PROFESIONALISASI GURU DALAM MENINGKATKAN
MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Latar Belakang
Pendidikan
merupakan salah-satu faktor yang dapat menentukan kwalitas kehidupan bangsa,
kehidupan yang cerdas dalam menghadapi berbagai keadaan dan tantangan. Sebagai
komponen bangsa yang berwujud masyarakat tentunya punya rasa dan tanggung jawab
dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional, baik pendidikan formal ataupun non
formal.
Untuk
menciptakan pendidikan yang bermutu tidak semudah membalik telapak tangan,
banyak masalah yang dihadapi dalam Proses Belajar Mengajar, diantaranya
keterbatasan sumber belajar, keterbatasan penguasaan pengetahuan untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan dalam kemajuan pendidikan, cara menyampaikan
materi pelajaran, cara membantu anak agar belajar lebih baik, cara membuat dan
memakai alat peraga, peningkatan hasil belajar anak dan pelaksanaan berbagai
perubahan kebijakan serta kompetensi para pendidik.
Dunia
pendidikan sedang diguncang oleh berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan masyarkat, serat ditantang untuk menjawab berbagai permasalahan local
dan perubahan global yang terjadi begitu pesat. Lahan perubahan dan
permasalahan tersebut mencakup social change, turbulence, complexity
and chaos, seperti pasar bebas ( free frade ), tenaga kerja bebas ( free
labaur ), perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang
sangat dasyat. Bersamaan dengan itu, bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada
fenomena yang sangat dramatis, yakni rendahnya daya saing sebagai indikator
bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia ( SDM ) berkualitas.[1]
Hal
tersebut mendudukan pentingnya upaya peningkatan kualitas pendidikan yang harus
dilakukan terus menerus, sehingga pendidikan dapat digunakan sebagai wahana
dalam membangun watak bangsa. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
merupakan dimensi penting dalam proses pembangunan nasional yang saling
berkaitan dengan dimensi ekonomi, sosial, budaya agama. Oleh sebab itu, pengembangan
sumber daya manusia harus mendapat perhatian secara sungguh-sungguh berdasarkan
perencanaan secara sistematis dan rinci yang mengacu ke masa depan.
Guru
merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan
yang harus menjadi perhatian sentral, pertama dan utama. Guru merupakan
komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil
pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan
sumbangan yang berarti tanpa didukung oleh guru yang professional dan
berkualitas. Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
keterampilan, kejujuran dan sebagainya.[2] Jadi profesional adalah bersangkutan
dengan profesi, memerlukan kompetensi khusus untuk menjalankan tugasnya.
Sehingga tidak
dapat disangkal lagi, bahwa profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan
yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya
persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini.
Diperlukan orang-orang yang memang benar-benar ahli di bidangnya, sesuai dengan
kapasitas yang dimilikinya agar setiap orang dapat berperan secara maksimal,
termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian
tersendiri. Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari
perkembangan jaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi
setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia.
Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga
seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas.
Selama itu,
pelaksanaan Pendidikan Agama Islam yang berlangsung disekolah masih banyak
mengalami kegagalan. Merosotnya moral dan akhlak peserta didik disebabkan
antara lain akibat kurikulum pendidikan agama yang terlampau pada materi, dan
materi tersebut lebih mengedepankan aspek pemikiran ketimbang membangun
kesadaran keberagamaan yang utuh. Pelaksanaan pendidikan agama lebih banyak
bermuara pada aspek metodologi pembelajaran Agama Islam dan orientasinya yang
lebih normatif, teoritis dan kognitif, termasuk didalamnya aspek gurunya yang
kurang mampu mengaitkan dan berinteraksi dengan mata pelajaran dan guru non Pendidikan
Agama.
Guru yang
secara luas berfungsi sebagai pendidik merupakan salah satu faktor dominan
dalam proses belajar mengajar, karena ditangan gurulah kurikulum, sumber
belajar, sarana dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang
berarti bagi kehidupan peserta didik. Untuk membekali peserta didik yang
berkualitas diperlukan kompetensi guru yang memadai. Kompetensi merupakan
perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang disyaratkan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan.[3]
Oleh karena
itu, kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Guru yang kompeten akan
lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan
lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa akan lebih optimal.[4] Serta kompetensi guru agama adalah
kewenangan untuk menentukan Pendidikan Agama Islam yang akan diajarkan pada
jenjang tertentu disekolah tempat guru itu mengajar.[5] Kewenangan tersebut merupakan kewenangan
formal, pemahaman kurikulum, penguasaan metode pengajaran, pemahaman, psikologi
dan berbagai hal penting dalam proses belajar mengajar.
Dalam
pandangan Pendidikan Agama Islam, kompetensi guru merupakan seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai
dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Melihat
fenomena pendidikan saat ini tentunya kita harus mengevaluasi sejauhmana
keberhasilan dan efektifitas pendidikan kita sesuai dengan tujuan pendidikan
itu sendiri.
Keberhasilan
dan kegagalan suatu proses pendidikan secara umum dinilai dari outputnya
yakni orang-orang sebagai produk pendidikan. Bila pendidikan menghasilkan
orang-orang yang bertanggung jawab atas tugas-tugas kemanusiaan, tugas-tugas
ke-tuhanan bertindak lebih manfaat bagi dirinya maupun orang lain, pendidikan
tersebut dikatakan berhasil. Tapi sebaliknya bila outputnya adalah orang-orang
yang tidak mampu melaksanakan tugas hidup dan kemaslahatan umat manusia, maka
pendidikan tersebut mengalami kegagalan.[6]
Profesionalisme
guru dan mutu pendidikan adalah dua hal yang saling berhubungan antara satu
dengan yang lain. Di dalam tata hubungan, profesionalisme guru merupakan
variabel bebas (independent variable) sedangkan mutu pendidikan
merupakan variabel tidak bebas atau variabel tergantung (dependent variable).
Artinya, mutu pendidikan sangat tergantung kepada profesionalisme guru. Dalam
tata hubungan yang positif, semakin tinggi profesionalisme guru semakin tinggi
pula mutu pendidikan; sebaliknya semakin rendah profesionalisme guru semakin
rendah pula mutu pendidikan.
Hubungan
antara profesionalisme guru dengan mutu pendidikan itu bersifat asimetris (asymmetrical
relationship) yang ditandai dengan arah hubungan satu pihak saja, bukan dua
pihak. Dalam hal ini variabel bebas mempengaruhi variabel terikat, bukan
variabel bebas saling mempengaruhi terhadap varibel terikat. Di dalam konteks
hubungan antara profesionalisme guru dengan mutu pendidikan maka variabel
profesionalisme guru yang mempengaruhi mutu pendidikan, bukan variabel mutu
pendidikan yang mempengaruhi profesionalisme guru.
Adapun yang dimaksud mutu sesuai dengan standar, yaitu jika salah satu
aspek dalam pengelolaan pendidikan itu sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan
delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu, yaitu: (1) kinerja (performance),
(2) feature, (3) kehandalan (reliability),
(4) konfirmasi (conformance), (5) durability, (6) kompetensi
pelayanan (servitability), (7) estetika
(aestetics), dan (8) kualitas yang dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif.[7]
Dalam pandangan masyarakat umum sering dijumpai bahwa mutu sekolah atau keunggulan
sekolah dapat dilihat dari ukuran fisik sekolah, seperti gedung dan jumlah ekstra kurikuler yang disediakan. Ada pula
masyarakat yang berpendapat bahwa kualitas
sekolah dapat dilihat dari jumlah lulusan sekolah tersebut yang diterima di jenjang pendidikan selanjutnya. Untuk dapat
memahami kualitas pendidikan formal di
sekolah, perlu kiranya melihat pendidikan formal di sekolah sebagai suatu sistem.
Berbeda
dengan SMP PGRI 9 Sidoarjo, berdasarkan hasil survey peneliti
menunjukkan adanya upaya peningkatan mutu Pendidikan Agama Islam melalui
pembelajarannya dengan meningkatkan kompetensi para guru agar memiliki
keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesi yang akan
dapat meningkatkan dan memperbaiki kwalitas pengetahuan dan ketrampilannya.
Adapun
upaya peningkatan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam yang dilakukan SMP
PGRI 9 Sidoarjo untuk menunjang profesionalisasi guru dengan beberapa kegiatan,
diantaranya: (1) mengikuti kegiatan ilmiah seperti loka karya, seminar, dan
sebagainya; (2) mengikuti penataran dan pendidikan lanjutan; (3) melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; (4) menelaah kepustakaan, membuat
karya ilmiah; (5) memasuki organisasi profesi. Dengan beberapa upaya tersebut
dapat meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam.
Berdasarkan
kajian dan uraian tersebut, penulis mengangkat sebuah topik atau judul dalam
penelitan Profesionalisasi guru terhadap peningkatan mutu Pendidikan Agama
Islam di SMP PGRI 9 Sidoarjo. Dalam penelitian ini penulis akan menjelaskan
mengenai profesianalisasi guru dalam meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam
di SMP PGRI 9 Sidoarjo.
B. Fokus Penelitian
Fokus dalam
peneltian ini adalah bagaimana upaya profesionalisasi guru di SMP PGRI 9
Sidoarjo yang meliputi, upaya yang dilakukan sekolah dalam memprofesionalisasikan
guru Pendidikan Agama Islam dan profesionalisasi guru dalam meningkatkan mutu
Pendidikan Agama Islam di SMP PGRI 9 Sidoarjo.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah yang akan menjadi
permasalahan pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana upaya memprofesionalisasikan
guru Pendidikan Agama Islam di SMP PGRI 9 Sidoarjo?
2. Bagaimana profesionalisasi guru dalam meningkatkan
mutu Pendidikan Agama Islam di SMP PGRI 9 Sidoarjo?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
- Tujuan penelitian
a.
Untuk memahami upaya memprofesionalisasikan guru
Pendidikan Agama Islam di SMP PGRI 9 Sidoarjo
b.
Untuk memahami profesionalisasi guru dalam meningkatkan
mutu Pendidikan Agama Islam di SMP PGRI 9 Sidoarjo
- Kegunaan penelitian
a.
Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru dan
menjadi acuan dalam melaksanakan profesinya, khususnya pada peningkatan mutu
pendidikan. Serta hasil
penelitiannya dapat dijadikan studi lanjutan dan rujukan yang relevan.
b.
Secara praktis,
1)
Bagi peneliti
Sebagai sebuah bekal pengalaman yang
sangat berharga dalam mengaktualisasikan pengetahuan dan ketrampilan yang
dipelajari di Universitas. Serta ditujukan juga sebagai sebuah Tugas Akhir
(Tesis) yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan Islam pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
2)
Bagi almamater
Bagi Almamater,
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian guna menambah khasanah
keilmuan khususnya bagi mahasiswa Magister Pendidikan Islam yang nantinya akan
terjun sebagai tenaga-tenaga pendidik. Serta sebagai tambahan referensi
kepustakaan di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
3)
Bagi obyek penelitian
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi guru di SMP PGRI 9
Sidoarjo, sehingga dapat meningkatkan kualitas mengajar para guru, khususnya
guru Pendidikan Agama Islam. Serta sebagai
pertimbangan untuk komite dan sekolah agar selalu memperhatikan kompetensi para
tenaga pendidiknya.
4)
Bagi masyarakat
Dari penelitian
ini, dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi pengembangna keilmuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan bagi komponen terkait dan diharapkan dapat diambil
manfaatnya oleh pembaca serta refrensi untuk penelitian selanjutnya.
E. Kajian Pustaka
- Hasil
penelitian
Selama
penelusuran penulis, ada beberapa hasil penelitian terkait dengan penelitian
ini, diantaranya skripsi yang berjudul “Profesionalisme
Guru Madrasah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan di MA Al-Ma’arif Singosari
Malang” hasil penelitian ini menjelaskan profesionalitas guru di MA Al-Ma’arif Malang
sudah cukup profesional. Adapun kualifiakasi guru agama yang mereka miliki meliputi: tingkat ijazah,
kesesuaian ijazah dengan bidang studi yang diajarkan, penguasaan threaded kompetensi guru, persiapan
mengajar, kemampuan mengelola kelas dalam benuk menghidupkan suasana kelas, memberi motivasi siswa
dalam menigkatkan prestasi belajar.
Adapun faktor-faktor yang menunjang terhadap profesionalitas guru
agama adalah kepribadian guru agama, pengalaman mengajar yang di tempuh oleh guru agama, partisipasi masyarakat
sekitar, penerapan disiplin kerja, pengawasan kepala sekolah terhadap tugas guru,
kesejahteraan yang diberikan oleh sekolah. Sedangkan faktor yang meghambat terhadap profesionalitas guru
agama adalah kurangnya sarana pendidikan yang menunjang terhadap profesi guru dan kelancaran proses
belajar mengajar.
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh kepala sekolah dalam meningkatkan
profesionalitas guru meliputi penyediaan fasilitas yang memadai, adanya kepemimpinan yang demokratis,
peningkatan kesejahteraan guru. Sedangkan upaya guru sendiri adalah dengan melanjutkan studi,
mengikuti kursus dan pelatihan, mengadakan musyawarah, diskusi dan seminar serta menambah pengetahuan
melalui media massa dan media elektronika.
- Profesionalisasi
guru
Guru Profesional adalah guru yang memiliki keahlian,
tanggung jawab dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat.
Menjadi guru profesional perlu ditunjang dengan jiwa profesionalisme yang
memadai, yaitu sikap mental yang senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan
diri sebagai guru profesional. Pada dasarnya profesionalisme itu merupakan
motivasi instrinsik pada diri guru sebagai pendorong untuk mewujudkan dirinya
ke arah perwujudan professional.[8]
Menurut Surya, profesionalisme guru memiliki makna
penting karena: (1) Profesionalisme memberi jaminan perlindungan kepada
kesejahteraan masyarakat umum; (2) Profesionalisme merupakan suatu cara untuk
memperbaiki profesi pendidikan; (3) Profesionalisme memberikan kemungkinan dan
pengembangan diri yang memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik
mungkin dan memaksimalkan kompetensinya.[9]
Selanjutnya kwalitas profesionalisme guru ditunjukkan oleh
a. Keinginan untuk selalu menampilkan
perilaku yang mendekati standar ideal.
b. Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
c. Keinginan untuk senantiasa mengejar
kesempatan pengembangan profesi yang akan dapat meningkatkan dan memperbaiki
kualitas pengetahuan dan ketrampilannya.
d. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam
profesi.
e.
Memiliki
kebanggaan terhadap profesinya. Profesionalisme ditandai dengan kualitas
derajat kebanggaan akan profesi yang pegangnya. Agar mencapai hasil yang
lebih baik.[10]
Sedangkan upaya
meningkatkan profesionalisme guru harus dilakukan melalui beberapa pendekatan
antara lain:
a. Melalui
Pelaksanaan Tugas
1) Pengembangan profesionalisme melalui
pelaksanaan tugas pada dasarnya merupakan upaya menterpadukan antara potensi
profesional dengan pelaksanaan tugas-tugas pokoknya. Bentuk kegiatannya antara
lain:
2)
Kerja kelompok, untuk menumbuhkan saling menghormati
dan pemahaman
3)
Diskusi kelompok, untuk bertukar pikiran dan membahas
masalah yang dihadapi bersama
4)
Melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan
sehingga dapat meningkatkan ketrampilan dan kepercayaan diri
b.
Melalui responsi
Peningkatan profesionalisme melalui responsi dilakukan dalam bentuk suatu
interaksi secara formal atau informal, yang biasanya dilakukan melalui berbagai
interaksi seperti pendidikan dan latihan, seminar, loka karya, ceramah,
konsultasi, studi banding, penggunaan media dan forum-forum lainnya.
c.
Melalui penelusuran dan perkembangan diri
Pendekatan ini dirancang untuk membantu guru agar potensi pribadi dapat
berkembang secara optimal dan berkualitas sehingga pada gilirannya dapat
membawa kepada perwujudan profesionalisme secara lebih bermakna.
d.
Melalui dukungan sistem.
Berkembangnya profesionalisme
guru akan banyak tergantung pada kondisi sistem di mana guru bertugas. Oleh
karena itu, upaya peningkatan profesionalisme seyogyanya berlangsung dalam
sistem organisasi dan manajemen yang kondusif. Dengan demikian, manajemen
pendidikan harus memprioritaskan manajemen guru yang mencakup fungsi-fungsi
yang berkenaan dengan:
1) Profesionalisme, sertifikasi dan
pendidikan pra jabatan
2)
Rekruitmen dan penempatan
3)
Promosi dan mutasi
4)
Gaji, insentif dan pelayanan
5)
Supervisi dan dukungan professional.[11]
Oleh karena itu, mengingat begitu pentingnya faktor
guru, maka upaya peningkatan profesionalisme guru dalam rangka peningkatan
kualitas pendidikan di
Menurut Rahmawan, guru sebagai tenaga kependidikan
mempunyai tugas dan tanggung jawab menjadikan siswa cerdik pandai, terampil dan
luhur budi pekertinya. Jika dalam kenyataannya guru belum mampu menjadikan
siswanya seperti tersebut di atas, maka sang guru harus mau dan mampu
meningkatkan kemampuan diri agar benar-benar menjadi guru yang profesional.[12]
- Profesionalisasi guru dengan Mutu Pendidikan
Definisi mutu dalam kamus besar bahasa Indonesia
artinya ”baik buruk sesuatu, kwalitas, taraf atau derajat”.[13] Sedangkan pengertian mutu dalam konsep manajemen pendidikan
menurut Sagala, dalam buku manajemen strategik dalam meningkatkan mutu
pendidikan, yang dimaksud dengan mutu adalah ”gambaran dan karakteristik
menyeluruh jasa pelayanan pendidikan secara internal maupun eksternal yang
menunjukkan kemampuan memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat
mencakup input, proses dan output pendidikan”.[14]
Adapun pengertian mutu menurut Sopiatin adalah ”segala
sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan”. Kemudian ada
beberapa pandangan menurut Juran, tentang mutu dalam dunia pendidikan, yaitu:
a. Meraih mutu adalah proses yang tidak
mengenal akhir
b. Pernaikan mutu merupakan suatu konsep yang
berkesinambungan
c. Mutu memerlukan kepemimpinan dari anggota
dewan sekolah yang administratif
d.
Prasayrat
mutu adalah petatihan seluruh warga sekolah.[15]
Demikian
pandangan mutu dalam konsep pendidikan menurut Juran, dari beberapa kriteria
dan pengertian tentang mutu. Maka dapat disimpulkan mutu adalah segala sesuatu
yang dapat diperbaiki untuk mencapai sebuah standar atau kwalitas yang mampu
memenuhi kebutuhan secara optimal.
Memahami
makna mutu, profesionalisme guru dan mutu pendidikan adalah dua variabel yang
saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Di dalam tata hubungan
antarubahan, profesionalisme guru merupakan variabel bebas (independent
variable) sedangkan mutu pendidikan merupakan variabel tidak bebas atau variabel
tergantung (dependent variable). Artinya, mutu pendidikan sangat tergantung
kepada profesionalisme guru. Dalam tata hubungan yang positif, semakin tinggi
profesionalisme guru semakin tinggi pula mutu pendidikan; sebaliknya semakin
rendah profesionalisme guru semakin rendah pula mutu pendidikan.
Hubungan
antara profesionalisme guru dengan mutu pendidikan itu bersifat asimetris yang
ditandai dengan arah hubungan satu pihak saja, bukan dua pihak. Dalam hal ini
variabel bebas mempengaruhi variabel terikat, bukan variabel bebas saling
mempengaruhi terhadap varibel terikat. Di dalam konteks hubungan antara
profesionalisme guru dengan mutu pendidikan maka variabel profesionalisme guru
yang mempengaruhi mutu pendidikan, bukan variabel mutu pendidikan yang mempengaruhi
- Upaya
profesionalisasi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang
memenui standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[16] Pada intinya guru yang profesional adalah
guru yang memiliki kompetensi yang disyaratkan untuk mrlakukan tugas pendidikan
dan pengajaran. Oleh karene itu, membedah aspek profesionalisme guru berarti
mengkaji kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Diatas
telah dibahas masalah profesionalisme atau kemampuan yang dimiliki guru.
Berarti kompetensi atau profesionalisme guru tersebut menurut Usman adalah
suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik
kualitatif maupun kuantitatif.[17] Adapaun indikator tersebut adalah sebagai
berikut, meningkatan pengetahuan, pengalaman, minat dan komitmen, tanggung
jawab, kompetensi dan idealisme dan kemampuan profesional.
Dengan maksud
para guru saat ini harus mengembangkan kapasitas dirinya agar semakin bertindak
profesional. Guru yang profesional harus memenuhi hal-hal berikut ini. Pertama,
mempunyai persepsi yang kuat tentang tanggung jawabnya. Persepsi yang benar
melahirkan niat dan motivasi yang benar. Kedua, guru harus selalu
meningkatkan kompetensi dan keterampilan dibidangnya.
Tugas dan
peran guru dari hari-kehari semakin
berat seiring dengan perkembangan iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), guru
sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan. Ketiga, guru harus menjadi
teladan yang baik disetiap ucapan dan tindakannya. Keempat, mendoakan anak
didik dalam setiap untaian doa. Tujuannya agar kita mempunyai hubungan batin
yang kuat dengan Allah SWT. Agar Allah senantiasa berkenan melimpahkan hidayah
kepada anak didik kita hingga menjadi anak cerdas dan baik.[18]
Undang-undang
Guru dan Dosen (UUGD) merupakan suatu ketetapan politik bahwa pendidik adalah
pekerja profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban profesional.
Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya
dan dapat hidup layak dari profesi tersebu.
Dalam UUDG
ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan
kopetensi pendidik sebagai agen pembelajaran, kualifikasi akademik diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat
(D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen,
kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Pertama, kompetensi pedagogik adalah kemempuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kedua,
kompetensi kepribadian adalah kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa
arif dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Ketiga,
kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik berkomunikasi dan dan berinteraksi
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat. Keempat, kompetensi
profesional adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memperoleh
kompetensi yang ditetapkan.[19]
Pengembangan
profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki
tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam
era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu
melakukan adptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang
berkembang dalam dirinya.
Pemberdayaan
peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual,
sosial, emosional dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan
saja guru harus mempersiapkan generasi mudah memasuki abad pengetahuan
melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu
maupun profesional.
Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan formal. Untuk
itu guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya,
dalam kerangka pembangunan pendidikan. Guru
mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu
dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat.
Mutu sesuai dengan standar, yaitu jika salah satu aspek dalam
pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan
delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu, yaitu: (1) kinerja (performance),
(2) feature, (3) kehandalan (reliability),
(4) konfirmasi (conformance), (5) durability, (6) kompetensi
pelayanan (servitability), (7) estetika
(aestetics), dan (8) kualitas yang dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif.[20]
Profesionalisme
guru dan mutu pendidikan adalah dua hal yang saling berhubungan antara satu
dengan yang lain. Artinya, mutu pendidikan sangat tergantung kepada
profesionalisme guru. Dalam tata hubungan yang positif, semakin tinggi
profesionalisme guru semakin tinggi pula mutu pendidikan; sebaliknya semakin
rendah profesionalisme guru semakin rendah pula mutu pendidikan.
- Profil SMP
PGRI 9 Sidoarjo
SMP PGRI 9
Sidoarjo adalah salah satu lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar dengan orientasi kurikulum tahun 2006. SMP PGRI 9 Sidoarjo beralamatkan di Jl.
Jati Selatan IV/16 Sidoarjo Telp. (031) 8054998/8050834.
Tujuan
pendidikan SMP PGRI 9 Sidoarjo, memberikan bekal dan mengembangkan kemampuan
dasar yang merupakan perluasan serta pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh di sekolah dasar yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan
hidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara serta
mempersiapkan untuk jenjang pendidikan menengah. Serta menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Jumlah
tenaga pendidik di SMP PGRI 9 Sidoarjo sebanyak 38 guru, dari 38 guru 2
diantaranya guru Pendidikan Agama Islam yang statusnya sebagai guru tetap
yayasan. Guru Pendidikan Agama Islam tersebut telah memenuhi syarat kompetensi
lulusan yakni Sarjana Strata Satu Pendidikan Agama Islam, sehingga layak dan
sesuai untuk mengajar Pendidikan Agama Islam. Selain itu, 2 guru tersebut telah
mengikuti beberapa pelatihan untuk menunjang kompetensinya dalam mengajar.
sehingga diharapkan menjadi guru yang profesional dalam bidangnya.
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dengan pendekatan Etnografi.
Dimana penelitian merupakan studi yang sangat mendalam tentang perilaku yang
terjadi secara alami di sebuah budaya atau sebuah kelompok sosial tertentu
untuk memahami sebuah budaya tertentu dari sisi pandang pelakunya.[21]
Peneliti
mengamati perilaku seseorang atau kelompok sebagaimana apa adanya. Dalam
penelitian ini, peneliti mengamati dalam upaya
menjelaskan proses mengajar yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam sebagai upaya meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam.
2. Subyek penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP PGRI 9 Sidoarjo,
sedangkan subyek penelitian sendiri meliputi, guru Pendidikan Agama Islam dan
siswa kelas SMP PGRI 9 Sidoarjo serta Kepala Sekolah, subyek dipilih dengan
teknik purposive sampling, dengan
dugaan bahwa populasinya (dilihat dari segi obyek studi yang dipilih) tidak
homegen.[22] Kemudian agar temuan lebih akurat,
peneliti juga mengumpulkan data dari berbagai pihak, sehingga dalam pengumpulan
data penulis memperoleh data yang cukup untuk menggambarkan profesionalisasi
guru dalam meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam di SMP PGRI 9 Sidoarjo.
3. Jenis dan sumber data
Jenis data
yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yang berasal dari
dua dasar primer dan skunder. Data primer maliputi persiapan mengajar guru PAI
dan siswa serta kepala sekolah SMP PGRI 9 Sidoarjo. Sedangakn data skundernya
meliputi silabus, RPP dan jurnal (guru dan kelas) serta dokumen sekolah yang
ada kaitanya dengan pokok pembahasan.
4. Metode pengumpulan data
a.
Observasi
Observasi merupakan instrumen pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan secara langsung yakni dengan menggunakan mata tanpa
menggunakan alat standar lain untuk keperluan tersebut.[23] Dalam kaitannya dengan
penelitian ini, observasi ini dilakukan untuk mengetahui fenomena-fenomena apa
saja yang ada atau masalah-masalah yang sedang berjalan di SMP PGRI 9 Sidoarjo.
b.
Wawancara atau interview
Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan menggunakan alat yang dinamakan interview guide
(panduan wawancara).[24]
Metode wawancara untuk memperoleh data dari Kepala
Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, guru PAI kelas, siswa dan kepala sekolah SMP
PGRI 9 Sidoarjo mengenai segala sesuatu
yang berkaitan dengan profesionalisasi guru dalam meningkatkan mutu Pendidikan
Agama Islam.
c.
Dokumentasi
Metode
dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan mempelajari data-data yang
telah didokumentasikan. Hal ini sesuai dengan yang diterangkan oleh Suharsimi
Arikunto, bahwa: “Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel-variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya”.[25]
Metode
dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data berupa perangkat mengajar salah
satu bidang studi yang meliputi, prota, promes, silabus dan RPP. Serta
daftar nilai dan dokumen lain yang mendukung.
5. Teknik
analisis data dan interpretasi
Analisis data etnograf adalah pengujian sistematik
dari sesuatu untuk menetapkan bagian-bagian, hubungan antar kajian, dan
hubungannya terhadap keseluruhannya.[26] Dalam menganalisis data
mentah yang diperoleh dari hasil observasi, interview/wawancara, dan dokumentasi,
penulis menganalisis data tersebut berdasarkan realitas yang ada.
Teknik analisis yang digunakan
adalah model analisis interaktif yang mengklasifikasikan data ke dalam tiga
langkah, yaitu: reduksi, penyajian dan penyimpulan.[27] Kemudian langkah analisis
berikutnya adalah triangulasi data, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain.[28] Hal itu dilakukan
untuk mencari makna sesuai fokus penelitian.
G. Jadwal Penelitian
No |
Kegiatan |
Jan |
Feb |
Mar |
Apr |
Mei |
Jun |
||||||||||||||||||
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
1 |
2 |
3 |
4 |
||
1 |
Sevei awal Penentuan topik |
|
x |
x |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2 |
Penyusunan Proposal |
|
|
|
|
x |
x |
x |
x |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3 |
Pengajuan proposal Seminar Proposal Mengurus surat izin |
|
|
|
|
|
|
|
|
x |
x |
x |
x |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4 |
Penelitian Lapangan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
x |
x |
x |
x |
x |
x |
x |
x |
x |
|
|
|
|
5 |
Pengelolaan data |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
x |
x |
|
|
6 |
Penyusunan laporan penelitian |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
x |
x |
H. Sistematika Pembahasan
Pembahasan
dalam Tesis ini penulis susun berdasarkan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Memuat pendahuluan dimulai
dengan latar belakang masalah yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk
melakukan penelitian ini, fokus penelitian dan rumusan masalah serta batasan masalah dalam
penelitian. Kemudian penulis
menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta jadwal penelitian. Akhirnya
penulis membuat rencana penelitian yang tertuang dalam sistematika pembahasan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Memuat kajian teori, pada baba
ini mengemukakan tinjauan teoritis mengenai pengertian profesionalisme guru, profesionalisme
guru dan mutu pendidikan. Kemudian upaya profesionalisme guru dalam
meningkatkan mutu pendidikan Kemudian hasil penelitian terdahulu dan
selanjutnya dibahas mengenai kerangka teori profesionalisme guru dalam mutu pendidikan.
BAB III : METODE PENELITIAN
Memuat tentang metode penelitian diantaranya
meliputi: jenis penelitian, subyek penelitian, jenis dan sumber data, metode
pengumpulan data dan metode analisis serta interprestsi data.
BAB IV : PENYAJIAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini
memuat temuan-temuan di lapangan, Kancah penelitian, meliputi, sejarah
berdirinya dan letak geografis SMP PGRI 9 Sidoarjo, struktur kurikulum SMP PGRI
9 Sidoarjo, struktur organisasi SMP PGRI 9 Sidoarjo, keadaan guru SMP PGRI 9
Sidoarjo, keadaan siswa SMP PGRI 9 Sidoarjo, dan keadaan sarana dan prasarana SMP
PGRI 9 Sidoarjo. Uapaya memprofesionalisasikan guru Pendidikan Agama Islam di SMP
PGRI 9 Sidoarjo serta Profesionalisasi guru dalam meningkatkan mutu Pendidikan
Agama Islam di SMP PGRI 9 Sidoarjo
BAB V : PENUTUP
Meliputi simpulan dan saran.
Daftar Pustaka
Buchori
MS. Masalah Profesionalisme Guru” Kedaulatan Rakyat, 2 Mei 2005.
Deradjat, Zakiyah. Pendidikan
Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Buhama, 1993.
E. Mulyasa. Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Ernest Rutherford,
Masalah Sertifikasi Guru, http://ronnieschrodinger.
Blogspot.com/ diakses, 02 Pebruari 2011.
Gaspersz, Viencent. Membangun Tujuh Kebiasaan
Kualitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Hamalik, Oemar. Pendidikan
Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: bumi Aksara, 2002.
Ibnu Rusn, Abidin. Pemikiran Al-ghazali tentang Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998.
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2006.
Ki Supriyoko. Kualitas Pendidikan Kita” . Harian Kedaulatan Rakyat, 2 Mei
2006.
Kunandar, Guru Profesional. Jakarta: Rajawali
Pres, 2006.
Mantja, W. Etnografi
Desain Penelitian Kualitatif Pendidikan dan Manajemen Pendidikan. Malang:
t.p. 2007.
Mardiya. Pendidikan Kita, Tinjauan Ke Depan. Jurnal Wahana
Pendidikan UTY. Vol I No 1. 2006.
Moh Surya. Percikan Perjuangan Guru.
Semarang: Aneka Ilmu. 2005
Nasir, Moh.
Metodologi Penelitian. Jakarta:
Ghalia, 1998.
Nurdin, Syarifuddin. Guru Profersional dan Impelementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum Teaching,
2005.
________, Basyiruddin
Usman. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat
press, 2004.
Rahmawan Nur. Tugas dan Tanggung Jawab
Guru. Makalah Pelatihan Guru Kulon Progo, 4 Februari 2006.
Sagala, Saiful. Manajemen Strategik Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Bandung:
ALFABETA, 2010.
Sertifikasi profesi guru
http:/guru-nganjuk.blogspot.com/2009/04/sertifikasi-profesi-guru.html, 2009.
diakses, 20 Maret 2011.
Sopiatin, Popi. Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa. Cilegon: Ghalia
Indonesia, 2010.
Surya. Moh. Percikan
Perjuangan Guru. Semarang: Aneka Ilmu. 2005.
Usman Uzer, Moh. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosakarya, 1995.
UU No.
14 thn 2005 ttg guru dan dosen. Bandung: Fermana 2006.
W. J. S Purwadarminto. Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustaka, 1987.
[1] E. Mulyasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 3.
[2] Syafrudin Nurdin,
Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. (Jakarta:
Ciputat press, 2004), 15.
[3] Moh Usman Uzer,
Menjadi Guru Profesional (Bandung: Rosakarya, 1995), 14.
[4] Oemar Hamalik, Pendidikan
Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Jakarta: bumi Aksara, 2002), 36.
[5] Zakiyah Deradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga
dan Sekolah (Jakarta: Buhama, 1993), 95.
[6] Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-ghazali tentang
Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 124.
[7] Vincent Gaspersz, Membangun Tujuh
Kebiasaan Kualitas (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), pp. 35-36.
[8] Buchori MS. Masalah Profesionalisme Guru”
Kedaulatan Rakyat, 2 Mei 2005, 10 .
[9] Moh Surya. Percikan
Perjuangan Guru (Semarang: Aneka Ilmu. 2005), 32.
[10] Ibid. , 32-34.
[11] Ibid. , 203-205.
[12]Rahmawan Nur. Tugas
dan Tanggung Jawab Guru. Makalah Pelatihan Guru Kulon Progo, 4 Februari
2006, 1.
[13] W. J. S Purwadarminto. Kamus Umum
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai pustaka, 1987), 665.
[14]Sagala, Saiful. Manajemen
Strategik Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Bandung: ALFABETA, 2010),
170.
[15] Sopiatin, Popi. Manajemen
Belajar Berbasis Kepuasan Siswa (Cilegon: Ghalia Indonesia, 2010),3.
[16]UU No. 14 thn 2005 ttg guru dan dosen (
[17] Kunandar, Guru Profesional
(Jakarta: Rajawali Pres, 2006), 51
[18] Ernest Rutherford, Masalah Sertifikasi Guru, http://ronnieschrodinger. Blogspot.com/
diakses, 02 Pebruari 2011.
[19]Sertifikasi profesi guru
http:/guru-nganjuk.blogspot.com/2009/04/sertifikasi-profesi-guru.html, 2009.
diakses, 20 Pebruari 2011.
[20]Vincent
Gaspersz, Membangun Tujuh Kebiasaan Kualitas (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), pp. 35-36.
[21] Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (
[22] Ibid. , 127.
[23] Moh. Nasir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia, 1998), 212.
[24] Ibid, 234.
[25] Ibid., 188.
[26] W. Mantja, Etnografi Desain Penelitian Kualitatif
Pendidikan dan Manajemen Pendidikan (
[27] Ibid. , 83.
[28] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , 330.
No comments:
Post a Comment