Tuesday, December 4, 2012

REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM AWAL ABAD 20 & 21


REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM AWAL ABAD 20 & 21
Oleh: ARIFFUDIN


Kajian Masalah
Reformasi pendidikan Islam awal abad 20 yang terjadi diseluruh kawasan Islam, secara garis besar dibidang manajemen dan cita-cita pendidikan. Akan tetapi, diawal abad 21 Reformasi pendidikan Islam muncul dengan fenomena yang beragam, seperti Full day school, sekolah model, sekolah unggulan, serta berbgai bentuk sekolah alternative. Coba jelaskan reformasi pendidikan di awal abad 20 dan 21 dari aspek kelembagaan, organisasi pembelajaran, metode pembelajaran, kurikulum dan tujuan pendidikan.

Reformasi Pendidikan Islam Awal Abad 20
Munculnya para pembaru di dunia Islam pada abad ke 19 M sebgai respon positif atau onovatif atas invasi Nopoleon Bonaparte di Mesir, sebenarnya telah membawa  penyelesaian dalam banyak bidang kehidupan termasuk bidang pendidikan. Akan tetapi, niat baik tidak selalu diterima dengan baik, bukan saja dikalangan masyarakat awam, melainkan juga para ilmuanya. Bayard Dogde memberikan contoh bahwa para ulama’ konservatif Al-Azhar menolak sejumlah gagasan pembaharuan pendidikan yang ditawarkan dan ingin diterapkan tokoh semacam Rifa’ah Al-Tahtawi. Bahkan Muhammad Abduh dalam kapasitasnya sebagai anggota Majlis Tinggi Al-Azhar hanya mampu secara persial malakukan pembaharuan terhadap perguruan tinggi tersebut dengan memasukkan beberapa mata kuliah ke dalam kurikulum. Tetapi, pembaharuan ini dibatalkan oleh Salim Al-Basyairi, Rektor ke 25 Al-Azhar. (Mujamil Qomar, 2005:233)
Pada masa itu, Al-Azhar menjadi kiblat Perguruan Tinggi Islam se-dunia. Kemudian kita bisa membuat perbandingan; jika Al-Azhar saja menolak pembaharuan pendidikan apalagi perguruan-perguruan tinggi islam lainnya, dan lebih jauh lagi bagaimana dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam di bawahnya. Namun, perbandingan itu tidak bersifat merata, buktinya perguruan tinggi yang sejak awal lahir atas ide pembaharuan; seperti Univesitas Islam Aligarh yang didirikan dengan tujuan mengakses ilimu-ilmu Eropa konteporer dikalangan muslim.
Kemudian awal abad 20, di dunia muslim muncul kesadaran baru untuk melakukan reformasi pendidikan Islam secara komprehensip dan tidak terpisahkan dari usaha islamisasi ilmu[1] dalam rangka membangun peradapan Islam di masa depan.  Pada dekade itu, Indonesia terjadi masuknya gelombang sekularisasi besar-besaran sebagai imbas dari gelombang yang lebih besar dari skala global. (Mujamil Qomar, 2005:234). Ini berarti reformasi pendidikan Islam itu digagas oleh para pakar sebagai jawaban lansung terhadap arus sekularisasi yang sangat membahayakan bagiumat Islam. Secara subtantif, para pakar berusaha mengadakan reformasi pendidikan Islam untuk mengembalikan pendidikan Islam kedalam pengaruh Islam, seperti pada masa kejayaan peradaban islam. Akan tetapi, secara teknis pendidikan Islam dapat beradaptasi dengan perkembangan ilmu-ilmu konteporer.
Ada beberapa indikasi pendidikan Islam sebelum dimasuki ide-ide pembaharuan:
1.      Pendidikan bersifat nonklasikal. Pedidikan ini tidak dibatasi atau ditentukan lamanya belajar seseorang berdasarkan tahun.
2.      Mata pelajran adalah semata-mata pelajran agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Tidak ada diajarakan  mata pelajaran umum.
Dipandang dari masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam kedunia pendidikan, setidaknya ada tiga hal yang perlu direformasi:
1.      Metode yang tidak puas hanya dengan metode tradisional, tetapi diperlukan metode-metode baru yang meransang untuk berfikir.
2.      Isi atau mata pelajran sudah perlu diperbaharui, tidak hanya mengandalkan mata pelajaran agama semata-mata yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Sebab masyarakat Islam abad 20 sudah merasakan manfaat dan peranan ilmu pengetahuan.
3.      Manajemen, manajemen pendidikan adalah keterkaitan antara sistem lembaga pendidikan Islam dengan bidang-bidang lainya.
Bebera hal tersebut diatas, merupakan tuntutan terhadap kebutuhan dunia pendidikan Islam. Kemudian dari uraian terdahulu, dapat diuraikan indikasi terpenting dari pendidikan Islam pada masa reformasi, yakni:
1.      Dimasukkannya mata pelajaran umum.
2.      Penerapan sistem klasikan dengan segala penerapanya.
3.      Dikelola sistem administrasi dengan tetap berpegang kepada prinsip-prinsip manajemen pendidikan. (Haidar Putra Daulay, 2007: 57-59.)
Sedangkan ada bebrapa faktor yang menyebabkan reformasi pendidikan Islam di Indonesia, pada abad 20, yaitu:
1.      Sejak awal abad 20, telah banyak pemikiran untuk kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada.
2.      Perlawanan rasional terhadap penguasa kolonial Belanda
3.      Adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya dibidang sosial ekonomi.
4.      Berasal dari pembaharuan pendidikan Islam. Dalam bidang ini cukup banyak orang dan organisasi Islam, tidak puas dengan metode tradisional dalam mempelajari Al-Qur’an dan Studi Islam (Haidar Putra Daulay, 2007: 43-44).
Berdasarkan uraian diatas, dapat di jelasakan bahwa reformasi pendidikan Islam muncul diawal abad 20 dengan upaya untuk memperbaharui Sitem (Manajemen) paradigma pendidikan Islam (Tujuan pendidikan Islam), serta materi (Haidar Putra Daulay, 2007: 53). Jika awal abad 20 kelembagaan bercirikhas madrasah dan pesantren, dengan manejemen dan organisasi yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen yang masih sederhana.  
Kemudian dalam aspek organisasi pembelajaran, kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara yang masih menekankan pada kajian kitab-kitab sebagai sumber belajar utama. Sedangkan ilmu pegetahuan umum hanya ditekankan seadanya dalam aspek pendidikan Islam. aspek sistem pendidikan. Serta memadukan antara sistem pesantren yang memiliki keunggulan sistem asrama dan pola penanaman nilai-nilai keagamaan serta pembentukan mental attitude yang kuat dengan sistem madrasah/sekolah yang memiliki keunggulan di bidang metodologi dan pengelolaan pembelajaran. Juga, sistem pembelajaran menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan sistem klasikal. Kegiatan pembelajaran untuk semua materi pelajaran seluruhnya dilaksanakan secara klasikal.
Sedangkan pada aspek metode pembelajaran, metode tidak semata-mata metode wetonan, sorogan dan hafalan, tetapi lebih bervariasi  sesuai dengan tuntunan sistem klasikal (Haidar, 2007: 50). Juga, perkembangan metode pembelajaran yang digunakan adalah yang memungkinkan seorang santri atau peserta didik bisa belajar dengan lebih efektif dan efisien dengan melibatkan mereka secara aktif dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang bertumpu pada dialog, tanya-jawab, diskusi, demonstrasi, latihan, penugasan, dan yang sejenisnya menjadi penting dalam upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif.
Selanjutnya aspek kurikulum tidak mendikotomikan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Kedua bidang keilmuan ini diintegrasikan dalam satu kesatuan bangunan epistimologi keilmuan yang utuh yang semuanya bernilai keagamaan. Kemudian kurikulum tidak dipisahkan antara bidang kegiatan intrakurikuler dengan yang ektrakurikuler, keduanya diintegrasikan dalam seluruh total kegiatan, sehingga keduanya memperoleh perhatian yang sama. Keduanya membentuk suatu lingkungan dengan berbagai kegiatan di dalamnya yang semuanya dimaksudkan untuk tujuan pendidikan. Secara umum kurikulum tidak lagi semata-mata berpegang pada materi  pelajaran agama yang bertumpu pada kitab-kitab kalsik. (Haidar, 2007: 50)
Akan tetapi, Kurikulum atau materi Pendidikan Islam, meteri pendidikan Islam " masih terlalu dominasi masalah-maslah yang bersifat normatif, ritual dan eskatologis meskipun sudah diamsukkan ilmu pengeahuan umum. Materi disampaikan dengan semangat ortodoksi kegamaan, suatu cara dimana peserta didik dipaksa tunduk pada suatu "meta narasi" yang ada, tanpa diberi peluang untuk melakukan telaah secara kritis. Pendidikan Islam tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari, kecuali hanya sedikit aktivitas verbal dan formal untuk menghabiskan materi atau kurikulum yang telah diprogramkan dengan batas waktu yang telah ditentukan (A.Malik Fajar, 1995 : 5).
Cita-cita pendiikan Islam awal abad 20, cenderung pada tujuan normatif, tujuan yang didasarkan pada norma-norma atau nilai-nilai ajaran Islam, permurnian ajaran islam dikarenakan di awal abad 20 banyak pemikiran yang kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah ((Haidar Putra Daulay, 2007: 43-44). Kemudian islamisasi ilmu-ilmu pengetahuan untuk membangun peradapan Islam di masa depan.
Kelembagaan pendidikan Islam awal abad 20 berada dalam ruang lingkup pesantren dan madrasah dengan manajemen administrasi yang masih sederhana. Dalam organisasi pebelajaran dari non klasikal ke organisasi pembelajaran klasikal, sedangkan metode pendidikan Islam yang digunakan dari metode-metode tradisional diganti dengan metode yang dikembangkan dalam untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif. Kurikulum pendidikan Islam dalam dekade itu,  masih terlalu dominasi masalah-maslah yang bersifat normatif, ritual dan eskatologis meskipun sudah diamsukkan ilmu pengeahuan umum. Adapun cita-cita pendidikan Islamnya adalah  cenderung pada tujuan normatif dan islamisasi ilmu-ilmu pengetahuan untuk membangun peradapan Islam di masa depan

Reformasi Pendidikan Islam Awal Abad 21
Abad 21, kelembagaan pendidikan islam mengalami perkembangan yang cukup signifikan diarahkan  dan dituntut untuk melakukan langkah-langkah ke arah perwujudan visi kependidikan Islam yang sekaligus populis, berkualitas dan beragam. Berdasarkan landasan paradigma manajemen yang didukung oleh langkah-langkah stratergis perwujudan visi lembaga kependidikan Islam. Kemudian lembaga pendidikan Islam perlu berkembag maju secara kontinyu, hubungan harmonis antar tenaga kependidikan perlu dicipyakan agar terjadi lingkungan dan administrasi atau ketatalaksanaan lembaga perlu dibina agar menjadikan lembaga yang mampu menumbuhkan kreatifitas, disiplin dan semangat belajar.
Lembaga pendidikan Islam yang ada, memang diakui bahwa penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan akhir-akhir ini cukup mengemberikan, artinya lembaga-lembaga pendidikan memenuhi keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai tempat untuk mempelajari ilmu umum dan ilmu agama serta keterampilan. Sehungga lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memilih alternative yang beragam dari satu diantara dua fungsi, apakah mendisain model pendidikan umum Islami yang handal dan mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain, atau mengkhususkan pada disain pendidikan keagamaan yang berkualitas, mampu bersaing, dan mampu mempersiapkan mujtahid-mujtahid yang berkualitas.
Berubahan di abad 21, untuk menghadapi perkembangan zaman pendidikan Islam adalah sebuah disiplin ilmu yang pantas disejajarakan dengan ilmu pengetahuan. Juga, dengan sistem pembelajaran (aktif, kreatif, dan efektif) yang lebih berorientasi dengan kehidupan serta nilai-nilai ajaran Islam. Dengan metode pembelajaran dikembangkan dengan prinsip mendorong manusia untuk menggunakan akal pikir, dan mendorong manusia untuk mengaktualisasikan ilmu pengetahuan. Kemudian dapat disingkrinisasikan bahwa bentuk metode yang relevan dan efektif untuk pendidikan Islam adalah metode singkronik-analitik, metode empiris dan metode problem solving serta induktif.
Metode pendidikan Islam harus mampu membimbing, mengrahkan dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap kepribadiannya,sehingga tregambar dalam dirinya tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Berdasarkan hai ini, maka paradigma pembentukan dan penerapan metode pendidikan Islam dalam proses internalisasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang terpuji dengan pendekatan menyeluruh, integral dan sistematis.
Kurikulum pendidikan islam harus mempunyai visi dan misi yang mengarah kepada upaya pencapaian sosok yang hendak dilahirkan sesuai dengan nilai ajaran Islam. Karena itu karakter kulrikulum meliputi dan memadukan seluruh unsur kecakapan baik intelektual, emosional, maupun spiritual. Ini juga berarti bahwa kurikulum itu tidak hanya bersifat kognitif saja, tetapi memadukan seluruh ranah pengembangan diri peserta didik, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Tujuan pendidikan Islam, bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada anak bangsa, tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter. Anak-anak bangsa dikembangkan bakatnya, dilatih kemampuan dan keterampilannya. Sekolah tempat menumbuh kembangkan potensi akal, jasmani, dan rohani secara maksimal, seimbang, dan sesuai tuntutan zaman. Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman, nyaman, damai, dan sejahtera.
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan, kemandirian, dan kewirausahaan. Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya juang (adversity quotient) yang mumpuni. Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya.
Perbandingan visi pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan Islam abad 21 menurut UNESCO adalah  Pertama sosialisasi, sekaligus memberi landasan bagi umat Islam, bahwa apa yang diamanatkan tidak betentangan dengan ajaran umat Islam. Kedua, memberikan penekanan tarhadap nilai-nilai Universal yang terkandung dalam ajaran Ialam yang selama ini kurang mendapatkan perhatian untuk diungkapkan. Ketiga, memberi keseimbangan kepada saudara-saudara kita yang memahami islam dengan cara ekstrim dan ekslusif. (Ariffudin Arif, 2008: 127). Adapun uraian empat dasar visi UNESCO yang berkaitan dengan pendidikan Islam adalah:
1.      Learning to think (belajar bagaimana bepikir)
2.      Learning to do (belajar hidup atau bagaimana berbuat/bekerja)
3.      Learning to be (belajar bagaimana tetap hidup atau sebagai dirinya)
4.      Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
Dari uraian diatas, keempat dasar visi pendidikan abad 21 menurut UNESCO pada dasarnya tidak bertentangan dengan agama islam, kesemuanya itu tentunya merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam untuk senantiasa dikembangkan. Dengan demikian, pendidikan Islam dalam mengarungi abad 21 ini perlu mencakup empat visi dasar diatas dengan membangun pemikiran dan kerangka oprasional yang telah konkret, terarah dan konsepsional dalam penerapannya. (Ariffudin Arif, 2008: 128)
Mencermati persoalan yang dikemukakan di atas, maka perlu menyelesaikan persoalan internal yang dihadapi pendidikan Islam secara mendasar dan tuntas. Sebab pendidikan sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan manusia yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat yang begitu cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompettif dan proaktif dalam dunia masyarakat modern.
Selain itu, dalam menghadapi era milenium ketiga ini nampaknya pendidikan Islam harus menyiapkan sumber daya manusia yang lebih handal yang memiliki kompotensi untuk hidup bersama dalam era global. Menurut Djamaluddin Ancok (1998 : 5), "salah satu pergeseran paradigma adalah paradigma di dalam melihat apakah kondisi kehidupan di masa depan relatif stabil dan bisa diramalkan (predictability). Pada milenium kedua orang selalu berpikir bahwa segala sesuatu bersifat stabil dan bisa diprediksi. Tetapi, pada milenium ketiga semakin sulit untuk melihat adanya stabilitas tersebut. Apa yang terjadi di depan semakin sulit untuk diprediksi karena perubahan menjadi tidak terpolakan dan tidak lagi bersifat linier". Maka, pendidikan Islam sekarang ini disainnya tidak lagi bersifat linier tetapi harus didisan bersifat lateral dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat dan tidak terpolakan.
Untuk itu, lebih lanjut Djamaluddin Ancok yang mengutip Hartanto : 1997: Hartanto, Raka & Hendroyuwono, 1998, mengatakan bahwa pendidikan (termasuk pendidikan Islam) harus mempersiapkan empat kapital yang diperlukan untuk memasuki milenium ketiga, yakni kapital intelektual, kapital sosial, kapital lembut, dan kapital spritual. Tantangan ini tidak muda untuk penyelesaiannya, tidak seperti membalik telapak tangan. Untuk itu, pendidikan Islam sangat perlu mengadakan perubahan atau mendesain ulang konsep, kurikulum dan materi, fungsi dan tujuan lembaga-lembaga, proses, agar dapat meneuhi tuntatan perubahan yang semakin cepat.
Memahami reformasi pendidikan abad 21, aspek kelembagaan lebih terbuka dan dituntut untuk melakukan langkah-langkah ke arah perwujudan visi kependidikan Islam yang sekaligus populis, berkualitas dan beragam. Berdasarkan landasan paradigma manajemen yang didukung oleh langkah-langkah stratergis perwujudan visi lembaga kependidikan Islam. Dengan organisasi pembelajaran yang berorientasi atas nilai-nilai pendidikan Islam yang lebih modern dan mengikuti perkembangan zaman. Sedangkan metodologi yang digunakan mampu membimbing, mengrahkan dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap kepribadiannya, ehingga tergambar dalam dirinya tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kemudian kurikulum yang diterapkan memadukan seluruh unsur kecakapan baik intelektual, emosional, maupun spiritual. Sedangkan tujuan pendidikan pada abad ini, adalah sosialisasi, sekaligus memberi landasan bagi umat Islam, bahwa apa yang diamanatkan tidak betentangan dengan ajaran umat Islam. Kedua, memberikan penekanan tarhadap nilai-nilai Universal yang terkandung dalam ajaran Ialam yang selama ini kurang mendapatkan perhatian untuk diungkapkan. Ketiga, memberi keseimbangan kepada saudara-saudara kita yang memahami islam dengan cara ekstrim dan ekslusif dengan uapaya Learning to think (belajar bagaimana bepikir), Learning to do (belajar hidup atau bagaimana berbuat/bekerja), Learning to be (belajar bagaimana tetap hidup atau sebagai dirinya) serta Learning to live together (belajar untuk hidup bersama).


Daftar Bacaan:

Arif, Arifuddin.Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: GP Pres Group, 2008.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Taradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Logos Wacana Ilmu. 2000.

Djamaluddin Ancok, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium Ke Tiga, Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Nomor : 6 Tahun III, UII, 1998.

Qomar, Mujamil. Epistemologi Pendidikan Islam Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik. Jakarta: Erlangga 2005.

Putra Daulay, Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia . Jakarta: Kencana,. 2007.




[1] Al-Attas mengataakan, Islamisasi ilmu berarti pembebasan ilmu dari penafsiran-penafsiran yang didasarkan pada idiolagi sekuler dan dari makna serta ungkapan-ungkapan manusia sekuler (dikutip Mujamil Qomar, 2005:116)

1 comment:

cKAja said...

kontennya bagus, terimakasih
vana