Monday, June 15, 2020

PANDUAN TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN SMK KURIKULUM 2013

TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN SMK

MODUL PEMBELAJARAN MANDIRI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS XI

MODUL PEMBELAJARAN MANDIRI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS XI

MODUL PEMBELAJARAN MANDIRI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS X

MODUL PEMBELAJARAN MANDIRI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

RPP LENGKAP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMK KELAS XII KURIKULUM 2013

DOWNLOAD DISINI

RPP LENGKAP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMK KELAS XI KURIKULUM 2013

DOWNLOAD DISINI

RPP LENGKAP TAHUN 2020/2021 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMK KELAS X KURIKULUM 2013

DOWNLOAD DISINI

CONTOH FORMAT TERBARU : RPP 1 LEMBAR PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMK KELAS X

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Sekolah                               : SMK KRIAN 1 SIDOARJO

Mata Pelajaran                    : Pendidikan Agama Islam

Kelas/Semester                   : X / Ganjil

Materi Pokok                       : Meniti Hidup dengan Kemuliaan

Alokasi Waktu                     : 135 Menit

 

A.    Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat:

1.       Terbiasa membaca al-Qur’an dengan meyakini bahwa kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik (husnuzzan), dan persaudaraan (ukhuwah) adalah perintah agama.

2.       Menunjukkan perilaku kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik (husnuzzan), dan persaudaraan (ukhuwah) sebagai implementasi perintah Q.S. al- Hujurat/49: 10 dan 12 serta Hadis terkait.

3.       Menganalisis Q.S. al-Hujurat/49: 10 dan 12 serta Hadis tentang kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik (husnuzzan), dan persaudaraan (ukhuwah).

4.       Mendemonstrasikan hafalan Q.S. al-Hujurat/ 49: 10 dan 12 dengan fasih dan lancar.

 

B.    Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar

Media                 : Worksheet atau lembar kerja (siswa), Lembar penilaian, Al-Qur’an\

Alat/Bahan         : Spidol, papan tulis, Laptop & infocus

Sumber Belajar  : Buku Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas X, Kemendikbud, Tahun 2016

 

C.    Langkah-Langkah Pembelajaran

Kegiatan Pendahuluan (15 Menit)

Melakukan pembukaan dengan salam pembuka dan berdoa  untuk  memulai pembelajaran, memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin

Menjelaskan hal-hal yang akan dipelajari, kompetensi yang akan dicapai, serta metode belajar yang akan ditempuh,

Kegiatan Inti ( 105 Menit )

Kegiatan Literasi

Peserta didik diberi motivasi dan panduan untuk melihat, mengamati, membaca dan menuliskannya kembali. Mereka diberi tayangan dan bahan bacaan terkait materi Membaca Q.S. Al-Hujurat/49: 10 dan 12 serta hadits terkait.

Critical Thinking

Guru memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin hal yang belum dipahami, dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Pertanyaan ini harus tetap berkaitan dengan materi Membaca Q.S. Al-Hujurat/49: 10 dan 12 serta hadits terkait.

Collaboration

Peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan, mengumpulkan informasi, mempresentasikan ulang, dan saling bertukar informasi mengenai Membaca Q.S. Al-Hujurat/49: 10 dan 12 serta hadits terkait.

Communication

Peserta didik mempresentasikan hasil kerja kelompok atau individu secara klasikal, mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan kemudian ditanggapi kembali oleh kelompok atau individu yang mempresentasikan

Creativity

Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait Membaca Q.S. Al-Hujurat/49: 10 dan 12 serta hadits terkait. Peserta didik kemudian diberi kesempatan untuk menanyakan kembali hal-hal yang belum dipahami

Kegiatan Penutup (15 Menit)

Peserta didik membuat rangkuman/simpulan pelajaran.tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan.

Guru membuat rangkuman/simpulan pelajaran.tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan.

D.     Penilaian Hasil Pembelajaran

1.  Penilaian Skala Sikap

2.  Penilaian “Membaca dengan Tartil”

3.  Penilaian Diskusi

                                                                                                                         ……….............……..,... Juli 20...

 

Mengetahui

Kepala Sekolah ………….                                                                      Guru Mata Pelajaran

 

 

 

……………………………………                                                          …………………………………….


KONSEP PEMBELAJARAN ABAD 21 DI SMK

PEMBELAJARAN ABAD 21 DI SMK

Perkembangan dunia usaha dan dunia industri menjadi tantangan untuk diambil tindakan dan solusi dalam mewujudkan harapan menjadikan SMK Krian 1 sebagai lembaga vokasi yang berdaya saing ketenagakerjaan. Program Revitalisasi pembelajaran SMK Krian 1 diharapkan sebagai problem solving (pemecah masalah) dalam peningkatan kualitas layanan pendidikan dan pelatihan yang profesional  dan peta kebutuhan tenaga kerja bagi lulusan SMK Krian 1 khususnya, penyelarasan kurikulum SMK Krian 1 sesuai kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, mempercepat sertifikasi kompetensi bagi lulusan,  pendidik dan tenaga kependidikan. Meningkatkan kuantitas  dan kualitas guru produktif serta pemberian lisensi bagi SMK sebagai lembaga sertifikasi profesi pihak pertama, memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu, penataan kelembagaan dan menguatkan sinergi antara dunia usaha/dunia industri serta lembaga pemerintahan.


SMK DI ABAD 21

REVOLUSI industri kini telah memasuki babak baru. Yakni telah berada pada revolusi industri 4.0. Di mana industri adalah proses produksi yang terjadi di seluruh dunia dengan mengombinasikan tiga unsur penting, yakni manusia, mesin/robot, dan big data. Kombinasi tiga unsur ini, akan menggerakkan seluruh produksi menjadi lebih efektif serta lebih cepat dan masif. Menghadapi tantangan yang besar ini, maka pendidikan, dalam hal ini SMK harus dituntut untuk berubah.

Untuk itu, salah satu cara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 adalah adanya kesadaran pelajar dalam menguasai keahlian atau skill untuk melahirkan tenaga kerja yang profesional. Sistem pendidikan yang dapat menjawab tantangan itu, sistem pendidikan vokasi berbasis kompetensi yang link and match dengan industri. Yaitu pendidikan yang mampu mencetak tenaga kerja dengan kemampuan khusus sesuai kebutuhan dengan masing-masing industri.

Dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 SMK harus terus berkembang secara dinamis dan mampu menyelenggarakan pendidikan berbasis kompetensi. SMK sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu menopang akselerasi pembangunan nasional. Juga harus peka terhadap potensinya. Penyesuaian kejuruan dan kurikulum mutlak diperlukan, agar ada relevansi antara pendidikan di SMK dengan dunia kerja. Harus ada panduan dan penggerak agar SMK bisa memetakan tantangan dan kebutuhan masa depan.

SMK sebagai lembaga pendidikan juga diharapkan bisa mencetak generasi muda produktif yang memiliki kualitas hebat, mendapatkan tantangan sendiri. Bukan hanya sekadar generasi yang cakap dalam pengetahuan namun juga generasi yang memiliki skill yang tangguh. Dalam rangka menghasilkan generasi hebat sebagai modal sebagai antisipasi revolusi industri 4.0 inilah, maka menjadi sangat wajar kalau kemudian dunia pendidikan menerapkan pembelajaran abad 21. Mengapa harus pembelajaran abad 21? Hal ini dikarenakan untuk mengimbangi munculnya karakteristik siswa yang saat ini cenderung aktif dan kreatif.

Pembelajaran abad 21 merupakan suatu pembelajaran yang bercirikan learning skill, skill, dan literasi. Learning skill yaitu kegiatan pembelajaran yang di dalamnya ditandai dengan adanya kerja sama, komunikasi, serta berpikir kritis dan kreatif. Pembelajaran abad 21 juga bisa dikatakan sebagai sarana mempersiapkan generasi abad 21. Di mana kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang berkembang begitu pesat memiliki pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk pada proses belajar-mengajar.

Selain itu, sistem pembelajaran abad 21 merupakan suatu pembelajaran di mana kurikulum yang dikembangkan menuntut sekolah mengubah pendekatan pembelajaran. Yakni yang berpusat pada pendidik (teacher centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peseta didik (student centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan masa depan, peserta didik harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar.

Diterapkannya pembelajaran abad 21, diharapkan menghasilkan lulusan dari generasi produktif yang memiliki kualitas dan skill hebat. Guna menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.

PEMBELAJARAN SMK ABAD 21

Perkembangan zaman menuntut pembinaan sumber daya manusia yang berkualitas. Daya saing Indonesia dalam menghadapi persaingan antar negara maupun perdagangan bebas sangat ditentukan oleh outcome dari pembinaan SDM-nya. Salah satu upaya negara dalam pemenuhan SDM level menengah yang berkualitas adalah pembinaan pendidikan kejuruan.

Rumusan arti pendidikan kejuruan sangat bervariasi. Menurut Rupert Evans (1978), pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan terdiri dari Sekolah Menengah Kejuruan. Karakteristik Pendidikan Kejuruan (Djojonegoro, 1998) adalah sebagai berikut :

1.  Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja

2.  Pendidikan kejuruan didasarkan atas “demand-driven” (kebutuhan dunia kerja)

3.  Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja

4.  Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan siswa harus pada “hands-on” atau performa dalam dunia kerja

5.  Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan

6.  Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi

7.  Pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada “learning by doing” dan “hands-on experience”

8.  Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktik

9.  Pendidikan kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar daripada pendidikan umum.

Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan kejuruan menurut Charles Prosser (1925) adalah sebagai berikut :

1.  Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan di mana siswa dilatih merupakan replika lingkungan di mana nanti ia akan bekerja

2.  Pendidikan kejuruan akan efektif hanya dapat diberikan di mana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diterapkan di tempat kerja

3.  Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri

4.  Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia dapat memampukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya, dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi

5.  Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan, atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya, dan yang dapat untung darinya.

6.  Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfikir yang benar diulangkan sehingga pas seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya

7.  Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan

8.  Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut

9.  Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan tanda-tanda pasar kerja)

10.  Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai)

11.  Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu adalah dari pengalaman para ahlu pada okupasi tersebut

12.  Setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya

13.  Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang mememrlukan dan memang paling efektif jika dilakukan lewat pengajaran kejuruan

14.  Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut

15.  Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika dia luwes dan mengalir daripada kaku dan terstandar

16.  Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.

Perubahan struktur industri yang terjadi di masyarakat, diversifikasi nilai-nilai sosial, munculnya pendekatan pembejaran multistrategi, pergeseran dalam pendekatan pembelajaran, dan penghargaan untuk kecepatan menyebabkan peserta didik tidak hanya mengandalkan apa yang dipelajari di sekolah. Oleh karena itu menurut Rau et al (2006), pendidikan di era seperti sekarang adalah bagaimana mengembangkan kemampuan peserta didik dalam “learning how to learn” dan ‘relearning” serta membawa kemampuan seumur hidup, menjadi isu penting dalam pendidikan kejuruan.

Lebih lanjut Rau menyampaikan kurikulum yang ideal untuk pendidikan kejuruan harus memiliki fitur dan didukung langkah-langkah : 1) struktur kurikulum yang fleksibel, 2) bahan ajar yang menarik, 3) pendekatan pengajaran yang beragam, 4) menggunakan mekanisme penilaian berbasis kompetensi, 5) akses yang mudah untuk mengikuti program pelatihan guru lanjutan. Selain itu proses belajar mengajar hendaklah dilakukan dengan menitikberatkan pada : 1) fleksibilitas, 2) kemampuan beradaptasi, 3) pencapaian kompetensi peserta didik.

Proses pembelajaran di pendidikan kejuruan harus dilakukan dengan mengedepankan aspek penguasaan Teknologi Informasi dan komunikasi  (TIK). Penguasaan terhadap TIK menjadi penting karena dengan perkembangan teknologi dan informasi begitu cepat sehingga manusia mampu bergerak tanpa dibatasi oleh wilayah teritori suatu negara, dimana pengetahuan mampu ditransformasikan secara cepat. Sehingga siapapun yang mampu menguasai informasi akan menjagi pemenang (Hsiung, 2000). Selain itu, proses pembelajaran pada pendidikan kejuruan juga harus diarahkan pada pemberian pengalaman belajar (learning experience) yang bermakna (Surya Dharma, 2013).

 

Melalui proses tersebut diharapkan dapat dihasilkan lulusan yang kompeten dan tidak sekedar berkutat pada seberapa tinggi pendapatan yang diperoleh setelah peserta didik lulus atau permasalahan ketenagakerjaan yang muncul setelah peserta didik lulus dari sekolah menengah kejuruan. Adapun beberapa model penyelenggaraan pendidikan kejuruan adalah:

1.  Model Sekolah 

Pada model ini pembelajaran dilaksanakan sepenuhnya di sekolah. Model ini berasumsi bahwa segala hal yang terjadi di tempat kerja dapat diajarkan di sekolah dan semua sumber belajar ada di sekolah. Model ini banyak di adopsi di Indonesia sebelum Repelita VI.

2.  Model Magang 

Pada model ini pembelajaran dasar-dasar kejuruan dilaksanakan di sekolah dan inti kejuruannya diajarkan di industri melalui sistem magang. Model ini banyak diadopsi di Amerika Serikat.

3.  Model Sistem Ganda

Model ini merupakan kombinasai pemberian pengalaman belajar di sekolah dan pengalaman kerja di dunia usaha. Dalam sistem ini sistem pembelajaran tersistem dan terpadu dengan praktik kerja di dunia usaha/industri.

4.  Model School-based Enterprise

Model ini di Indonesia dikenal dengan unit produksi. Modul ini pada dasarnya adalah mengembangkan dunia usaha di sekolahnya dengan maksud sesain untuk menambah penghasilan sekolah, juga untuk memberikan pengalaman kerja yang benar-benar nyata pada siswanya. Model ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan sekolah kepada industri.

Adanya perubahan langsung dan cepat sebagai hasil dari pengalaman belajar peserta didik. Setiap peserta didik yang terlibat dalam pembelajaran dapat memperoleh ketrampilan dan pengetahuan, serta mampu meningkatkan kapasitas peserta didik yang pada prinsipnya memungkinkan proses pengambilan keputusan yang lebih efisien untuk berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan, keluarga, keterlibatan dalam masyarakat dan partisipasi

Pada konteks pembelajaran, peserta didik di sekolah kejuruan dapat membentuk kelompok sosial baru, memodifikasi jaringan sosial sebelumnya, dan membentuk hubungan dengan guru atau instruktur (tutor) . Lebih lanjut pengalaman belajar yang positif dapat dijadikan potensi untuk mengatasi kesenjangan struktur sosial. Struktur mengacu pada faktor-faktor seperti sosial, etnis, jender, dan agama yang mempengaruhi kesempatan setiap individu.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman belajar yang diperoleh dari pendidikan kejuruan perlu diarahkan pada pengembangan kapasitas individu untuk menemukan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya, serta mampu meningkatkan kebiasaan pengarahan diri sendiri (self directing) peserta didik. Di dalam pembelajaran pendidikan kejuruan, situasi dan kondisi pembelajaran khususnya pembelajaran praktik, seharusnya dilakukan dengan metode, strategi, dan teknik yang mirip dengan dunia kerja sesungguhnya. Antar individu peserta didik dilatih untuk bekerja sama dalam satu tim yang kuat dalam rangka mewujudkan suatu bentuk pekerjaan/produk tertentu sebagai pencapaian akhir suatu pembelajaran praktik.

 


MENUMBUHKAN ETOS KERJA

MENUMBUHKAN ETOS KERJA

Etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja (Sukardewi, 2013:3). Etos berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang artinya sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya (Tasmara, 2002:15). Berikut beberapa pengertian etos kerja dari beberapa sumber :

1.  Menurut Sinamo (2011:26), etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral.

2.  Menurut Panji Anoraga (2001:29), etos kerja adalah pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja, oleh karena itu menimbulkan pandangan dan sikap yang menghargai kerja sebagai suatu yang luhur, sehingga diperlukan dorongan atau motivasi.

3.  Menurut Madjid (2000:410), etos kerja ialah karakteristik dan sikap, kebiasaan, serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seseorang individu atau sekelompok manusia.

Melalui berbagai pengertian diatas baik secara etimologis maupun praktis dapat disimpulkan bahwa etos kerja merupakan seperangkat sikap atau pandangan mendasar yang dipegang sekelompok manusia untuk menilai bekerja sebagai suatu hal yang positif bagi peningkatan kualitas kehidupan, sehingga mempengaruhi perilaku kerjanya.

 

Ciri-ciri Etos Kerja

Seseorang yang memiliki etos kerja, akan terlihat pada sikap dan tingkah lakunya dalam bekerja. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri etos kerja :

1.  Kecanduan terhadap waktu. Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Dia sadar waktu adalah netral dan terus merayap dari detik ke detik dan dia pun sadar bahwa sedetik yang lalu tak akan pernah kembali kepadanya.

2.  Memiliki moralitas yang bersih (ikhlas). Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang yang berbudaya kerja adalah nilai keihklasan. Karena ikhlas merupakan bentuk dari cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan. Sikap ikhlas bukan hanya output dari cara dirinya melayani, melainkan juga input atau masukan yang membentuk kepribadiannya didasarkan pada sikap yang bersih.

3.  Memiliki kejujuran. Kejujuran pun tidak datang dari luar, tetapi bisikan kalbu yang terus menerus mengetuk dan membisikkan nilai moral yang luhur. Kejujuran bukanlah sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah panggilan dari dalam sebuah keterikatan.

4.  Memiliki komitmen. Komitmen adalah keyakinan yang mengikat sedemikian kukuhnya sehingga terbelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya. Dalam komitmen tergantung sebuah tekad, keyakinan, yang melahirkan bentuk vitalitas yang penuh gairah.

5.  Kuat pendirian (konsisten). Konsisten adalah suatu kemampuan untuk bersikap taat asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip walau harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif.

Dari berbagai aspek yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki etos kerja tinggi akan terus berusaha untuk memperbaiki dirinya, sehingga nilai pekerjaannya bukan hanya bersifat produktif materialistik tapi juga melibatkan kepuasaan spiritualitas dan emosional.

 

Cara Menumbuhkan Etos Kerja

Setiap negara memiliki etos kerja masing-masing, menurut Jansen H. Sinamo (2011) melalui bukunya 8 Etos Kerja Profesional menjelaskan cara menumbuhkan etos kerja sebagai berikut :

1.  Kerja sebagai rahmat (Aku bekerja tulus penuh rasa syukur).

2.  Kerja adalah amanah (Aku bekerja penuh tanggung jawab).

3.  Kerja adalah panggilan (Aku bekerja tuntas penuh integritas).

4.  Kerja adalah aktualisasi (Aku bekerja keras penuh semangat).

5.  Kerja adalah ibadah (Aku bekerja serius penuh kecintaan).

6.  Kerja adalah seni (Aku bekerja cerdas penuh kreativitas).

7.  Kerja adalah kehormatan (Aku bekerja penuh ketekunan dan keunggulan).

8.   Kerja adalah pelayanan (Aku bekerja paripurna penuh kerendahan hati).

 

Faktor-faktor yang mempengaruhi Etos Kerja

Etos kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu (Anoraga, 2001:52):

1.  Agama. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai yang akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang tentu diwarnai oleh ajaran agama yang dianut jika seseorang sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama.

2.  Budaya. Sikap mental, tekad, disiplin, dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya dan secara operasional etos budaya ini juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.

3.  Sosial Politik. Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras dengan penuh.

4.  Kondisi Lingkungan/Geografis. Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.

5.  Pendidikan. Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras.

6.  Struktur Ekonomi. Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.

7.  Motivasi Intrinsik Individu. Individu yang akan memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap yang didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang.

Berdasarkan pemahaman teori diatas, pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian, kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi.

Kemudian sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya. Kemudian etos budaya ini secara operasional juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja.

Sedangkan sosial politik mempengaruhi tinggi atau rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh. Kondisi lingkungan secara geografis juga menemukan adanya indikasi bahwa etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.

Dengan pendidikan, etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi.

Motivasi intrinsik, individu memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan ini menjadi suatu motivasi kerja, yang mempengaruhi juga etos kerja seseorang.

Dengan memahami apa itu etos kerja, serta aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menerapkan etos kerja serta faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan sebuah organisasi (termasuk organisasi Kementerian Keuangan) akan meningkat produktifitas dan profesionalitas kerjanya. Indonesia sangat membutuhkan peningkatan etos kerja di semua lini organisasi pemerintahan dan swasta, sehingga di masa depan dapat terwujud bangsa Indonesia yang maju dan disegani masyarakat internasional.