia saat ini telah diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas, maka konsekwensinya adalah harus menjalankan sistem pendidikan berdasarkan undang-undang ini. Dengan berpijak pada posisi pendidikan (Islam) dalam Sisdiknas yang cukup signifikan, pengembangan lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan dengan mengembangkan fungsi gandanya. Selanjutnya pijakan yang dapat dijadikan dasar pengembangan pendidikan Islam ini adalah kerangka konseptual dari pendidikan Islam itu sendiri. Sedangkan kerangka konseptual pendidikan Islam ini terletak pada filosofi dari pendidikan Islam yang bersumber dari Qur’an dan Sunnah serta pembangunan sistem aplikasinya yang relevan dengan perkembangan dan perubahan zaman. 
Kerangka konseptual yang dimaksud di atas adalah konsep penciptaan manusia sebagaimana terdapat dalam Qur’an dan posisi pendidikan dalam diri manusia dalam prespektif Islam. Berdasarkan konsep dasar penciptaan manusia tersebut kemudian dibangun rancangan pengembangan pendidikan Islam yang lurus dan tidak menyimpang dari konsep dasarnya. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa dalam mengembangkan pendidikan Islam, manusia dapat belajar dari penciptaan dirinya sebagaima hal itu juga telah dijelaskan oleh al-Qur’an.
Selain itu, dalam rangka merumuskan kembali konsep pendidikan Islam di atas, pemetaan hambatan-hambatan yang ada juga peluang-peluang yang dimiliki sangat diperlukan. Secara umum, hambatan dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia dapat dipetakan menjadi empat yaitu, persoalan penduduk, persoalan wawasan, persoalan dana, dan persoalan pembangunan pendidikan Islam terpadu.
Pemetaan hambatan dan peluang di atas, terdapat tiga paradigma pendidikan Islam di Indonesia yaitu paradigma formisme, paradigma mekanisme, dan paradigma organisme. Dalam rangka melakukan pembaharuan yang itu merupakan langkah untuk mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia dapat diformulasikan dengan membangun kesamaan langkah dalam dua hal yaitu membangun kerangka filosofis dan teoritis pendidikan Islam serta membangun sistem pendidikan Islam yang diproyeksikan. 
Dalam pengembangan mutu akademik, langkah yang dapat dilakukan adalah perumusan visi, misi dan tujuan pendidikan, pengembangan materi ajar dan kurikulum, metodologi pembelajaran yang baru, profesionalitas lembaga pendidikan dan guru yang dapat dipertanggungjawabkan, pengembangan manajemen, pengadaan sarana dan prasaran serta pembangunan jaringan kemitraan.

Dalam memacu aktivitas peningkatan kwalitas pendidikan islam, setiap pengelola pendidikan Islam tidak bisa melepaskan komitmennya dari niat ibadah kepada Allah. Tuntasnya hal pokok ini sangat menentukan keberhasilan tahapan pengelolaan selanjutnya. Di samping hal di atas, secara umum, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan setiap pengelola pendidikan Islam untuk meningkatkan kualitasnya. 

1.      Pertama, profesionalisme. Setiap lembaga pendidikan Islam tidak boleh lagi dikelola sekadarnya. Karena itu, semuanya harus berbenah secara serius menuju area profesionalisme. Tidak ada lagi orang yang hanya bermodal “hebat dan berniat baik” latah dan asal-asalan mendirikan lembaga pendidikan Islam. Segalanya mesti dipikirkan dan dikelola secara profesional. Pendidikan Islam sangat butuh orang-orang yang dapat menahan diri untuk tidak membawa masalah luar ke dalam organisasi. Jangan lagi ada orang yang hanya menjadikan lembaga sebagai kendaraan ambisi pribadinya, mendapatkan kedudukan, kekayaan atau mendongkrak prestise. Tentu saja, semua tenaga profesional itu diberi imbalan yang sesuai. Tidak boleh lagi ada yang hanya “digaji” sekadar untuk ongkos jalan.

2.      Kedua, kemandirian. Ketergantungan yang besar terhadap pihak tertentu, terutama masalah finansial, membuat pendidikan Islam sulit berkembang. Apalagi jika harapan satu-satunya sumber finasial itu adalah siswa atau orang tua. Pengelola harus lebih kreatif dan gigih menyongsong kemandirian finansial. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menggali lebih serius potensi internal lembaga atau membangun kerjasama dengan berbagai pihak. Saat ini, sangat banyak lembaga pendidikan lain yang eksis “hanya” karena bisa bekerjasama dengan orang atau lembaga donor, nasional dan internasinal, tanpa mengorbankan jatidiri mereka. Jangan alergi dulu dengan lembaga internasional, apalagi kalau alasan ini hanya untuk menutupi ketidakmampuan pengelolanya.

3.      Ketiga, menggairahkan studi ke-Islaman. Tidak dapat dipungkiri bahwa sepinya peminat pendidikan Islam karena adanya anggapan, yang banyak benarnya, bahwa pendidikan Islam hanya berorientasi akhirat. Mereka memburu pendidikan umum karena butuh ilmu untuk sukses dalam kehidupan di dunia, atau dunia akhirat. Para pelajar dan orang tua lebih berminat memasuki program studi umum karena dianggap lebih menjamin masa depan. Trend ini harus dihadapi dengan menggairahkan studi Islam. Materi pembelajaran tidak boleh lagi dibiarkan terus-menerus menjauh dari realitas dunia, tapi harus ada upaya “pembumian”. Orang yang mendalami ilmu-ilmu Islam tidak boleh lagi merasa di awang-awang, tapi menginjak bumi karena hasil studinya akan dapat dinikmati dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Selain hal tersebut diatas, upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan islam di Madrasah adalah:

1.      Optimalisasi SDM

Di bidang pendidikan dan pengajaran, upaya optimalisasi sumber daya manusia (SDM) yang dimaksud tentu terarah pada sosok pribadi masing-masing guru. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar, setiap guru diharapkan mempunyai komitmen untuk peningkatan profesionalitas pengajaran. Hal ini bisa direalisasikan jika para guru berkomitmen juga sebagai juru da’i. Minimal, ada tiga target yang akan lahir dari komitmen seorang da’i: pertama, dapat mensucikan niat (motivasi) dan meluhurkan azzam (cita-cita). Niat suci dan cita-cita luhur akan menjadi rel yang mengarahkan jalannya roda pendidikan dan pengajaran seorang guru; tujuan jelas, target pasti. Tanpa ketulusan niat dan cita-cita agung, bisa dibayangkan kerancuan arah pendidikan yang dimaksud.

Kedua, tugas utama seorang da’i adalah mewujudkan ‘izzul Islam wa al-muslimin (kemuliaan Islam dan umat Islam). Seorang guru dituntut untuk mengaktualisasikan tugas mulia ini di bidang pendidikan dan pengajaran. Tentunya, pengajaran yang tidak terbatas dalam pembidangan ilmu-ilmu keagamaan saja, tapi semua aspek pengetahuan menjadi garapan yang harus dimaksimalkan. Ketiga, prinsip kerja bagi seorang da’i adalah ibadah. Pekerjaan yang dilandasi niatan ibadah serta-merta akan melahirkan ruh keikhlasan karena Allah swt; menumbuhkan kesadaran tugas yang mesti dipertanggungjawabkan bukan saja kepada kepala sekolah, wali siswa dan masyarakat secara umum, tapi juga kepada Allah swt, kelak di akhirat.

2.        Perkembangan Tiga kompetensi Utama

Selain komitmen guru sebagai da’i, upaya untuk mengoptimalkan profesionalitas kepengajaran dalam lembaga pendidikan Islam, kapabilitas guru juga harus mencakup minimal tiga kompetensi dasar: pertama, semua guru adalah Guru Agama. Sebagai pribadi muslim dan seorang guru yang mengajar di lembaga pendidikan Islam, sudah sepatutnya kita memiliki kemampuan menjadi “guru” agama, meskipun membidangai materi eksaks atau ilmu-ilmu sosial lainnya. Sebagai contoh, adalah lucu jika sang guru tidak bisa menjawab pertanyaan siswa di luar kelas tentang syarat shalat. Bukankah sang guru juga melaksanakan shalat? Sejatinya baik murid, apalagi guru harus terus belajar menjadi muslim sejati.

Kedua, semua guru adalah Guru Bidang Studi; sebagai tugas profesi harus menguasai konsep dan terampil menyajikan materi, serta cakap mengevaluasi kadar pemahaman siswa. Dalam hal ini, pihak sekolah betul-betul menugaskan guru sesuai dengan faknya. Jika ada yang lebih berkompeten di bidang pengetahuan alam, kenapa harus menugaskan guru yang berlatar-belakang pengetahuan sosial untuk mengajarkan materi fisika?

Ketiga, semua guru adalah Guru BK; bersedia menempatkan siswa individu yang sedang tumbuh kembang dan membimbingnya agar dapat mencapai perkembangan optimal. Kenyataan yang sering terjadi saat ini, tugas seorang guru hanya mengajar di kelas saja; urusan akhlak, budi pekerti menjadi hal lain di luar tanggung jawab pengajaran. Padahal, hakekat sebuah lembaga pendidikan tidak saja menjadikan peserta didik pintar secara intelektual, tapi juga berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia.Menjadi tolak ukur kita sebagai pengajar di lembaga pendidikan Islam, sudah   optimalkah usaha yang kita lakukan dalam rangka meningkatkan kualitas diri sebagai muslim? Benarkah komitmen kita saat menjadikan dunia pendidikan sebagai lahan da’wah dan pengabdian bagi bangsa dan agama? Jika komitmen kita bukan sebagai da’i, lalu apa yang kita jadikan standar niatan ketika mengajar? Hanya diri kita sendiri yang bisa meluruskan niatan lillahi ta’ala.

C.    Kesimpulan 

Pendidikan agama setelah diwajibkan di madrasah-madrasah, meskipun masih perlu disempurnakan terus, menunjukkan bahwa pengaruhnya dalam perubahan tingkah laku remaja adalah relatif lebih baik dibanding dengan kondisi sebelum pendidikan agama tersebut diwajibkan. Sekurang-kurangnya pengaruh pendidikan agama tersebut secara minimal dapat menanamkan benih keimanan yang dapat menjadi daya preventif terhadap perbuatan negatif remaja atau bahkan mendorong mereka untuk bertingkah laku susila dan sesuai dengan norma agamanya.

Meskipun pendidikan agama mempunyai peranan penting dalam membentuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berperilaku/akhlak mulia, akan tetapi dalam realitas, lembaga pendidikan agama masih dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat.  Oleh karena itu, perbaikan dan peningkatan kualitas sangat urgen di lakukan oleh lembaga pendidikan agama untuk saat ini.

Daftar Pustaka

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1998.

Arifin, M Kapita selekta Pendidikan (Islam dan Umum) Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

UU Sisdiknas 2003

http://www.ssffmp.or.id/berita/18391/Prof_Dr_HM_Atho_Mudzhar_Mutu_Pendidikan_Islam_Tergantung_Umat_Islam_Sendiri

http ://uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=pendidikan&baca=artikel&id=189

http://abbas85.wordpress.com/2009/12/30/persoalan-kualitas-pendidikan-islam-pada-lembaga-pendidikan-islam-di-indonesia/

 


No comments: