REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM
AWAL ABAD 20 & 21
Oleh: ARIFFUDIN
Kajian Masalah
Reformasi
pendidikan Islam awal abad 20 yang terjadi diseluruh kawasan Islam, secara garis
besar dibidang manajemen dan cita-cita pendidikan. Akan tetapi, diawal abad 21
Reformasi pendidikan Islam muncul dengan fenomena yang beragam, seperti Full day school, sekolah model, sekolah
unggulan, serta berbgai bentuk sekolah alternative. Coba jelaskan reformasi
pendidikan di awal abad 20 dan 21 dari aspek kelembagaan, organisasi pembelajaran,
metode pembelajaran, kurikulum dan tujuan pendidikan.
Reformasi Pendidikan Islam Awal Abad 20
Munculnya para pembaru di
dunia Islam pada abad ke 19 M sebgai respon positif atau onovatif atas invasi
Nopoleon Bonaparte di Mesir, sebenarnya telah membawa penyelesaian dalam banyak bidang kehidupan
termasuk bidang pendidikan. Akan tetapi, niat baik tidak selalu diterima dengan
baik, bukan saja dikalangan masyarakat awam, melainkan juga para ilmuanya. Bayard
Dogde memberikan contoh bahwa para ulama’ konservatif Al-Azhar menolak sejumlah
gagasan pembaharuan pendidikan yang ditawarkan dan ingin diterapkan tokoh
semacam Rifa’ah Al-Tahtawi. Bahkan Muhammad Abduh dalam kapasitasnya sebagai
anggota Majlis Tinggi Al-Azhar hanya mampu secara persial malakukan pembaharuan
terhadap perguruan tinggi tersebut dengan memasukkan beberapa mata kuliah ke
dalam kurikulum. Tetapi, pembaharuan ini dibatalkan oleh Salim Al-Basyairi,
Rektor ke 25 Al-Azhar. (Mujamil Qomar, 2005:233)
Pada masa itu, Al-Azhar
menjadi kiblat Perguruan Tinggi Islam se-dunia. Kemudian kita bisa membuat
perbandingan; jika Al-Azhar saja menolak pembaharuan pendidikan apalagi perguruan-perguruan
tinggi islam lainnya, dan lebih jauh lagi bagaimana dengan lembaga-lembaga
pendidikan Islam di bawahnya. Namun, perbandingan itu tidak bersifat merata,
buktinya perguruan tinggi yang sejak awal lahir atas ide pembaharuan; seperti
Univesitas Islam Aligarh yang didirikan dengan tujuan mengakses ilimu-ilmu
Eropa konteporer dikalangan muslim.
Kemudian awal abad 20, di
dunia muslim muncul kesadaran baru untuk melakukan reformasi pendidikan Islam
secara komprehensip dan tidak terpisahkan dari usaha islamisasi ilmu[1]
dalam rangka membangun peradapan Islam di masa depan. Pada dekade itu, Indonesia terjadi masuknya
gelombang sekularisasi besar-besaran sebagai imbas dari gelombang yang lebih
besar dari skala global. (Mujamil Qomar, 2005:234). Ini berarti reformasi
pendidikan Islam itu digagas oleh para pakar sebagai jawaban lansung terhadap
arus sekularisasi yang sangat membahayakan bagiumat Islam. Secara subtantif,
para pakar berusaha mengadakan reformasi pendidikan Islam untuk mengembalikan
pendidikan Islam kedalam pengaruh Islam, seperti pada masa kejayaan peradaban
islam. Akan tetapi, secara teknis pendidikan Islam dapat beradaptasi dengan
perkembangan ilmu-ilmu konteporer.
Ada beberapa indikasi pendidikan Islam sebelum
dimasuki ide-ide pembaharuan:
1.
Pendidikan bersifat nonklasikal.
Pedidikan ini tidak dibatasi atau ditentukan lamanya belajar seseorang
berdasarkan tahun.
2.
Mata pelajran adalah semata-mata pelajran
agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Tidak ada diajarakan mata pelajaran umum.
Dipandang dari masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam kedunia
pendidikan, setidaknya ada tiga hal yang perlu direformasi:
1.
Metode yang tidak puas hanya dengan
metode tradisional, tetapi diperlukan metode-metode baru yang meransang untuk
berfikir.
2.
Isi atau mata pelajran sudah perlu
diperbaharui, tidak hanya mengandalkan mata pelajaran agama semata-mata yang
bersumber dari kitab-kitab klasik. Sebab masyarakat Islam abad 20 sudah
merasakan manfaat dan peranan ilmu pengetahuan.
3.
Manajemen, manajemen pendidikan adalah
keterkaitan antara sistem lembaga pendidikan Islam dengan bidang-bidang lainya.
Bebera hal tersebut diatas, merupakan tuntutan terhadap kebutuhan dunia
pendidikan Islam. Kemudian dari uraian
terdahulu, dapat diuraikan indikasi terpenting dari pendidikan Islam pada masa
reformasi, yakni:
1.
Dimasukkannya mata pelajaran umum.
2.
Penerapan sistem klasikan dengan segala
penerapanya.
3.
Dikelola sistem administrasi dengan tetap
berpegang kepada prinsip-prinsip manajemen pendidikan. (Haidar Putra Daulay,
2007: 57-59.)
Sedangkan ada bebrapa faktor yang menyebabkan reformasi pendidikan Islam
di Indonesia, pada abad 20, yaitu:
1.
Sejak awal abad 20, telah banyak
pemikiran untuk kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan titik tolak
untuk menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada.
2.
Perlawanan rasional terhadap penguasa
kolonial Belanda
3.
Adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat
organisasinya dibidang sosial ekonomi.
4.
Berasal dari pembaharuan pendidikan Islam. Dalam bidang ini cukup
banyak orang dan organisasi Islam, tidak puas dengan metode tradisional dalam
mempelajari Al-Qur’an dan Studi Islam (Haidar Putra Daulay, 2007: 43-44).
Berdasarkan uraian diatas, dapat di jelasakan bahwa reformasi pendidikan
Islam muncul diawal abad 20 dengan upaya untuk memperbaharui Sitem (Manajemen)
paradigma pendidikan Islam (Tujuan pendidikan Islam), serta materi (Haidar
Putra Daulay, 2007: 53). Jika awal abad 20 kelembagaan bercirikhas madrasah dan
pesantren, dengan manejemen dan organisasi yang dikelola berdasarkan
prinsip-prinsip manajemen yang masih sederhana.
Kemudian dalam aspek organisasi pembelajaran, kegiatan pembelajaran yang dilakukan
dengan cara yang masih menekankan pada kajian kitab-kitab sebagai sumber
belajar utama. Sedangkan ilmu pegetahuan umum hanya ditekankan seadanya dalam
aspek pendidikan Islam. aspek sistem pendidikan. Serta memadukan antara sistem
pesantren yang memiliki keunggulan sistem asrama dan pola penanaman nilai-nilai
keagamaan serta pembentukan mental attitude yang kuat dengan sistem
madrasah/sekolah yang memiliki keunggulan di bidang metodologi dan pengelolaan
pembelajaran. Juga, sistem pembelajaran menyelenggarakan kegiatan pembelajaran
dengan sistem klasikal. Kegiatan pembelajaran untuk semua materi pelajaran
seluruhnya dilaksanakan secara klasikal.
Sedangkan pada aspek metode pembelajaran, metode tidak semata-mata metode
wetonan, sorogan dan hafalan, tetapi lebih bervariasi sesuai dengan tuntunan sistem klasikal
(Haidar, 2007: 50). Juga, perkembangan
metode pembelajaran yang digunakan adalah yang memungkinkan seorang santri atau
peserta didik bisa belajar dengan lebih efektif dan efisien dengan melibatkan mereka
secara aktif dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang bertumpu pada
dialog, tanya-jawab, diskusi, demonstrasi, latihan, penugasan, dan yang
sejenisnya menjadi penting dalam upaya menciptakan suasana belajar yang
kondusif.
Selanjutnya aspek kurikulum
tidak mendikotomikan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Kedua bidang
keilmuan ini diintegrasikan dalam satu kesatuan bangunan epistimologi keilmuan
yang utuh yang semuanya bernilai keagamaan. Kemudian kurikulum tidak dipisahkan
antara bidang kegiatan intrakurikuler dengan yang ektrakurikuler, keduanya
diintegrasikan dalam seluruh total kegiatan, sehingga keduanya memperoleh
perhatian yang sama. Keduanya membentuk suatu lingkungan dengan berbagai
kegiatan di dalamnya yang semuanya dimaksudkan untuk tujuan pendidikan. Secara
umum kurikulum tidak lagi semata-mata berpegang pada materi pelajaran agama yang bertumpu pada
kitab-kitab kalsik. (Haidar, 2007: 50)
Akan tetapi, Kurikulum atau
materi Pendidikan Islam, meteri pendidikan Islam " masih terlalu dominasi
masalah-maslah yang bersifat normatif, ritual dan eskatologis meskipun sudah
diamsukkan ilmu pengeahuan umum. Materi disampaikan dengan semangat ortodoksi
kegamaan, suatu cara dimana peserta didik dipaksa tunduk pada suatu "meta
narasi" yang ada, tanpa diberi peluang untuk melakukan telaah secara
kritis. Pendidikan Islam tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari, kecuali
hanya sedikit aktivitas verbal dan formal untuk menghabiskan materi atau
kurikulum yang telah diprogramkan dengan batas waktu yang telah ditentukan
(A.Malik Fajar, 1995 : 5).
Cita-cita pendiikan Islam awal
abad 20, cenderung pada tujuan normatif, tujuan yang didasarkan pada
norma-norma atau nilai-nilai ajaran Islam, permurnian ajaran islam dikarenakan
di awal abad 20 banyak pemikiran yang kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah ((Haidar
Putra Daulay, 2007: 43-44). Kemudian islamisasi ilmu-ilmu pengetahuan untuk
membangun peradapan Islam di masa depan.
Kelembagaan pendidikan Islam
awal abad 20 berada dalam ruang lingkup pesantren dan madrasah dengan manajemen
administrasi yang masih sederhana. Dalam organisasi pebelajaran dari non
klasikal ke organisasi pembelajaran klasikal, sedangkan metode pendidikan Islam
yang digunakan dari metode-metode tradisional diganti dengan metode yang
dikembangkan dalam untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif. Kurikulum
pendidikan Islam dalam dekade itu, masih
terlalu dominasi masalah-maslah yang bersifat normatif, ritual dan eskatologis
meskipun sudah diamsukkan ilmu pengeahuan umum. Adapun cita-cita pendidikan
Islamnya adalah cenderung pada tujuan
normatif dan islamisasi ilmu-ilmu pengetahuan untuk membangun peradapan Islam
di masa depan
Reformasi Pendidikan Islam Awal Abad 21
Abad 21, kelembagaan pendidikan islam mengalami perkembangan yang cukup
signifikan diarahkan dan dituntut untuk melakukan
langkah-langkah ke arah perwujudan visi kependidikan Islam yang sekaligus
populis, berkualitas dan beragam. Berdasarkan landasan paradigma manajemen yang
didukung oleh langkah-langkah stratergis perwujudan visi lembaga kependidikan
Islam. Kemudian lembaga pendidikan Islam perlu berkembag maju secara kontinyu,
hubungan harmonis antar tenaga kependidikan perlu dicipyakan agar terjadi
lingkungan dan administrasi atau ketatalaksanaan lembaga perlu dibina agar
menjadikan lembaga yang mampu menumbuhkan kreatifitas, disiplin dan semangat
belajar.
Lembaga pendidikan Islam yang ada, memang diakui bahwa penyesuaian
lembaga-lembaga pendidikan akhir-akhir ini cukup mengemberikan, artinya
lembaga-lembaga pendidikan memenuhi keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga
tersebut sebagai tempat untuk mempelajari ilmu umum dan ilmu agama serta
keterampilan. Sehungga lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memilih alternative
yang beragam dari satu diantara dua fungsi, apakah mendisain model pendidikan
umum Islami yang handal dan mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan
yang lain, atau mengkhususkan pada disain pendidikan keagamaan yang
berkualitas, mampu bersaing, dan mampu mempersiapkan mujtahid-mujtahid yang
berkualitas.
Berubahan di abad 21, untuk menghadapi perkembangan zaman pendidikan
Islam adalah sebuah disiplin ilmu yang pantas disejajarakan dengan ilmu
pengetahuan. Juga, dengan sistem pembelajaran (aktif, kreatif, dan efektif)
yang lebih berorientasi dengan kehidupan serta nilai-nilai ajaran Islam. Dengan
metode pembelajaran dikembangkan dengan prinsip mendorong manusia untuk
menggunakan akal pikir, dan mendorong manusia untuk mengaktualisasikan ilmu
pengetahuan. Kemudian dapat disingkrinisasikan bahwa bentuk metode yang relevan
dan efektif untuk pendidikan Islam adalah metode singkronik-analitik, metode
empiris dan metode problem solving serta induktif.
Metode pendidikan Islam harus mampu membimbing, mengrahkan dan membina
anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap
kepribadiannya,sehingga tregambar dalam dirinya tingkah laku yang sesuai dengan
nilai-nilai Islam. Berdasarkan hai ini, maka paradigma pembentukan dan
penerapan metode pendidikan Islam dalam proses internalisasi sejumlah pengetahuan,
keterampilan dan sikap mental yang terpuji dengan pendekatan menyeluruh,
integral dan sistematis.
Kurikulum pendidikan islam harus mempunyai visi dan misi yang mengarah
kepada upaya pencapaian sosok yang hendak dilahirkan sesuai dengan nilai ajaran
Islam. Karena itu karakter kulrikulum meliputi dan memadukan seluruh unsur
kecakapan baik intelektual, emosional, maupun spiritual. Ini juga berarti bahwa
kurikulum itu tidak hanya bersifat kognitif saja, tetapi memadukan seluruh
ranah pengembangan diri peserta didik, baik kognitif, afektif, maupun
psikomotorik.
Tujuan pendidikan Islam, bukan hanya menjadi tempat pembekalan
pengetahuan kepada anak bangsa, tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk
sikap dan karakter. Anak-anak bangsa
dikembangkan bakatnya, dilatih kemampuan dan keterampilannya. Sekolah tempat
menumbuh kembangkan potensi akal, jasmani, dan rohani secara maksimal,
seimbang, dan sesuai tuntutan zaman. Output
keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk bisa
merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban
amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman, nyaman, damai, dan sejahtera.
Pelaksanaan proses
pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan, kemandirian, dan
kewirausahaan. Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik bisa
eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya juang (adversity quotient) yang mumpuni.
Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman belajar yang seimbang yang
meliputi aspek intektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Dan titik
tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi
peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya.
Perbandingan visi pendidikan
yang berkaitan dengan pendidikan Islam abad 21 menurut UNESCO adalah Pertama sosialisasi, sekaligus memberi
landasan bagi umat Islam, bahwa apa yang diamanatkan tidak betentangan dengan
ajaran umat Islam. Kedua, memberikan penekanan tarhadap nilai-nilai Universal
yang terkandung dalam ajaran Ialam yang selama ini kurang mendapatkan perhatian
untuk diungkapkan. Ketiga, memberi keseimbangan kepada saudara-saudara kita
yang memahami islam dengan cara ekstrim dan ekslusif. (Ariffudin Arif, 2008: 127).
Adapun uraian empat dasar visi UNESCO yang berkaitan dengan pendidikan Islam adalah:
1.
Learning
to think (belajar bagaimana bepikir)
2.
Learning
to do (belajar hidup atau bagaimana berbuat/bekerja)
3.
Learning
to be (belajar bagaimana tetap hidup atau sebagai dirinya)
4.
Learning
to live together (belajar untuk hidup bersama)
Dari uraian diatas, keempat dasar visi pendidikan abad 21 menurut UNESCO
pada dasarnya tidak bertentangan dengan agama islam, kesemuanya itu tentunya
merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam untuk senantiasa
dikembangkan. Dengan demikian, pendidikan Islam dalam mengarungi abad 21 ini
perlu mencakup empat visi dasar diatas dengan membangun pemikiran dan kerangka
oprasional yang telah konkret, terarah dan konsepsional dalam penerapannya. (Ariffudin
Arif, 2008: 128)
Mencermati persoalan yang dikemukakan di atas, maka perlu menyelesaikan
persoalan internal yang dihadapi pendidikan Islam secara mendasar dan tuntas. Sebab
pendidikan sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup
kompleks, yakni bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan manusia yang
berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat yang begitu
cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern,
tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompettif dan proaktif
dalam dunia masyarakat modern.
Selain itu, dalam menghadapi era milenium ketiga ini nampaknya pendidikan
Islam harus menyiapkan sumber daya manusia yang lebih handal yang memiliki
kompotensi untuk hidup bersama dalam era global. Menurut Djamaluddin Ancok (1998 : 5), "salah
satu pergeseran paradigma adalah paradigma di dalam melihat apakah kondisi
kehidupan di masa depan relatif stabil dan bisa diramalkan (predictability). Pada milenium kedua
orang selalu berpikir bahwa segala sesuatu bersifat stabil dan bisa diprediksi.
Tetapi, pada milenium ketiga semakin sulit untuk melihat adanya stabilitas
tersebut. Apa yang terjadi di depan semakin sulit untuk diprediksi karena
perubahan menjadi tidak terpolakan dan tidak lagi bersifat linier". Maka,
pendidikan Islam sekarang ini disainnya tidak lagi bersifat linier tetapi harus
didisan bersifat lateral dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat dan
tidak terpolakan.
Untuk itu, lebih lanjut Djamaluddin Ancok yang mengutip Hartanto : 1997:
Hartanto, Raka & Hendroyuwono, 1998, mengatakan bahwa pendidikan (termasuk
pendidikan Islam) harus mempersiapkan empat kapital yang diperlukan untuk
memasuki milenium ketiga, yakni kapital intelektual, kapital sosial, kapital
lembut, dan kapital spritual. Tantangan
ini tidak muda untuk penyelesaiannya, tidak seperti membalik telapak tangan.
Untuk itu, pendidikan Islam sangat perlu mengadakan perubahan atau mendesain
ulang konsep, kurikulum dan materi, fungsi dan tujuan lembaga-lembaga, proses,
agar dapat meneuhi tuntatan perubahan yang semakin cepat.
Memahami reformasi pendidikan abad 21, aspek kelembagaan lebih terbuka
dan dituntut untuk melakukan langkah-langkah ke arah perwujudan visi
kependidikan Islam yang sekaligus populis, berkualitas dan beragam. Berdasarkan
landasan paradigma manajemen yang didukung oleh langkah-langkah stratergis
perwujudan visi lembaga kependidikan Islam. Dengan organisasi pembelajaran yang
berorientasi atas nilai-nilai pendidikan Islam yang lebih modern dan mengikuti
perkembangan zaman. Sedangkan metodologi yang digunakan mampu membimbing,
mengrahkan dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam
sikap kepribadiannya, ehingga tergambar dalam dirinya tingkah laku yang sesuai
dengan nilai-nilai Islam.
Kemudian kurikulum yang diterapkan memadukan seluruh unsur kecakapan baik
intelektual, emosional, maupun spiritual. Sedangkan tujuan pendidikan pada abad
ini, adalah sosialisasi, sekaligus memberi landasan bagi umat Islam, bahwa apa
yang diamanatkan tidak betentangan dengan ajaran umat Islam. Kedua, memberikan
penekanan tarhadap nilai-nilai Universal yang terkandung dalam ajaran Ialam
yang selama ini kurang mendapatkan perhatian untuk diungkapkan. Ketiga, memberi
keseimbangan kepada saudara-saudara kita yang memahami islam dengan cara
ekstrim dan ekslusif dengan uapaya Learning
to think (belajar bagaimana bepikir), Learning
to do (belajar hidup atau bagaimana berbuat/bekerja), Learning to be (belajar bagaimana tetap hidup atau sebagai dirinya)
serta Learning to live together
(belajar untuk hidup bersama).
Daftar Bacaan:
Arif, Arifuddin.Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: GP Pres Group,
2008.
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Taradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru. Logos Wacana Ilmu. 2000.
Djamaluddin Ancok, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium
Ke Tiga, Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Nomor : 6
Tahun III, UII, 1998.
Qomar, Mujamil. Epistemologi Pendidikan Islam Dari Metode
Rasional Hingga Metode Kritik. Jakarta: Erlangga 2005.
Putra Daulay, Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan
Pendidikan Islam di Indonesia . Jakarta:
Kencana,. 2007.
[1] Al-Attas mengataakan, Islamisasi
ilmu berarti pembebasan ilmu dari penafsiran-penafsiran yang didasarkan pada
idiolagi sekuler dan dari makna serta ungkapan-ungkapan manusia sekuler (dikutip
Mujamil Qomar,
2005:116)