Tuesday, December 4, 2012

MAKALAH METODOLOGI PENAFSIRAN AL-QUR’AN PENDEKATAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL


RAGAM TEORI PENAFSIRAN AL-QUR’AN
PENDEKATAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL
Oleh : Ariffudin

A.    Pendahuluan
Secara singkat tafsir adalah suatu upaya mencurahkan pemikiran untuk memahami, memikirkan dan mengeluarkan hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an agar dapat diaplikasikan sebagaian dasar utama penetapan hukum.[1]. Pada Al-Qur’an istilah tafsir di sebutkan dalam surat Al-Furqan :33, ”tidakkah orang-rang kafir itu datang kepadamu (membawa) seuatu yang ganjil melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penafsirannya(penjelasannya)”.[2].  Kata tafsir merupakan masdar dari kata fasara yang mempunyai arti keadaan jelas (nyata dan terang) dan memberikan penjelas.
Para ulama kebanyakan memberikan pengertian tentang tafsir pada intinya untuk menjelaskan hal-hal yang masih samar yang di kandung dalam Al-Qur’an sehingga dengan mudah dapat dimengerti, mengeluarkan hukum yang terkandung didalamnya untuk diterapkan dalam kehidupan sebagai suatu ketentuan hukum.[3].
Jalaluddin As-Suyuti mendefinisikan ilmu tafsir sebagai ilmu yang membahas ketentuan-ketentuan dari Al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, sastranya, lafadlnya, makna-makna yang berhubungan dengan lafadl-lafaldnya.[4] Sedangkan menurut Prof. Dr. M. Amin Abdullah mengetakan tafsir lebih dikenal sebagai cara mngurai bahsa, konteks, dan pesan-pesan moral yang terkandung dalam teks atau nash kitab suci.Dalam hal ini teks dijadikan sebagai subjek.Ta’wil adalah cara untuk memahami teks dengan menjadikan teks, atau lebih tepat disebut pemahaman, pemaknaan, dan interpretasi terhadap teks, sebagai objek kajian.[5]
Apapun pendapat tentang penafsiran, tetapi yang paling penting adalah metode dan pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan Al-Qur;an. Dalam rangka menafsirkan Al-Qur’an diperlukan beberapa metode dan pendekatan. Metode tafsir yang masyhur antara lain yaitu; metode tafsir tahlili (analistis), metode tafsir maudhu’i (tematik), metode tafsir muqaran (komparatif), dan metode tafsir ijmali (global). Sedangkan pendekatannya, antara lain pendekatan Objektif dan Pendekatan Subjektif, Pendekatan Langsung dan Tidak Langsung, Pendekatan Komprehensif dan Pendekatan Sektoral, Pendekatan Disipliner, Pendekatan Multi disipliner, dan Pendekatan Interdisipliner serta Pendekatan Tekstual dan Pendekatan Konstektual. Demikian dalam makalah ini akan dibahas mengenai ragam teori penafsiran Al-Qur’an dengan pendekatan tekstual dan kontekstual.
                                                                                    
B.     Pendekatan Tekstual dan Pendekatan Konstektual
Pada dasarnya pendekatan tekstual dan kontekstual adalah sama dengan beberapa pendekatan di atas. Hanya saja istilah ini muncul dari sumber yang berbeda.
1.      Pendekatan Tekstual
Secara sederhana tekhnik ini dapat diasosiasikan dengan tafsir bi al-ma’tsur. Nash yang dihadapi ditafsirkan sendiri dengan nash baik AL-Qur’an ataupun hadist.[6] Tafsir bilma’tsur[7] yang menempati posisi pertama dalam masa penafsiran al-quran dibagi menjadi dua priode
a.       Priode Riwayah
Pada priode ini para sahabat menukil sabda nabi dan para sahabat sendiri dan tabiin untuk menjelaskan tafsir al-quran, dan pengambilan tersebut dilakukan dengan teliti dan waspada demi menjaga keshalehan dan keshohehan Isnad penukilan sehinggadapat menjaga apa yang di ambil.
b.      Priode Tadwin (pembukuan)
Pada Priode ini para sahabat atau tabiin mencatat dan menghimpun penukilannya yang sudah dianggap shaheh setelah diadakan penelitian, sehingga himpunan tersebut membentuk ilmu sendiri. Sekalipun aliran ini mempunyai banyak kelebihan seperti penafsiran yang mendekati obyektivitas yang didasarkan atas ayat-ayat al-quran dan hadis nabi Muhammad SAW. Tetapi ia juga mempunyai  kelemahan, misalnya adanya cerita Israiliyat yang dianggapsebagai hadits dan hal itu menyesatkan umat, munculnya hadits palsu.[8]
Dengan kata lain, yang dimaksud dari tafsir al matsur adalah tafsir Al Qur’an dengan Al Qur’an, Al Qur’an dengan As-Sunah atau penafsiran Al Qur’an menurut atsar yang timbul dari kalangan sahabat.[9] Contoh Tafsir Al Qur’an dengan Al Qur’an ; Q.S (5) : 1 yang menjelaskan tentang binatang ternak yang halal. Kemudian dijelaskan lagi dalam ayat berikutnya, Q.S Al Maidah (5) :3 tentang hal-hal yang diharamkan untuk dimakan, termasuk didalamnya binatang ternak yang haram. Contoh tafsir Al Qur’an dengan Sunah, Q.S Al Baqarah (2) : 238, yang menegaskan tentang shalat Wustha, Rasul menjelaskan pengertian tersebut dengan Shalat Ashar.
Dari berbagi  pendapat bahwa tafsir bil ma’tsur betul-betul di telusuri keoutentisitasannya ayat, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Azzarqani  atas pernyataannya terhadap keengganan beliau memasukkan penafsiran tabi’in kedalam Al-ma’tsur karena dilatar belakangi oleh : Banyak diantara tabi’in itu terlalu terpengaruh oleh riwayat-riwayat isra’iliyat  yang berasal dari kaum Yahudi dan Ahli kitab  yang masuk islam seperti kisah para nabi dan kisah ash-habul kahfi, akan tetapi ada diantara tabiin membenarkannya.[10]
Sebagian mufassirin meneliti terjadinya perbedaan yang dimaksud diatas akan memunculkan terhadap beberapa kelemahan terhadap tafsir bilma’tsur, antara lain munculnya periwayatan yang tanpa sanad walaupun sekecil mungkin. Berikut beberapa faktor terjadinya kelemahan tafsir bilma’tsur :
a.       Campur baur antara yang shahih dan yang tidak shahih  serta banyak mengutib kata-kata yang dinisbatkan kepada shahabat atau tabiin tanpa memiliki sandaran dan ketentuan, sehingga menimbulkan percampur adukkan antara hak dan yang bathil.
b.      Riwayat-riwayat tersebut ada yang dipengaruhi oleh cerita-cerita israiliyat dan khuffarat yang bertentangan dengan Aqidah islamiyah dan telah ada dalil yang dan ahli kitab yang telah masuk islam
c.       Dikalangan sahabat ada golongan yang extrim mereka mengambil beberapa pendapat dan membuat-buat kebatilan  yang dinisbatkan kepada sebagian sahabat, misalkan kelompok syi’ah yang fanatic kepada Ali, mereka sering mengatakan hadisnya dari Ali akan tetapi setelah dilakukan penelusuran Ali sendiri tidak pernah mengetahuinya.
d.      Musuh-musuh islam dari orang sindik berusaha mengecoh sahabat dan tabi’in sebagaimana mereka pernah mengecoh Nabi SAW. Hal ini dimaksudkan untuk menghancurkan agama islam dengan jalan menghasud dan membuat hadis.[11]
Dengan demikian metode penafsiran Al-Qur’an secara tekstual adalah pendekatan pemahaman ayat-ayat Al-Qura’an terfokus pada shohihul manqul (riwayat yang shohih) dengan menggunakan penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, penafsiran al-Qur’an dengan sunnah, penafsiran al-Qur’an dengan perkataan para sahabat dan penafsiran al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in. Yang mana sangat teliti dalam menafsirkan ayat sesuai dengan riwayat yang ada.
2.      Pendekatan Konstektual
Al-Qur’an adalah Kitab suci yang salih li kulli zaman wa makan. Selama empat belas abad Al-Qur’an tetap bertahan sebagai penerang dalam memecahkan berbagai masalah. Prof. Dr. Amin Abdullah memaparkan ada dua ranah keprihatinan umat islam dewasa ini dalam memahami Al-Qur’an.pertama , bagaimana dapat memahami ajaran Al-Qur’an yang bersifat universal(rahmatan li al-alamin) secara tepat, setelah terjadi proses modernisasi, globalisasi, dan informasi yang membawa perubahan sosial yang begitu cepat.kedua, bagaimana sebenarnya konsepsi dasar AL-Qur’an dalam menaggulangi ekses-ekses negatif dari deru roda perubahan sosial pada era modernitas seperti saat ini.[12]
Kata “kontekstual” berasal dari “konteks” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung dua arti: 1) bagian sesuatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; 2) situasi yang ada hubungan dengan suatu kejadian.[13] Kedua arti ini dapat digunakan karena tidak terlepas istilah dalam kajian pemahaman tafsir kontekstual.
Dari sini pemahaman kontekstual atas Al-Qur’an, adalah memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitannya dengan peristiwa atau situasi yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat tersebut, atau dengan kata lain, dengan memperhatikan dan mengkaji konteksnya. Dengan demikian asbab nuzul dalam kajian kontekstual dimaksud merupakan bagian yang paling penting. Tetapi kajian yang lebih luas tentang pemahaman kontekstual tidak hanya terbatas pada asbabnuzul dalam arti khusus seperti yang biasa dipahami, tetapi lebih luas dari itu meliputi: konteks sosio-historis di mana asbab nuzul merupakan bagian darinya. Dengan demikian, pemahaman kontekstual atas ayat-ayat Al-Qur’an, berarti memahami Al-Qur’an berdasarkan kaitannya dengan peristiwa-peristiwa dan situasi ketika ayat-ayat diturunkan, dan kepada siapa serta tujuannya apa ayat tersebut diturunkan.
Untuk itulah Al-Qur’an berusaha di dialogkan dengan realita zaman sekarang, memalui studi kontekstualitas Al-Qur’an. Sedangkan makna yang labih luas lagi, studi tentang kontekstual Al-Qur’an adalah studi tentang peradaban yang didasarkan pada pendekatan Sosio-Historis. Adapaun pemahaman sosio-historis dalam pendekatan Kontekstual adalah pendekatan yang menekankan pentignya memahami kondisi-kondisi aktual ketika Al-Qur’an diturunkan, dalam rangka menafsirkan pernyataan legal dan sosial ekonominya. Atau dengan kata lain, memahami Al-Qur’an dalam konteks kesejarahan dan harfiyah, lalu memproyeksikannya kepada situasi masa kini kemudian membawa fenomena-fenomena sosial ke dalam naungan-naungan tujuan Al-Qur’an.
Aplikasi pendekatan kesejarahan ini menekankan pentingya perbedaan antar tujuan atau”ideal moral” Al-Qur’an dengan ketentuan legal spesifiknya. Idela moral yang dituju Al-Qur’an lebih pantas diterapkan ketimbang ketentuan legal spesifiknya. Jadi dalam kasus seperti perbudakan yang di tuju Al-Qur’an adalah emansipasi budak. Sementara penerimaan Al-Qur’an terhadap pranata tersebut secara leagl, dikarenakan kemustahiilan untuk menghapuskan seketika.[14]
Pendekatan sejarah tersebut tidak bisa lepas dari asbab al-nuzul ayat Al-Qur’an yang biasanya-walau tidak seluruhnya-bersumber dari sunah, atsar ataupun dari tabi’in. Jadi, secara metodologis tekhnik ini termasuk kedalam metode tafsir bi al-ma’tsur.[15] Hubungan teks dan konteks bersifat dialektis; teks menciptakan konteks, persis sebagaimana konteks menciptakan teks; sedangkan makna timbul dari keduanya.[16] Upaya ke arah penafsiran kontekstual terhadap teks-teks Al-Qur-an pertama-tama harus dimulai dengan menempatkan prinsip ketuhanan Tauhid. Di sinilah, maka ayat-ayat al Qur-an yang bermakna pesan-pesan yang bersifat  universal ini harus menjadi dasar bagi seluruh cara pandang penafsiran kita terhadap teks-teks atau ayat-ayat Al-Qur’an.

C.    Kesimpulan
Berdasarkan paparan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pedakatan dalam rangka menafsirkan Al-Qur’an diperlukan beberapa pendekatan diantaranya adalah pendekatan Tekstual pendekatan pemahaman ayat-ayat Al-al-Qur’an dengan al-Qur’an, penafsiran al-Qur’an dengan sunnah, penafsiran al-Qur’an dengan perkataan para sahabat dan tabi’an. Sedangkan pendekatan Konstektual  studi yang didasarkan pada pendekatan Sosio-Historis. Adapaun pemahaman sosio-historis dalam pendekatan Kontekstual adalah pendekatan yang menekankan pentignya memahami kondisi-kondisi aktual ketika Al-Qur’an diturunkan, dalam rangka menafsirkan pernyataan legal dan sosial yang terjadi pada masa lampau sampai sekarang.












      
Daftar Pustaka

Al-Qur’an Karim
Alal al-Din As-Suyuti. lmu al-Tafsir Manqul Min Kitab Itmam al-Diroyah. Semarang:  Karya Toha Putra,____.

Baidan, Nasruddin. Metode Penafsiran Al-Qura. Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2002.
Mohammad, Ash-Shabuni. Ali. Penerj. Amnuddin, Attibyan fii ulumi quran. (Studi Ulumul Alquran). Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998.

Muhaimin, dkk. Kawasan Dan Wawasan Studi Islam (Jakarta, Prenada Media, 2005.

Suryadilaga, M. Fatih, dkk. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005.

Syamsudin, Sahiron, dkk. Hermeneurika Al-Qur’an Mazhab. Yogya, Yogya Islamika,.2003.

Syihab, Quraisyi. Tafsir al-Misbah. Tangerang: Lentera Hati, 2005

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka 1989.






[1] Syihab Quraisyi.,  Tafsir al-Misbah (.Tangerang: Lentera Hati, 2005),
[2] Qur’an, 25,33.
[3] Syamsudin, Sahiron dkk. Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab (Yogya: Penerbit Islamika), 2003.
[4] Jalal al-Din As-Suyuti , lmu al-Tafsir Manqul Min Kitab Itmam al-Diroyah .(Semarang:  Karya Toha Putra,___), 1.
[5] Sahiron Syamsudin ,dkk ,Hermeneurika Al-Qur’an Mazhab (Yogya: Islamika. Yogya. 2003), xxi.
[6] M. Fatih Suryadilaga,dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta, Teras, 2005), 84
[7] Tafsir dengan metode Riwayat (matsur) adalah rangkaian keterangan yang terdapat dalam Al Qur’an, sunah, atau kata-kata sahabat sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran Al Qur’an dengan sunah nabawiyah.
[8] Muhaimin, dkk. Kawasan Dan Wawasan Studi Islam (Jakarta, Prenada Media, 2005), 111
[9] Muhammad Ali Ash-Shabuuniy, Studi Ilmu Al Qur’an, alih Bahasan, Amiudin, (Bandung : Pustaka Setia, 1999), 248.
[10] Nasruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2002), 42-43.
[11] Mohammad, Ash-Shabuni. Ali. Penerj. Amnuddin, Attibyan fii ulumi quran,(Studi Ulumul Alquran), Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), 257.
[12] Sahiron Syamsudin ,dkk ,Hermeneurika Al-Qur’an Mazhab (Yogya, Yogya Islamika,.2003), xvi
[13] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1989), 458.

[14] M. Fatih Suryadilaga,dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), 138-142.
[15] M. Fatih Suryadilaga,dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, 88.
[16] Sahiron Syamsudin ,dkk ,Hermeneurika Al-Qur’an Mazhab, 91.

No comments: