(Untuk Umat) Kujungi Kami Di https://www.youtube.com/channel/UCqtz-1atOc_M_26fD91riYw
Monday, June 15, 2020
MODUL PEMBELAJARAN MANDIRI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS XI
MODUL PEMBELAJARAN MANDIRI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS X
CONTOH FORMAT TERBARU : RPP 1 LEMBAR PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMK KELAS X
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Sekolah : SMK
KRIAN 1 SIDOARJO
Mata
Pelajaran :
Pendidikan Agama Islam
Kelas/Semester :
X / Ganjil
Materi
Pokok : Meniti
Hidup dengan Kemuliaan
Alokasi
Waktu :
135 Menit
A. Tujuan
Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik diharapkan
dapat:
1.
Terbiasa membaca al-Qur’an dengan meyakini
bahwa kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik (husnuzzan), dan
persaudaraan (ukhuwah) adalah perintah agama.
2.
Menunjukkan perilaku kontrol diri (mujahadah
an-nafs), prasangka baik (husnuzzan), dan persaudaraan (ukhuwah) sebagai
implementasi perintah Q.S. al- Hujurat/49: 10 dan 12 serta Hadis terkait.
3.
Menganalisis Q.S. al-Hujurat/49: 10 dan 12
serta Hadis tentang kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik
(husnuzzan), dan persaudaraan (ukhuwah).
4.
Mendemonstrasikan hafalan Q.S. al-Hujurat/ 49:
10 dan 12 dengan fasih dan lancar.
B. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar
Media : Worksheet atau lembar kerja (siswa), Lembar penilaian, Al-Qur’an\
Alat/Bahan : Spidol, papan tulis, Laptop & infocus
Sumber
Belajar : Buku Pendidikan Agama Islam Siswa
Kelas X, Kemendikbud, Tahun 2016
C. Langkah-Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan (15 Menit) |
|
Melakukan
pembukaan dengan salam pembuka dan berdoa untuk memulai
pembelajaran, memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin |
|
Menjelaskan
hal-hal yang akan dipelajari, kompetensi yang akan dicapai, serta metode
belajar yang akan ditempuh, |
|
Kegiatan Inti ( 105 Menit ) |
|
Kegiatan
Literasi |
Peserta
didik diberi motivasi dan panduan untuk melihat, mengamati, membaca dan
menuliskannya kembali. Mereka diberi tayangan dan bahan bacaan terkait
materi Membaca Q.S. Al-Hujurat/49: 10 dan 12 serta hadits terkait. |
Critical
Thinking |
Guru
memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin hal yang belum
dipahami, dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat
hipotetik. Pertanyaan ini harus tetap berkaitan dengan materi Membaca
Q.S. Al-Hujurat/49: 10 dan 12 serta hadits terkait. |
Collaboration |
Peserta
didik dibentuk dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan, mengumpulkan
informasi, mempresentasikan ulang, dan saling bertukar informasi
mengenai Membaca Q.S. Al-Hujurat/49: 10 dan 12 serta hadits
terkait. |
Communication |
Peserta
didik mempresentasikan hasil kerja kelompok atau individu secara klasikal,
mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan kemudian ditanggapi
kembali oleh kelompok atau individu yang mempresentasikan |
Creativity |
Guru
dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari
terkait Membaca Q.S. Al-Hujurat/49: 10 dan 12 serta hadits
terkait. Peserta didik kemudian diberi kesempatan untuk
menanyakan kembali hal-hal yang belum dipahami |
Kegiatan Penutup (15 Menit) |
|
Peserta
didik membuat rangkuman/simpulan pelajaran.tentang point-point penting yang
muncul dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan. |
|
Guru
membuat rangkuman/simpulan pelajaran.tentang point-point penting yang muncul
dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan. |
D. Penilaian Hasil Pembelajaran
1. Penilaian Skala Sikap
2. Penilaian “Membaca dengan Tartil”
3. Penilaian Diskusi
……….............……..,...
Juli 20...
Mengetahui
Kepala Sekolah
…………. Guru
Mata Pelajaran
…………………………………… …………………………………….
KONSEP PEMBELAJARAN ABAD 21 DI SMK
PEMBELAJARAN ABAD 21 DI SMK
Perkembangan dunia usaha dan dunia industri menjadi
tantangan untuk diambil tindakan dan solusi dalam mewujudkan harapan
menjadikan SMK Krian 1 sebagai lembaga vokasi yang berdaya saing
ketenagakerjaan. Program Revitalisasi pembelajaran SMK Krian 1 diharapkan
sebagai problem solving (pemecah masalah) dalam peningkatan kualitas layanan pendidikan
dan pelatihan yang profesional dan peta kebutuhan tenaga kerja bagi
lulusan SMK Krian 1 khususnya, penyelarasan kurikulum SMK Krian 1 sesuai
kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, mempercepat sertifikasi kompetensi
bagi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan. Meningkatkan
kuantitas dan kualitas guru produktif serta pemberian lisensi bagi
SMK sebagai lembaga sertifikasi profesi pihak pertama, memberikan kemudahan
kepada masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu, penataan
kelembagaan dan menguatkan sinergi antara dunia usaha/dunia industri serta
lembaga pemerintahan.
SMK
DI ABAD 21
REVOLUSI industri
kini telah memasuki babak baru. Yakni telah berada pada revolusi industri 4.0.
Di mana industri adalah proses produksi yang terjadi di seluruh dunia dengan
mengombinasikan tiga unsur penting, yakni manusia, mesin/robot, dan big data.
Kombinasi tiga unsur ini, akan menggerakkan seluruh produksi menjadi lebih
efektif serta lebih cepat dan masif. Menghadapi tantangan yang besar ini, maka
pendidikan, dalam hal ini SMK harus dituntut untuk berubah.
Untuk
itu, salah satu cara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 adalah adanya
kesadaran pelajar dalam menguasai keahlian atau skill untuk melahirkan tenaga
kerja yang profesional. Sistem pendidikan yang dapat menjawab tantangan itu,
sistem pendidikan vokasi berbasis kompetensi yang link and match dengan
industri. Yaitu pendidikan yang mampu mencetak tenaga kerja dengan kemampuan
khusus sesuai kebutuhan dengan masing-masing industri.
Dalam
menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 SMK harus terus berkembang secara
dinamis dan mampu menyelenggarakan pendidikan berbasis kompetensi. SMK sebagai
lembaga pendidikan formal diharapkan mampu menopang akselerasi pembangunan
nasional. Juga harus peka terhadap potensinya. Penyesuaian kejuruan dan
kurikulum mutlak diperlukan, agar ada relevansi antara pendidikan di SMK dengan
dunia kerja. Harus ada panduan dan penggerak agar SMK bisa memetakan tantangan
dan kebutuhan masa depan.
SMK
sebagai lembaga pendidikan juga diharapkan bisa mencetak generasi muda produktif
yang memiliki kualitas hebat, mendapatkan tantangan sendiri. Bukan hanya
sekadar generasi yang cakap dalam pengetahuan namun juga generasi yang memiliki
skill yang tangguh. Dalam rangka menghasilkan generasi hebat sebagai modal
sebagai antisipasi revolusi industri 4.0 inilah, maka menjadi sangat wajar
kalau kemudian dunia pendidikan menerapkan pembelajaran abad 21. Mengapa harus
pembelajaran abad 21? Hal ini dikarenakan untuk mengimbangi munculnya
karakteristik siswa yang saat ini cenderung aktif dan kreatif.
Pembelajaran
abad 21 merupakan suatu pembelajaran yang bercirikan learning skill, skill, dan
literasi. Learning skill yaitu kegiatan pembelajaran yang di dalamnya ditandai
dengan adanya kerja sama, komunikasi, serta berpikir kritis dan kreatif. Pembelajaran
abad 21 juga bisa dikatakan sebagai sarana mempersiapkan generasi abad 21. Di
mana kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang berkembang begitu
pesat memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk pada proses
belajar-mengajar.
Selain
itu, sistem pembelajaran abad 21 merupakan suatu pembelajaran di mana kurikulum
yang dikembangkan menuntut sekolah mengubah pendekatan pembelajaran. Yakni yang
berpusat pada pendidik (teacher centered learning) menjadi pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada peseta didik (student centered learning). Hal
ini sesuai dengan tuntutan masa depan, peserta didik harus memiliki kecakapan
berpikir dan belajar.
Diterapkannya pembelajaran abad 21, diharapkan menghasilkan lulusan dari
generasi produktif yang memiliki kualitas dan skill hebat. Guna menghadapi
tantangan revolusi industri 4.0.
PEMBELAJARAN
SMK ABAD 21
Perkembangan zaman menuntut pembinaan sumber
daya manusia yang berkualitas. Daya saing Indonesia dalam menghadapi persaingan
antar negara maupun perdagangan bebas sangat ditentukan oleh outcome dari
pembinaan SDM-nya. Salah satu upaya negara dalam pemenuhan SDM level menengah
yang berkualitas adalah pembinaan pendidikan kejuruan.
Rumusan arti pendidikan kejuruan sangat
bervariasi. Menurut Rupert Evans (1978), pendidikan kejuruan adalah bagian dari
sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada
satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang
pekerjaan lainnya. Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal
15, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan
peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan
terdiri dari Sekolah Menengah Kejuruan. Karakteristik Pendidikan Kejuruan
(Djojonegoro, 1998) adalah sebagai berikut :
1.
Pendidikan
kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja
2.
Pendidikan
kejuruan didasarkan atas “demand-driven” (kebutuhan dunia kerja)
3.
Fokus
isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja
4.
Penilaian
yang sesungguhnya terhadap kesuksesan siswa harus pada “hands-on” atau performa
dalam dunia kerja
5.
Hubungan
yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan
6.
Pendidikan
kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi
7.
Pendidikan
kejuruan lebih ditekankan pada “learning by doing” dan “hands-on experience”
8.
Pendidikan
kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktik
9.
Pendidikan
kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar daripada
pendidikan umum.
Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan kejuruan
menurut Charles Prosser (1925) adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan kejuruan akan
efisien jika lingkungan di mana siswa dilatih merupakan replika lingkungan di
mana nanti ia akan bekerja
2. Pendidikan kejuruan akan
efektif hanya dapat diberikan di mana tugas-tugas latihan dilakukan dengan
cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diterapkan di tempat kerja
3. Pendidikan kejuruan akan
efektif jika dia melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti
yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri
4. Pendidikan kejuruan akan
efektif jika dia dapat memampukan setiap individu memodali minatnya,
pengetahuannya, dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi
5. Pendidikan kejuruan yang
efektif untuk setiap profesi, jabatan, atau pekerjaan hanya dapat diberikan
kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya, dan yang dapat
untung darinya.
6. Pendidikan kejuruan akan
efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan
berfikir yang benar diulangkan sehingga pas seperti yang diperlukan dalam
pekerjaan nantinya
7. Pendidikan kejuruan akan
efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan
keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan
8. Pada setiap jabatan ada
kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia tetap dapat
bekerja pada jabatan tersebut
9. Pendidikan kejuruan harus
memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan tanda-tanda pasar kerja)
10. Proses pembinaan kebiasaan
yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan
yang nyata (pengalaman sarat nilai)
11. Sumber yang dapat dipercaya
untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu adalah dari
pengalaman para ahlu pada okupasi tersebut
12. Setiap okupasi mempunyai
ciri-ciri isi yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya
13. Pendidikan kejuruan akan
merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang
yang memang mememrlukan dan memang paling efektif jika dilakukan lewat
pengajaran kejuruan
14. Pendidikan kejuruan akan
efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan pribadi dengan
peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut
15. Administrasi pendidikan
kejuruan akan efisien jika dia luwes dan mengalir daripada kaku dan terstandar
16. Pendidikan kejuruan
memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan
tidak boleh dipaksakan beroperasi.
Perubahan struktur industri yang terjadi di
masyarakat, diversifikasi nilai-nilai sosial, munculnya pendekatan pembejaran
multistrategi, pergeseran dalam pendekatan pembelajaran, dan penghargaan untuk
kecepatan menyebabkan peserta didik tidak hanya mengandalkan apa yang
dipelajari di sekolah. Oleh karena itu menurut Rau et al (2006), pendidikan di
era seperti sekarang adalah bagaimana mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam “learning how to learn” dan ‘relearning” serta membawa kemampuan seumur
hidup, menjadi isu penting dalam pendidikan kejuruan.
Lebih lanjut Rau menyampaikan kurikulum yang
ideal untuk pendidikan kejuruan harus memiliki fitur dan didukung
langkah-langkah : 1) struktur kurikulum yang fleksibel, 2) bahan ajar yang
menarik, 3) pendekatan pengajaran yang beragam, 4) menggunakan mekanisme
penilaian berbasis kompetensi, 5) akses yang mudah untuk mengikuti program
pelatihan guru lanjutan. Selain itu proses belajar mengajar hendaklah dilakukan
dengan menitikberatkan pada : 1) fleksibilitas, 2) kemampuan beradaptasi, 3)
pencapaian kompetensi peserta didik.
Proses pembelajaran di pendidikan kejuruan
harus dilakukan dengan mengedepankan aspek penguasaan Teknologi Informasi dan
komunikasi (TIK). Penguasaan terhadap TIK menjadi penting karena
dengan perkembangan teknologi dan informasi begitu cepat sehingga manusia mampu
bergerak tanpa dibatasi oleh wilayah teritori suatu negara, dimana pengetahuan
mampu ditransformasikan secara cepat. Sehingga siapapun yang mampu menguasai
informasi akan menjagi pemenang (Hsiung, 2000). Selain itu, proses pembelajaran
pada pendidikan kejuruan juga harus diarahkan pada pemberian pengalaman belajar
(learning experience) yang bermakna (Surya Dharma, 2013).
Melalui proses tersebut diharapkan dapat
dihasilkan lulusan yang kompeten dan tidak sekedar berkutat pada seberapa
tinggi pendapatan yang diperoleh setelah peserta didik lulus atau permasalahan
ketenagakerjaan yang muncul setelah peserta didik lulus dari sekolah menengah
kejuruan. Adapun beberapa model penyelenggaraan pendidikan kejuruan adalah:
1. Model
Sekolah
Pada model ini pembelajaran
dilaksanakan sepenuhnya di sekolah. Model ini berasumsi bahwa segala hal yang
terjadi di tempat kerja dapat diajarkan di sekolah dan semua sumber belajar ada
di sekolah. Model ini banyak di adopsi di Indonesia sebelum Repelita VI.
2. Model
Magang
Pada model ini pembelajaran
dasar-dasar kejuruan dilaksanakan di sekolah dan inti kejuruannya diajarkan di
industri melalui sistem magang. Model ini banyak diadopsi di Amerika Serikat.
3. Model
Sistem Ganda
Model ini merupakan
kombinasai pemberian pengalaman belajar di sekolah dan pengalaman kerja di
dunia usaha. Dalam sistem ini sistem pembelajaran tersistem dan terpadu dengan
praktik kerja di dunia usaha/industri.
4. Model School-based
Enterprise
Model
ini di Indonesia dikenal dengan unit produksi. Modul ini pada dasarnya adalah
mengembangkan dunia usaha di sekolahnya dengan maksud sesain untuk menambah
penghasilan sekolah, juga untuk memberikan pengalaman kerja yang benar-benar
nyata pada siswanya. Model ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan
sekolah kepada industri.
Adanya
perubahan langsung dan cepat sebagai hasil dari pengalaman belajar peserta
didik. Setiap peserta didik yang terlibat dalam pembelajaran dapat memperoleh
ketrampilan dan pengetahuan, serta mampu meningkatkan kapasitas peserta didik
yang pada prinsipnya memungkinkan proses pengambilan keputusan yang lebih
efisien untuk berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan, keluarga,
keterlibatan dalam masyarakat dan partisipasi
Pada
konteks pembelajaran, peserta didik di sekolah kejuruan dapat membentuk
kelompok sosial baru, memodifikasi jaringan sosial sebelumnya, dan membentuk
hubungan dengan guru atau instruktur (tutor) . Lebih lanjut pengalaman belajar
yang positif dapat dijadikan potensi untuk mengatasi kesenjangan struktur
sosial. Struktur mengacu pada faktor-faktor seperti sosial, etnis, jender, dan
agama yang mempengaruhi kesempatan setiap individu.
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman belajar yang
diperoleh dari pendidikan kejuruan perlu diarahkan pada pengembangan kapasitas
individu untuk menemukan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya,
serta mampu meningkatkan kebiasaan pengarahan diri sendiri (self directing)
peserta didik. Di dalam pembelajaran pendidikan kejuruan, situasi dan kondisi
pembelajaran khususnya pembelajaran praktik, seharusnya dilakukan dengan
metode, strategi, dan teknik yang mirip dengan dunia kerja sesungguhnya. Antar
individu peserta didik dilatih untuk bekerja sama dalam satu tim yang kuat
dalam rangka mewujudkan suatu bentuk pekerjaan/produk tertentu sebagai
pencapaian akhir suatu pembelajaran praktik.
MENUMBUHKAN ETOS KERJA
MENUMBUHKAN ETOS KERJA
Etos kerja adalah sikap yang muncul
atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai
budaya terhadap kerja (Sukardewi, 2013:3). Etos berasal dari bahasa Yunani,
yaitu ethos yang artinya sikap, kepribadian, watak,
karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh
individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh
berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya
(Tasmara, 2002:15). Berikut beberapa pengertian etos kerja
dari beberapa sumber :
1. Menurut
Sinamo (2011:26), etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar
pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja
yang integral.
2. Menurut
Panji Anoraga (2001:29), etos kerja adalah pandangan dan sikap suatu bangsa
atau umat terhadap kerja, oleh karena itu menimbulkan pandangan dan sikap yang
menghargai kerja sebagai suatu yang luhur, sehingga diperlukan dorongan atau
motivasi.
3. Menurut
Madjid (2000:410), etos kerja ialah karakteristik dan sikap, kebiasaan, serta
kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seseorang individu atau
sekelompok manusia.
Melalui berbagai
pengertian diatas baik secara etimologis maupun praktis dapat disimpulkan bahwa
etos kerja merupakan seperangkat sikap atau pandangan mendasar yang dipegang
sekelompok manusia untuk menilai bekerja sebagai suatu hal yang positif bagi
peningkatan kualitas kehidupan, sehingga mempengaruhi perilaku kerjanya.
Ciri-ciri Etos Kerja
Seseorang yang memiliki etos kerja,
akan terlihat pada sikap dan tingkah lakunya dalam bekerja. Berikut ini adalah
beberapa ciri-ciri etos kerja :
1. Kecanduan
terhadap waktu. Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah
cara seseorang menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu.
Dia sadar waktu adalah netral dan terus merayap dari detik ke detik dan dia pun
sadar bahwa sedetik yang lalu tak akan pernah kembali kepadanya.
2. Memiliki
moralitas yang bersih (ikhlas). Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang yang
berbudaya kerja adalah nilai keihklasan. Karena ikhlas merupakan bentuk dari
cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan. Sikap ikhlas bukan hanya
output dari cara dirinya melayani, melainkan juga input atau masukan yang
membentuk kepribadiannya didasarkan pada sikap yang bersih.
3. Memiliki
kejujuran. Kejujuran pun tidak datang dari luar, tetapi bisikan
kalbu yang terus menerus mengetuk dan membisikkan nilai moral yang luhur.
Kejujuran bukanlah sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah panggilan dari dalam
sebuah keterikatan.
4. Memiliki
komitmen. Komitmen adalah keyakinan yang mengikat sedemikian
kukuhnya sehingga terbelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan
perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya. Dalam komitmen tergantung
sebuah tekad, keyakinan, yang melahirkan bentuk vitalitas yang penuh gairah.
5. Kuat
pendirian (konsisten). Konsisten adalah suatu kemampuan untuk bersikap taat
asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip walau harus berhadapan
dengan resiko yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan
mengelola emosinya secara efektif.
Dari berbagai
aspek yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang
memiliki etos kerja tinggi akan terus berusaha untuk memperbaiki dirinya,
sehingga nilai pekerjaannya bukan hanya bersifat produktif materialistik tapi
juga melibatkan kepuasaan spiritualitas dan emosional.
Cara Menumbuhkan Etos Kerja
Setiap negara memiliki etos kerja
masing-masing, menurut Jansen H. Sinamo (2011) melalui bukunya 8 Etos Kerja Profesional menjelaskan cara
menumbuhkan etos kerja sebagai berikut
:
1.
Kerja sebagai rahmat (Aku bekerja tulus penuh rasa
syukur).
2.
Kerja adalah amanah (Aku bekerja penuh tanggung jawab).
3.
Kerja adalah panggilan (Aku bekerja tuntas penuh
integritas).
4.
Kerja adalah aktualisasi (Aku bekerja keras penuh
semangat).
5.
Kerja adalah ibadah (Aku bekerja serius penuh kecintaan).
6.
Kerja adalah seni (Aku bekerja cerdas penuh kreativitas).
7.
Kerja adalah kehormatan (Aku bekerja penuh ketekunan dan
keunggulan).
8.
Kerja adalah pelayanan (Aku bekerja paripurna penuh
kerendahan hati).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi Etos Kerja
Etos kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
yaitu (Anoraga, 2001:52):
1.
Agama. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai yang
akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir,
bersikap dan bertindak seseorang tentu diwarnai oleh ajaran agama yang dianut
jika seseorang sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama.
2.
Budaya. Sikap mental, tekad, disiplin, dan semangat kerja
masyarakat juga disebut sebagai etos budaya dan secara operasional etos budaya
ini juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ini ditentukan oleh sistem
orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.
3.
Sosial Politik. Tinggi rendahnya etos kerja suatu
masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong
masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras dengan
penuh.
4.
Kondisi Lingkungan/Geografis. Lingkungan alam
yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha
untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang
pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.
5.
Pendidikan. Etos kerja tidak dapat dipisahkan
dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan
membuat seseorang mempunyai etos kerja keras.
6.
Struktur Ekonomi. Tinggi rendahnya
etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur
ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota masyarakat untuk bekerja
keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.
7.
Motivasi Intrinsik Individu. Individu yang
akan memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi.
Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap yang didasari oleh nilai-nilai
yang diyakini seseorang.
Berdasarkan pemahaman teori
diatas, pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini
tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara
berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama
yang dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan
demikian, kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu
pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan
atau modernisasi.
Kemudian sikap mental, tekad,
disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya.
Kemudian etos budaya ini secara operasional juga disebut sebagai etos kerja.
Kualitas etos kerja ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat
yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan
memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem
nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa
sama sekali tidak memiliki etos kerja.
Sedangkan sosial politik mempengaruhi tinggi
atau rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi juga oleh ada atau
tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan
dapat menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh. Kondisi lingkungan
secara geografis juga menemukan adanya indikasi bahwa etos kerja dapat muncul
dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan alam yang mendukung
mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat
mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk
turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.
Dengan pendidikan, etos kerja
tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber
daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya
kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan bermutu,
disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan
keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas
masyarakat sebagai pelaku ekonomi.
Motivasi intrinsik, individu memiliki
etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja
merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai
yang diyakini seseorang. Keyakinan ini menjadi suatu motivasi kerja, yang
mempengaruhi juga etos kerja seseorang.
Dengan memahami apa itu etos
kerja, serta aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menerapkan etos kerja
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan sebuah organisasi (termasuk
organisasi Kementerian Keuangan) akan meningkat produktifitas dan
profesionalitas kerjanya. Indonesia sangat membutuhkan peningkatan etos kerja
di semua lini organisasi pemerintahan dan swasta, sehingga di masa depan dapat
terwujud bangsa Indonesia yang maju dan disegani masyarakat internasional.