BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Evaluasi
Pendidikan
adalah suatu program kegiatan dalam rangka mengubah prilaku. Organisasi
pendidikan dalam hal ini adalah lembaga pendidikan bekerja atas dasar visi dan
misi yang telah diotetapkan dengan beberapa tujuan program yang harus dicapai.
Keberhasilan dari pelaksanaan program dapat diketahui melalui evaluasi.
Tayibnapis mengemukakan bahwa dewasa ini masalah paling parah dalam pendidikan
nasional kita adalah kurangnya eavaluasi yang efektif.[1]
Banyak prilaku pendidikan yang belum paham dengan prosedur evaluasi yang benar dan tepat.
Padahal evaluasi yang efektif merupakan langkah menuju arah perbaikan. Evaluasi
dapat memberikan pendekatan yang lebih bnayak lagi dalam memberikan informasi
informasi kepada pendidikan untuk membantu perbaikan pengembangan sistem
pendidikan.
Apakah
sebenarnya pengertian dari evaluasi itu?, Sudijono, mengemukakan secara
harfiyah kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation, dalam
bahasa indonesia disebut penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya
nilai.[2]
Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu.
Sedangkan
menurut Barbara, dkk ini dirasakan masih cukup sempit, karena masih dalam ruang
lingkup balajar mengajar. Juga Tyler, mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses
menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan yang dapat dicapai. Kemudian
Cronbach, mengemukakan evaluasi adalah menyediakan informasi untuk pembuat
keputusan. Maclcolm mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada
dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih.[3]
Sedangkan
evaluasi menurut Arikunto, adalah suatu kegiatan pengumpulan data secata
sistematis yang dimaksudkan untuk membantu para pengambil keputusan dalam usaha
menjawab pertanyaan atau permasalahan yang ada. Sudijono, mendefinisikan
evaluasi sebagai suatu kegiatan atau penentuan nilai pendidikan, sehingga
diketahui mutu atau hasilnya.[4]
Evaluasi
menurut Lembaga Administrasi Negara sebagaimana dikutip oleh Sujiono adalah suatu
proses kegiatan yntuk mengetahui kamajuan pendidikan dibandingkan dengan tujuan
yang telah ditentukan dan usaha memperoleh informasi berupa umpan balik bagi
penyempurnaan pendidikan.[5]
Jadi dapat
disimpulkan pengertian evaluasi pendidikan adalah suatu proses yang sistemtis
didalam mengumpulkan data, menganalisis, menginterprestasikan informasi atau
data untuk dapat dipakai pemegang keputusan dalam rangka menjawab permasalahan
yang muncul demi kemajuan dan penyempurnaan pendidikan.
Jenis evaluasi
pendidikan banyak macamnya, Seriven dalam Arikunto menyebutkan dua jenis
evaluasi, yaitu:
1. Evaluasi formatif, difungsikan sebagai
pengumpul data pada waktu pendidikan sedang berlansung.
2. Evaluasi sumatif, dilansungkan jika
program kegiatan sudah betul-betul dilaksanakan.[6]
Lebih luas lagi Mc Namara,
bahwa evaluasi tidak hanya fomatif dan sumatif, namun bermacam-macam dan
memilki karakteristik yang berbeda satu
dengan yang lainnya sesuai dengan kenutuhan, seperti evaluasi penilaian
kebutuhan, akreditasi, keuntungan keefektifan, efisiensi, formatif, sumatif,
berbasis tujuan, berbasis proses dan berbasis outcome.[7]
Dari beberapa keterangan tersebut diatas, maka jenis evaluasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi berbasis tujuan. Evaluasi jenis ini sangat jarang sekali digunakan oleh para praktisi pendidikan, padahal evaluasi tujuan sangat didalam meningkatkan kualitas proses dan mutu pendidikan.
B. Profesionalisme Guru
1. Pengertian profesionalisme guru
Profesionalisme
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi. Hal ini senada
dengan pendapat Kunandar yang memaknai profesionalisme guru berasal dari kata
profesi yang artinya bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni seseorang. Jadi profesionalisme adalah suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.[8]
Sedangkan Nurdin
memaknai perofesionalisme adalah bidang pekerjaan yang dilandasi dengan
pendidikan (keahlian, kejujuran, dan sebagainya) tertentu. Kemudian professional
adalah bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankanya, dan mengharuskan adanya pembayarab untuk melakukannya.[9]
Dalam manajemen sumber daya manusia, menjadi profesional
adalah tuntutan jabatan, pekerjaan ataupun profesi. Ada satu hal penting yang menjadi
aspek bagi sebuah profesi, yaitu sikap profesional dan kualitas kerja.
Profesional (dari bahasa Inggris) berarti ahli, pakar, mumpuni dalam bidang
yang digeluti. Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan
seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi
tidak semua Ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan
hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan
personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi
profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang
dipadupadankan dengan skill atau keahliannya.
Sedangkan
pengertian guru adalah orang yang memberikan materi pengetahuan agama Islam dan
juga mendidik murid-muridnya. Di samping itu, guru juga berfungsi sebagai
pembimbing agar para murid sejak mulai sekarang dapat bertindak dengan
prinsip-prinsip Islam dan dapat mempraktikkan syariat Islam. Juga guru adalah
orang yang membimbing, mengarahkan dan membina anak didik menjadi manusia yang
matang atau dewasa dalam sikap dan kepribadiannya sehingga tergambarlah dalam
tingkah lakunya.[10]
Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi, seperti dokter,
insinyur, pilot, ataupun profesi yang telah familiar ditengah masyarakat. Akan tetapi guru,
sudahkan menjadi profesi dengan kriteria diatas. Guru jelas sebuah profesi.
Akan tetapi sudahkah ada sebuah profesi yang profesional. Minimal menjadi guru
harus memiliki keahlian tertentu dan distandarkan secara kode keprofesian.
Apabila keahlian tersebut tidak dimiliki, maka tidak dapat disebut guru.
Artinya tidak sembarangan orang bisa menjadi guru.
Adapun guru
profesional ialah guru yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidang
keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan
kemampuan maksimal, mengakui dan sadar akan profesinya, memiliki sikap dan
mampu mengembangkan profesinya serta ikut serta dalam mengkomunikasikan usaha
pengembangan profesi dan bekerjasama dengan profesi lain.
Guru profesional
adalah guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab dan rasa kesejawatan yang
didukung oleh etika profesi yang kuat. Menjadi guru profesional perlu
ditunjang dengan jiwa profesionalisme yang memadai, yaitu sikap mental yang
senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan diri sebagai guru profesional.
Pada dasarnya profesionalisme itu merupakan motivasi instrinsik pada diri guru
sebagai pendorong untuk mewujudkan dirinya ke arah perwujudan professional.[11]
Menurut Surya, profesionalisme guru memiliki makna
penting karena: (1) Profesionalisme memberi jaminan perlindungan kepada
kesejahteraan masyarakat umum; (2) Profesionalisme merupakan suatu cara untuk
memperbaiki profesi pendidikan; (3) Profesionalisme memberikan kemungkinan dan
pengembangan diri yang memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik
mungkin dan memaksimalkan kompetensinya.[12]
Selanjutnya kwalitas profesionalisme guru ditunjukkan oleh
a. Keinginan untuk selalu menampilkan
perilaku yang mendekati standar ideal.
b. Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
c. Keinginan untuk senantiasa mengejar
kesempatan pengembangan profesi yang akan dapat meningkatkan dan memperbaiki
kualitas pengetahuan dan ketrampilannya.
d. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam
profesi.
e. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
Profesionalisme ditandai dengan kualitas derajat kebanggaan akan profesi yang
pegangnya. Agar mencapai hasil yang lebih baik.[13]
2. Upaya
profesionalisme guru
Pengembangan
profesional guru dimaksudkan untuk memenuhi tiga kebutuhan yang sungguhpun
memiliki keragaman yang jelas, terdapat banyak kesamaan. Pertama,
kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efesien
dan manusiawi, serta melakukan adaptasi untuk penyusunan kebutuhan-kebutuhan
sosial. Kedua, kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staf
pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas. Ketiga
kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong keinginan guru untuk menikmati dan
mendorong kehidupan pribadinya.[14]
Sedangkan
upaya meningkatkan profesionalisme guru harus dilakukan melalui beberapa
pendekatan antara lain:
a. Melalui
pelaksanaan tugas
Pengembangan profesionalisme
melalui pelaksanaan tugas pada dasarnya merupakan upaya menterpadukan antara
potensi profesional dengan pelaksanaan tugas-tugas pokoknya. Bentuk kegiatannya
antara lain:Kerja kelompok, untuk menumbuhkan saling menghormati dan pemahaman
1) Diskusi kelompok, untuk bertukar pikiran
dan membahas masalah yang dihadapi bersama
2) Melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang
diberikan sehingga dapat meningkatkan ketrampilan dan kepercayaan diri
b.
Melalui responsi
Peningkatan profesionalisme melalui responsi dilakukan dalam bentuk suatu
interaksi secara formal atau informal, yang biasanya dilakukan melalui berbagai
interaksi seperti pendidikan dan latihan, seminar, loka karya, ceramah,
konsultasi, studi banding, penggunaan media dan forum-forum lainnya.
c. Melalui penelusuran dan perkembangan diri
Pendekatan ini dirancang untuk membantu guru agar potensi pribadi dapat
berkembang secara optimal dan berkualitas sehingga pada gilirannya dapat
membawa kepada perwujudan profesionalisme secara lebih bermakna.
d.
Melalui dukungan sistem.
Berkembangnya profesionalisme
guru akan banyak tergantung pada kondisi sistem di mana guru bertugas. Oleh
karena itu, upaya peningkatan profesionalisme seyogyanya berlangsung dalam
sistem organisasi dan manajemen yang kondusif. Dengan demikian, manajemen
pendidikan harus memprioritaskan manajemen guru yang mencakup fungsi-fungsi
yang berkenaan dengan:
1) Profesionalisme, sertifikasi dan
pendidikan pra jabatan
2) Rekruitmen
dan penempatan
3) Promosi
dan mutasi
4) Gaji,
insentif dan pelayanan
5) Supervisi
dan dukungan professional.[15]
Oleh karena
itu, mengingat begitu pentingnya faktor guru, maka upaya peningkatan
profesionalisme guru dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia
tidak bisa ditawar-tawar, termasuk upaya peningkatan profesionalisme guru di
sekolah dasar. Dengan guru yang profesional, maka proses pembelajaran yang
bermutu akan terjadi, dan ini akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa
di mana prestasi belajar siswa akan jauh lebih baik bila dibandingkan dengan
prestasi belajar siswa yang dihasilkan oleh guru yang tidak profesional.
Menurut Rahmawan, guru sebagai tenaga kependidikan
mempunyai tugas dan tanggung jawab menjadikan siswa cerdik pandai, terampil dan
luhur budi pekertinya. Jika dalam kenyataannya guru belum mampu menjadikan
siswanya seperti tersebut di atas, maka sang guru harus mau dan mampu
meningkatkan kemampuan diri agar benar-benar menjadi guru yang profesional.[16]
Sehingga yang berkewajiban mengembangkan profesi para
pendidik yaitu sebagaimana yang tercantum baik pada profesi, kode etik maupun
pada peranan pendidik, yakni pendidik itu sendiri sesudah itu baru oleh
organisasi profesi pendidikan. Sebab pendidik itu sendiri paling
bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri, termasuk terhadap profesinya, atau
dapat pula dia lakukan bersama teman-temannya yang memiliki spesialisasi sama.
3. Kriteria profesionalisme guru
Profesionalisme
berakar pada kata profesi yang berarti pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian, profesionalisme itu sendiri dapat berarti mutu, kualitas, dan tindak
tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.
Profesionalisme guru dapat berarti guru yang profesional.
Menurut
Sanusi, yang dikutip oleh Kunandar dalam buku Guru Profesional. Bahwa
ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut :
a. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan
signifikansi sosoial yang menentukan (crusial).
b. Jabatan yang menuntut
keterampilan/keahlian tertentu
c. Keterampilan/keahlian yang dituntut
jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan
metode ilmiah.
d. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh
disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit yang bukan hanya sekedar
pendapat khalayak umum.
e. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat
perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
f.
Proses
pendidikan untuk jabatan itu juga aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai
profesional itu sendiri.
g. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat
anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang timbul yang dikontrol
oleh organisasi profesi.
h. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan
dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i.
Dalam
prakteknya melayani masyarakat anggota profesi otonom dan bebas dari campur
tangan orang lain.
j.
Jabatan
ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya
memperoleh imbalan yang tinggi pula.[17]
Sedangkan
menurut Tilaar, para profesional mempunyai ciri-ciri yang khusus mereka
mengabdikan pada suatu profesi. Adapun ciri-ciri dari profesionalisme guru
antara lain :
a. Memiliki
suatu keahlian khusus.
b. Merupakan
suatu panggilan hidup.
c. Memiliki teori-teori yang baku secara
universal.
d. Mengabdikan
diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri sendiri.
e. Dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan
kompetensi yang aplikatif.
f.
Memiliki
otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya. Mempunyai kode etik.
g. Mempunyai
klien yang jelas.
h. Mempunyai
organisasi profesi yang kuat.
i.
Mempunyai
hubungan dengan profesi pada bidang-bidang yang lain.[18]
Oleh sebab
itu sebagai seorang pendidik yang profesional tentu akan berusaha semaksimal
mungkin untuk terus meningkatkan profesinya sebagai pendidik, sehingga bisa
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki kepada anak didik sebanyak mungkin.
Seorang pendidik yang profesional senantiasa memiliki keinginan dalam mengajar
selalu mencari yang terbaik yang terbaik bagi bagi peningkatan mutu atau
kualitas pendidikan dalam pembelajarannya.
Hal
demikian itu jarang dan sedikit sekali dimiliki oleh seorang pendidik yang
materialistis, dimana kebutuhan ekonomi yang diutamakan, padahal dengan
peningkatan ilmu pengetahuan yang dimiliki mampu memberikan segalanya.
Selanjutnya semua itu kembali pada guru itu sendiri, apakah mau berusaha
sekaligus memiliki keyakinan akan mengangkat derajat seseorang sebagai sosok
manusia yang berguna bagi agama, nusa, bangsa dan Negara.
Berarti
bahwa pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat
dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan
yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan yang
lain.
Sehingga guru
yang profesional bukan hanya sekadar alat untuk transmisi kebudayaan
tetapi mentransformasikan kebudayaan itu kearah budaya yang dinamis yang
menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, produktivitas yang tinggi, dan kualitas
karya yang bersaing. Tugas seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama:
1) dalam bidang profesi, 2) dalam bidang kemanusiaan, 3) dalam bidang
kemasyarakatan.
Dalam
bidang profesi, seorang guru profesional berfungsi untuk mengajar, mendidik,
melatih, dan melaksanakan penelitian masalah-masalah pendidikan. Dalam
bidang kemanusiaan, guru profesional berfungsi sebagai pengganti orang tua
khususnya didalam bidang peningkatan kemampuan intelektual peserta didik. Guru
profesional menjadi fasilitator untuk membantu peserta didik mentransformasikan
potensi yang dimiliki peserta didik menjadi kemampuan serta keterampilan yang
berkembang dan bermanfaat bagi kemanusiaan. Adapun
10 kompetensi profesional guru adalah
a. Guru dituntut mengusai bahan ajar,
meliputi bahan ajar wajib, bahan ajar pengayaan, dan bahan ajar penunjang untuk
keperluan pengajarannya.
b. Guru mampu mengelola program belajar
mengajar meliputi :
1) Merumuskan
tujuan instruksional.
2) Mengenal dan dapat menggunakan metode
pengajaran.
3) Memilih
dan menyusun prosedur instruksional yang tepat.
4) Melaksanakan
program belajar mengajar.
5) Mengenal
kemampuan anak didik.
6) Merencanakan
dan melaksanakan pengajaran.
c. Guru mampu mengelola kelas antara lain
mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran dan menciptakan iklim mengajar yang
serasi sehingga Proses Belajar Mengajar berlangsung secara maksimal.
d. Guru mampu mengunakan media dan sumber
pengajaran untuk itu diharapkan mempunyai :
1) Mengenal, memilih dan menggunakan media.
2) Membuat alat bantu pengajaran sederhana.
3) Menggunakan dan mengelola laboratorium
dalam Proses Belajar Mengajar.
4) Mengembangkan
laboratorium.
5) Menggunakan
perpustakaan dalam Proses Belajar Mengajar.
6)
Menggunakan mikro teaching dalam PPL.
e. Guru menghargai landasan-landasan
pendidikan. Landasan pendidikan adalah sejumlah ilmu yang mendasari asas-asas
dan kebijakan pendidikan baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
f.
Guru
mampu mengelola interaksi belajar mengajar. Dalam pengajaran guru dituntut
cakap termasuk penggunaan alat pengajaran, media pengajaran dan sumber pengajaran
agar siswa giat belajar bagi dirinya.
g.
Guru mampu menilai prestasi siswa untuk kepentingan
pengajaran.
h. Guru mengenal fungsi serta program
pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
i.
Guru
mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
j.
Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[19]
Berkaitan dengan itu, Sunandar juga mengemukakan bahwa
seorang guru profesional harus mempunyai empat gugus kemampuan yaitu: (a)
merencanakan program belajar mengajar, (b) melaksanakan dan memimpin Proses
Belajar Mengajar, (c) menilai kemajuan Proses Belajar Mengajar dan (d)
memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar dan informasi lainnya
dalam penyempurnaan Proses Belajar Mengajar. Sedangkan dalam UU No. 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen pada pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwa kompetensi
guru meliputi : kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh dari pendidikan profesi.[20]
Untuk mencapai suatu profesionalisme bukanlah hal yang
mudah, tapi harus melalui suatu pendidikan dan latihan yang relevan dengan
profesi yang ditekuni. Profesionalitas
sangat diperlukan di era global, jika tidak maka kita akan tergilas oleh arus
dan pada akhirnya tersisih. Demikian pula halnya dengan guru, sebuah profesi
yang tak kalah mulianya dibanding profesi yang lain, bahkan dari profesi inilah
lahir generasi-generasi yang diharapkan menjadi penentu masa depan.
Guru adalah
aset nasional intelektual bangsa dalam pelaksanaan pendidikan yang
mempersiapkan pengembangan potensi peserta didik dalam rangka melahirkan sumber
daya manusia yang mampu, cerdas, terampil dan menguasai IPTEK serta berakhlak
mulia guna menunjang peran serta dalam pembangunan.
Profesi
guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip
memiliki bakat minat, panggilan jiwa dan idealisme, memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan
tugas keprofesionalan, memperoleh penghasilan sesuai prestasi kerja. Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat.
Pengalaman
kerja merupakan suatu hal yang sangat penting dalam meningkatkan keterampilan
guru, karena guru yang berpengalaman dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tidak
terlalu banyak menggunakan waktu, bahkan hasil-hasilnya diperoleh lebih baik
dibanding dengan guru yang belum berpengalaman. Hal ini sangatlah beralasan,
karena selama bertugas sebagai guru dengan sendirinya akan terjadi proses
belajar dalam diri guru itu sendiri, pengalaman kerja lagi diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran yang kreatif dan inspiratif dalam memajukan
tugasnya hingga pada akhirnya menemukan jalan sendiri dalam memecahkan
persoalan tanpa meninggalkan prosedur kerja yang sebenarnya. Dengan demikian semakin lama seorang guru
menekuni bidang pendidikan dan pengajaran, maka ia akan menemukan berbagai hal
baru yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya.
C.
Profesionalisme Guru dengan Mutu Pendidikan
- Mutu pendidikan
Definisi mutu dalam kamus besar bahasa Indonesia
artinya ”baik buruk sesuatu, kwalitas, taraf atau derajat”.[21]
Sedangkan pengertian mutu dalam konsep manajemen pendidikan menurut Sagala,
dalam buku manajemen strategik dalam meningkatkan mutu pendidikan, yang
dimaksud dengan mutu adalah ”gambaran dan karakteristik menyeluruh jasa
pelayanan pendidikan secara internal maupun eksternal yang menunjukkan
kemampuan memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat mencakup
input, proses dan output pendidikan”.[22]
Adapun pengertian mutu menurut Sopiatin adalah ”segala
sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan”. Kemudian ada
beberapa pandangan menurut Juran, tentang mutu dalam dunia pendidikan, yaitu:
a. Meraih mutu adalah proses yang tidak
mengenal akhir
b. Kenaikan mutu merupakan suatu konsep yang
berkesinambungan
c. Mutu memerlukan kepemimpinan dari anggota
dewan sekolah yang administratif
d. Prasyarat mutu adalah petatihan seluruh
warga sekolah.[23]
Demikian pandangan mutu dalam konsep pendidikan menurut Juran, dari beberapa kriteria dan pengertian tentang mutu. Maka dapat disimpulkan mutu adalah segala sesuatu yang dapat diperbaiki untuk mencapai sebuah standar atau kwalitas yang mampu memenuhi kebutuhan secara optimal
Memahami
makna mutu, profesionalisme guru dan mutu pendidikan adalah dua variabel yang
saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Di dalam tata hubungan antarubahan,
profesionalisme guru merupakan variabel bebas (independent variable) sedangkan
mutu pendidikan merupakan variabel tidak bebas atau variabel tergantung
(dependent variable). Artinya, mutu pendidikan sangat tergantung kepada
profesionalisme guru. Dalam tata hubungan yang positif, semakin tinggi
profesionalisme guru semakin tinggi pula mutu pendidikan; sebaliknya semakin
rendah profesionalisme guru semakin rendah pula mutu pendidikan.
Hubungan
antara profesionalisme guru dengan mutu pendidikan itu bersifat asimetris yang
ditandai dengan arah hubungan satu pihak saja, bukan dua pihak. Dalam hal ini
variabel bebas mempengaruhi variabel terikat, bukan variabel bebas saling
mempengaruhi terhadap varibel terikat. Di dalam konteks hubungan antara
profesionalisme guru dengan mutu pendidikan maka variabel profesionalisme guru
yang mempengaruhi mutu pendidikan, bukan variabel mutu pendidikan yang
mempengaruhi
- Upaya profesionalisme
guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang
memenui standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[24] Pada intinya guru yang profesional adalah
guru yang memiliki kompetensi yang disyaratkan untuk mrlakukan tugas pendidikan
dan pengajaran. Oleh karene itu, membedah aspek profesionalisme guru berarti
mengkaji kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Diatas
telah dibahas masalah profesionalisme atau kemampuan yang dimiliki guru dan
mutu pendidikan. Berarti kompetensi atau profesionalisme guru tersebut menurut
Usman adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang,
baik kualitatif maupun kuantitatif.[25] Adapaun indikator tersebut adalah sebagai
berikut, meningkatan pengetahuan, pengalaman, minat dan komitmen, tanggung
jawab, kompetensi dan idealisme dan kemampuan profesional.
Dengan maksud para guru saat ini harus mengembangkan kapasitas dirinya agar semakin bertindak profesional. Guru yang profesional harus memenuhi hal-hal berikut ini. Pertama, mempunyai persepsi yang kuat tentang tanggung jawabnya. Persepsi yang benar melahirkan niat dan motivasi yang benar. Kedua, guru harus selalu meningkatkan kompetensi dan keterampilan dibidangnya.
Tugas dan
peran guru dari hari-kehari semakin
berat seiring dengan perkembangan iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), guru
sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan. Ketiga, guru harus menjadi
teladan yang baik disetiap ucapan dan tindakannya. Keempat, mendoakan anak
didik dalam setiap untaian doa. Tujuannya agar kita mempunyai hubungan batin
yang kuat dengan Allah SWT. Agar Allah senantiasa berkenan melimpahkan hidayah
kepada anak didik kita hingga menjadi anak cerdas dan baik.[26]
Undang-undang
Guru dan Dosen (UUGD) merupakan suatu ketetapan politik bahwa pendidik adalah
pekerja profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban
profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total
pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebu.
Dalam UUDG
ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan
kopetensi pendidik sebagai agen pembelajaran, kualifikasi akademik diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat
(D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen,
kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Pertama, kompetensi pedagogik adalah kemempuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kedua,
kompetensi kepribadian adalah kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa
arif dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Ketiga,
kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik berkomunikasi dan dan berinteraksi
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat. Keempat, kompetensi
profesional adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memperoleh
kompetensi yang ditetapkan.[27]
Pengembangan
profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki
tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam
era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu
melakukan adptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang
dalam dirinya.
Pemberdayaan
peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual,
sosial, emosional dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan
saja guru harus mempersiapkan generasi mudah memasuki abad pengetahuan
melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu
maupun profesional.
Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan formal. Untuk
itu guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya,
dalam kerangka pembangunan pendidikan. Guru
mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu
dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat.
Mutu sesuai dengan standar, yaitu jika salah satu aspek dalam
pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan
delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu, yaitu: (1) kinerja (performance),
(2) feature, (3) kehandalan (reliability),
(4) konfirmasi (conformance), (5) durability, (6) kompetensi
pelayanan (servitability), (7) estetika
(aestetics), dan (8) kualitas yang dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif.[28]
Profesionalisme guru dan mutu pendidikan adalah dua hal yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Artinya, mutu pendidikan sangat tergantung kepada profesionalisme guru. Dalam tata hubungan yang positif, semakin tinggi profesionalisme guru semakin tinggi pula mutu pendidikan; sebaliknya semakin rendah profesionalisme guru semakin rendah pula mutu pendidikan.
D. Mutu Pendidikan Agama Islam
1. Mutu dan Pendidikan Agama Islam
Pemahaman
mutu pendidikan dapat dilihat melalui kebijakan lembaga pendidikan dalam
membantu peserta didik dapat berkembang secara optimal, yaitu dengan
mengediakan guru yang profesional, menyediakan fasilitas sekolah yang
memingkinkan peserta didik dapat belajar, menyediakan media pembelajaran dan
evaluasi yang terus-menerus serta obyektif.
Refleksi
empirik Satori, yang dibahas dalam suatu diskusi tentang mutu pendidikan, yang
menyatakan bahwa mutu pendidikan merupakan fungsi dari mutu input peserta didik
yang ditunjukkan oleh potensi siswa, mutu pengelaman belajar yang ditujukkan
oleh kemampuan profesional guru, mutu penggunaan fasilitas belajar dan budaya
sekolah yang merupakan refleksi mutu kepemimpinan kepala sekolah.[29]
Demikian
pandangan mutu dalam konsep pendidikan menurut, dari beberapa kriteria dan
pengertian tentang mutu. Maka dapat disimpulkan mutu adalah segala sesuatu yang
dapat diperbaiki untuk mencapai sebuah standar atau kualitas yang mampu
memenuhi kebutuhan secara optimal.
Sedangkan Pendidikan Agama Islam adalah
pendidikan dengan cara melalui ajaran-ajaran Agama Islam, berupa bimbingan dan
asuhan terhadap anak agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Agama Islam itu sebagai
suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan
di akhirat.
Pengertian tersebut senada dengan pendapat
Muhaimin yang memaknai Pendidikan Agama Islam adalah “suatu aktivitas atau
usaha-usaha tindakan dan bimbingan yang dilakukan secara sadar dan sengaja
serta terencana yang mengarah pada terbentuknya kepribadian anak didik yang
sesuai dengan norma-norma yang ditentukan oleh ajaran agama”.[30]
Sedangkan menurut Majid dan Andayani,
Pendidikan Agama Islam adalah “upaya sadar dan terencana dalam rangka
menyiapkan anak didik untuk mengnal, memahami, menghayati hingga mengimani
ajaran agama islam. Dibarengi dengan tuntutan untuk penganut agama dalam
hubungannya dengan kerukunan umat beragama hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa”[31].
Majid dan Andayani juga mengutip
pengertian Pendidikan Agama Islam, salah satunya adalah:
a. Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama Islam
adalah suatu usaha untuk membina dan mengsuh peserta didik agar senantiasa
dapat memahami ajaran islam secara menyeluruh. Serta menghayati tujuan, yang
pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran islam sebagai pandangan
hidup.
b. Tayar Yusuf mengartikan Pendidikan Agama
Islam adalah usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman,
pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi
manusia bertakwa kepada Allah SWT. [32]
Sedangkan Tafsir berpendapat pengertian
Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada
seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.[33] Adapun pengertian lain menurut Shaleh
dalam buku Pendidikn Agama dan Pembangunan Watak Bangsa. Pendidikan Agama Islam
adalah: “Usaha sadar untuk meyiapkan siswa dalam menyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan bimbingan dan
pengajaran, latihan dengan menggunakan tuntutan untuk menghormati agama orang
lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam kehidupan masyarakat
untuk persatuan nasional”.[34]
Dari beberapa uraian tersebut dapat
disimpulkan, bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan ajaran-ajaran
Agama Islam melalui proses penyentuhan batin, berkenaan dengan aspek-aspek
sikap dan nilai yang perlu dihayati, diketahui, digali, dipahami, diyakini
kemudian diamalkan anak didik sehingga menjadi milik dan jiwa kepribadian hidup
sehari-hari Upaya untuk itu adalah dengan
cara mengajar atau menyampaikan ilmu Agama kepada anak didik melalui pembinaan
pribadi, baik mental maupun materialnya.
Pendidikan Agama Islam juga merupakan bagian pendidikan yang amat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai, antara lain akhlaq (mental spiritual). Agama Islam memberikan motivasi hehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri bagi pemeluknya. Oleh karena itu agama perlu diketahui, dipahami, diyakini dan diamalkan manusia yang utuh sejahtera lahir bathin.
Memahami beberapa pandangan mengenai mutu
dan Pendidikan Agama Islam dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud mutu
Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk mencapai sebuah standar atau
kwalitas yang mampu memenuhi kebutuhan secara optimal yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan pendidikan ajaran-ajaran Agama Islam melalui proses yang
berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai yang perlu dihayati, dan
diterapkan dalam kepribadian hidup sehari-hari.
2. Strategi meningkatkan mutu dan indikator
mutu Pendidikan Agama Islam
Agar
sekolah mampu meningkatkan mutu yang bernuansa Islami, lebih dulu harus
mamperhatikan mutu Pendidikan Agama Islam yang terdapat dalam sekolahan
tersebut. Sehingga mampu bertahan dan mampu merespons kebutuhan masyarakat pada
setiap perkembangan zaman. Maka sekolah tersebut harus memiliki strategi
peningkatan kwalitas dan cara pengukuran yang efektif.
Strategi
tersebut pada dasarnya bertumpu pada kemampuan memperbaiki dan merumuskan visi
setiap zaman yang dituangkan dalam rumusan tujuan pendidikan yang jelas. Tujuan
tersebut selamjutnya dituangkan dalam program pendidikan yang aplikabel, metode
dan pendekatan yang partisipatif, guru
yang berkwalitas, lingkungan pendidikan yang konduktif serta sarana dan
prasarana yang relevan kemudian pencapaian tujuan pendidikan.[35]
Inti dari strategi tersebut bertolak dari pandangan terhadap pendidikan sebagai
alat untuk membantu atau menolong masyarakan agar eksis secara fungsuonal
ditengah-tengah masyarkat sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Untuk
mengukur berhasil tidaknya strategi tersebut dapat dilihat melalui bebagai
indikator sebagai berikut;
a. Secara Akademis lulusan pendidikan
tersebut dapat melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
b. Secara moral lulusan tersebut dapat
menunjukkan tanggung jawab dan kepeduliannya kepada masyarakat sekitar
c. Secara individual lulusan makin
meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah
d. Secara sosial lulusan tersebut dapat
berintraksi dan sosialisasi dengan masyarakat sekitarnya.
e. Secara kultural ia mampu menginterprestasikan
ajaran agamanya sesuai dengan lingkungan sosialnya.[36]
Dengan kata
lain, semua hal diatas mancakup dimensi kognitif intelektual, afektif
emosional, dan psikomotorik-praktis kultural dapat terbina secara seimbang.
Apabila disimpulkan dari beberapa indikator tersebut mencakup output yang
menekankan pada peningkatan kwalitas lulusan khususnya dalam Pendidikan Agama
Islam, bertanggung jawab pada diri sendiri dan masyarakat serta beriman dan
bertaqwa kepada Allah.
E. Evaluasi Profesionalisme Guru Dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam
Mengingat
peranan stategis guru dalam setiap upaya peningkatan mutu relevansi dan
efesiensi pendidikan, maka pengembangan profesional guru merupakan kebutuhan. Untuk
meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan
dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya,
pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan dan berbagai
kegiatan akademik lainnya. Berkenaan dengan kualitas guru, ada empat dimensi
umum yang menjadi kompetensi tenaga kependidikan sebagai berikut:
1. Kompetensi pendagogik adalah kemempuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya
2. Kompetensi personal atau pribadi, artinya
seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap dan patut untuk diteladani.denagn
demikian seorang guru mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran.
3. Kompetensi profesional, artinya seorang
guru harus memiliki pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang studi yang
diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar didalam proses
belajar mengajar yang diselenggarakannya.
4. Kompetensi kemasyarakatan, artinya
seorang guru harus mampu berkomunikasi baik dengan siswa, sesama guru, maupun
masyarakat luas
Untuk
itulah diperlukan evaluasi dalam pendidikan terutama hal yang terkait dengan
kompetensi guru. Karena keberhasilan dari pelaksanaan program pendidikan dapat
diketahui melalui evaluasi. Tayibnapis mengemukakan bahwa dewasa ini masalah
paling parah dalam pendidikan nasional kita adalah kurangnya eavaluasi yang
efektif.[37] Banyak prilaku pendidikan
yang belum paham dengan prosedur
evaluasi yang benar dan tepat. Padahal evaluasi yang efektif merupakan langkah
menuju arah perbaikan. Evaluasi dapat memberikan pendekatan yang lebih bnayak
lagi dalam memberikan informasi informasi kepada pendidikan untuk membantu
perbaikan pengembangan sistem pendidikan.
Sedangkan
proses evaluasinya dilakukan dengan beberapa jenis, evaluasi formatif,
difungsikan sebagai pengumpul data pada waktu pendidikan sedang berlansung
dalam hal ini kegiatan pembelajaran dan evaluasi sumatif, dilansungkan jika
program kegiatan sudah betul-betul dilaksanakan. Dengan evaluasi inilah keberhasilan
pengajaran yang dilakukan oleh guru PAI tergantung pada penguasaan terhadap
kompetensi- kompetensi tersebut. Jika guru dapat mengelola kelas dengan
baik peserta didik akan belajar dengan baik, akhlak yang mulia, akan menambah
motivasi belajar peserta didik. Dengan demikian seterusnya keberhasilan proses
pengajaran PAI tergantung pada kemampuan penguasaan kompetensi guru PAI dan
sebaliknya.
Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru
dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) yang bersifat
psikologis, dan ada beberapa kemampuan dan perilaku yang perlu dimiliki oleh
guru yang sekaligus merupakan profil guru pendidikan agama Islam (GPAI) yang
diharapkan agar dapat menjalankan tugas-tugas kependidikan dapat berhasil
secara optimal.
Profil
tersebut pada intinya terkait dengan aspek personal dan profesioanal dari guru.
Aspek personal menyangkut pribadi guru itu sendiri, yang selalu ditempatkan
pada sisi utama. Aspek personal ini diharapkan dapat memancar dalam dimensi
sosialnya, dalam hubungan guru dengan peserta didiknya, teman sejawat dan
lingkungan masyarakatnya karena tugas mengajar dan mendidik adalah tugas
kemanusiaan. Aspek profesional menyangkut peran profesi dari guru, dalam arti
ia memiliki kualifikasi profesional sebagai seorang guru PAI.
Selanjutnya
untuk melihat seorang guru profesional, dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama,
dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar belakang pendidikan untuk
jenjang sekolah tempat dia menjadi guru. Kedua, penguasaan guru terhadap
materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, dan mengelola siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat Usman, kemampuan
profesional guru meliputi: menguasai landasan kependidikan, menguasai bahan
pengajaran, menyusun program pengajaran, melaksanakan program pengajaran dan
menilai hasil dan PBM yang telah dilaksanakan.[38]
Jabatan guru adalah suatu jabatan profesi. Dalam pengertian tersebut telah terkandung
suatu konsep bahwa guru profesional yang bekerja melaksanakan fungsi dan tujuan
sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi yang dituntut agar guru
mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Maka guru yang dinilai
kompeten secara profesional, apabila:
1. Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung
jawab dengan sebaik-baiknya
2. Guru tersebut mampu melaksanakan
peranan-peranannya secara berhasil
3. Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha
mencapai tujuan pendidikan sekolah
4. Guru tersebut mampu melaksanakan perananya
dalam PBM dan belajar dalam kelas.
Sehingga profesionalisme
berakar pada kata profesi yang berarti pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian, profesionalisme itu sendiri dapat berarti mutu, kualitas, dan tindak
tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Serta memiliki
keahlian khusus yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki
pengalaman yang kaya dibidangnya, sehingga mampu melaksanakan tugas-tugasnya
dengan harapan dapat meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
[1]
Tayibnapis, Evaluasi Program (
[2] Anas
Sujiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (
[3] Tayibnapis, Evaluasi Program, 11.
[4] Suharsimi Arikunto, Manajemen
Penelitian (Jakarta, Reinika Cipta,
2000), 24.
[5] Sujiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan,
7.
[6] Arikunto, Manajemen Penelitian,
12.
[7] Center
Mc Namara, Basic Guide to Outcome – Based Evaluation for Nonprofit
Organizations with Veri Limited Resources,
[8] Kunandar, Guru Profersional ( Jakarta: Rajawali Pres, 2006), 45.
[9] Syarifuddin Nurdin, Guru Profersional dan Impelementasi Kurikulum (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), 13.
[10] Ibid. , 23.
[11] Buchori MS. Masalah Profesionalisme Guru”
Kedaulatan Rakyat, 2 Mei 2005, 10 .
[12] Moh Surya. Percikan
Perjuangan Guru (Semarang: Aneka Ilmu. 2005), 32.
[13] Ibid. , 32-34.
[14]Sudarwan Danim, Inovasi
Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan,
(Bandung; Pustaka Setia, 2002), 30.
[15] Ibid. , 203-205.
[16]Rahmawan Nur. Tugas
dan Tanggung Jawab Guru. Makalah Pelatihan Guru Kulon Progo, 4 Februari
2006, 1.
[17]Kunandar, Guru Profesional (Jakarta: Rajawali Pres, 2006), 49.
[18] H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineke Cipta, 2000),
138.
[19] Ibid. , 61.
[20] Ibid. ,
57
[21] W. J. S Purwadarminto. Kamus
Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
pustaka, 1987), 665.
[22]Sagala, Saiful. Manajemen
Strategik Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Bandung: ALFABETA, 2010),
170.
[23] Sopiatin, Popi. Manajemen
Belajar Berbasis Kepuasan Siswa (Cilegon: Ghalia Indonesia, 2010),3.
[24]UU No. 14 thn 2005 ttg
guru dan dosen (Bandung: Fermana 2006), 4.
[25] Kunandar, Guru Profesional (Jakarta: Rajawali Pres, 2006), 51
[26] Ernest Rutherford,
Masalah Sertifikasi Guru, http://ronnieschrodinger.
Blogspot.com/ diakses, 02 Pebruari 2011.
[27]Sertifikasi profesi guru
http:/guru-nganjuk.blogspot.com/2009/04/sertifikasi-profesi-guru.html, 2009.
diakses, 20 Pebruari 2011.
[28]Vincent
Gaspersz, Membangun Tujuh Kebiasaan Kualitas (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), pp. 35-36.
[29] Rahmad Salahuddin, “Model Peningkatan Mutu Pendidikan Pesantren Salafiyah
Putri Bangil Dalam Menyelenggarakan Ujian Penyetaraan”. Edukasi, 1
(April, 2010), 48.
[30]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 5.
[31] Abdul Majid dan Dian
Andayani, Pendidikan Islam Berbasis
Kompetensi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), 130.
[32] Ibid. , 130.
[33] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2000), 14.
[34] Syaichul Hadi Permono, Antalogi Kajian Islam ( Surabaya: Pasca
Sarjana IAIN Sunan Ampel Press, 2004), 248.
[35] Abidin Nata, Manajemen Pendidikan (Jakarta: Prenada Media, 2003), 172.
[36] Ibid. ,
172.
[37] Tayibnapis, Evaluasi Program (
[38] Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (
No comments:
Post a Comment