AKU INGIN MAMA SEPERTI GURUKU
Tahun kedua, tepatnya 2012 penulis mengajar di SD Muhammadiyah 1 Krian
(SD Mutu), menjadi pengalaman yang paling menarik dan berkesan selama penulis
menjadi guru. Selain aktifitas yang menarik dan luar biasa, menjadi tenaga pendidik
di SD Mutu merupakan impian serta medan dakwah bagi penulis. Pertama kali
penulis dipercaya sebagai guru kelas yang peserta didiknya berjumlah 29 yaitu
kelas II Utsman bin Affan. Diantara sekian murid dikelas tersebut, ada salah
satu murid rajin, tekun dan nilai diatas rata-rata teman kelasnya, alasan
inilah yang membuat penulis terkesan atas kepribadian dan mencolok prestasinya
dalam proses pembelajaran sehari-hari.
Dia (murid laki-laki), anak pertama dari dua bersudara, keseharian
ekspresi periang dan ceriah yang selalu ditampakkan, suka memberi perhatian
yang lebih sama penulis, disela-sela proses pembelajaran dia mendekat, ingin
sekali mengetahui apa yang penulis kerjakan, sampai suatu saat dia bertanya apa
yang menjadi kesukaan penulis. Disini awal mula penulis manganggap ini
biasa-biasa saja seperti halnya murid yang lain ketika ingin mencari perhatian
gurunya. Hari berganti hari, lagi-lagi dia disela-sela proses pembelajaran
selalu mendekat dan memperhatikan apa yang penulis kerjakan. Berawal dari
sinilah penulis mulai agak memeperhatikan murid ini. Sekian hari penulis
memperhatikan tingkah lakunya, seiring waktu penulis memperhatikan dia dikala
istirahat saatnya tiba anak-anak membuka bekal makanan yang dibawahnya dari
rumah. Ternyata dia menawarkan sebagian bekalnya buat penulis.
Suatu hari saat proses pembelajaran sedang berlansung, ada yang berubah
dengan prilakunya didalam kelas, tingkahnya selalu over (ingin diperhatikan),
disisi lain banyak hal yang berubah dan mengalami penurunan pada tingkat
kosentrasinya, minat belajarnya dan nilainya pun juga mengalami penurunan yang
sangat signifikan. Bermula dari hal ini, Penulis mencoba mencari waktu yang
tepat untuk mengdakan pendekatan dengannya. Keempatanpun tiba, awal bicara
penulis mengajak ngobrol biasa seperti penulis ketika ngobrol dengan murid yang
lainnya, dengan cara pendekatan ini dalam obrolan pun penulis mulai masuk dalam
inti tujuan awal ingin mengetahui alasan perubahan negative yang terjadi pada
dirinya. “Kenapa nak kamu seperti ini?” dia “Kenapa bu saya?”, Akhir-akhir ini
ibu lihat tingkahmu banyak sekali dikelas, lebih cenderung ramai dan suka
mengganggu teman-temanmu?” dia “(diam tertunduk) “nilai pelajarkan kamu juga
menurun kalau ibu perhatikan?” dia (diam tertunduk)” Apa kamu ada masalah
dengan temanmu dikelas, atau sama saya mungkin?”. Dari pertanyaan ini lah dia
akhirnya bercerita, “aku marah sama mama” masa ditinggal terus keluar kota,
“aku bosan sama mama”, mama suka marah-marah, papa juga begitu, ga pernah bisa
mengerti dan punya waktu untukku. Kekecewaan yang dia rasakan penulispun saat
itu juga merasakan kekecewaannya terhadap mama dan papanya.
Setelah mendengar cerita dia, penulispun berfikir, apakah benar anak ini
mengalami kekecewaan kepada orang tuanya, apa dia hanya mengarang cerita saja.
Komunikasipun mulai penulis bangun dengan orang tuanya. Penulis mencoba membuka
obrolan dengan orang tuanya ketika suatu waktu mamanya menjemput dia pulang
sekolah. Penulis bertanya kepada mamanya, Bu apakah putra ibu pernah bercerita
sesuatu dirumah? Beliau menjawab “tidak bu, dia kalau dirumah biasa-biasa saja”
penulis bertanya lagi, bu apakah ibu memperhatikan kalau akhir-akhir ini nilai
ulangan harian putra ibu menurun? “waduh saya kurang memperhatikan bu, biasanya
papanya yang bilang kesaya kalau ada apa-apa dengan putra saya”. Oh gitu ya bu,
penulis akhinya menyimpulkan dan membenarkan apa yang menjadi alasan dia
mengalami perubahan negative pada diri anak tersebut. Ternyata dia tidak
terbuka juga dengan orang tuanya, sehingga dia menjadi seperti ini.
Dengan segala cara penulis menjalin komunikasi yang bagus dengan kedua
orang tuanya, bagaimana bisa merubah kekecewaan, sehingga menemukan solusi yang
terbaik buat putranya. Menjalin komunikasi yang cukup lama antara penulis dan
mamanya, Lama kelamaan mamanya penasaran dan bertanya kepada penulis, kok bisa
putra saya lebih dekat, labih nurut dengan ibu dan mendengarkan nasihat-nasihat
yang ibu berikan disaat proses pembelajaran, dan anehnya lagi putra saya kalau
ngobrol sama saya bu, tanpa disadari sering terdengar ada kalimat “Kenapa mama
tidak bisa seperti guruku?”. Akhirnya dari titik ini mamanya tambah berfikir
gurunya bisa mengalahkan peran utama dirinya sebagai seorang mama yang
sebenarnya harus lebih dekat dari siapaun.
Rasa penasaran, si mama menggali informasi dengan cara berkomunikasi
dengan penulis melalui percaapan telepon disaat putranya sudah tidur. Pertanyaan
mamanya yang sering ditanyakan pada penulis adalah bagaimana saya bisa menjadi
seperti anda bu?. Sehingga saya bisa menjadi mama yang baik untuk putra saya?.
Di sela-sela ngobrol via telepon mamanya pun semapat cerita kalau sering
diprotes oleh putranya “mama jangan berpakaian seperti itu, mama kalau keluar
harus berjilbab, seperti guruku yang selalu bilang wanita harus menutup aurat
dan berjilbab. Cambukan keras bagi saya bu” bilang seperti itu saat komunikasi
dengan penulis.
Setelah komunikasi terjalin baik dengan orang tuanya, perlahan hari demi
hari mamanya berubah menjadi lebih baik, satu persatu pekerjaan pun ia kurangi
untuk meluangkan waktunya untuk putranya, dan Alhamdulillah mamanya punberubah
penampilannya menutup aurat dan berjilbab. Perjalanan dan pengalam berharga
bagi penulis, disadari atau tidak prilaku dan figur seorang guru adalah adalah
panutan bagi anak didiknya. Secara lansung atau tidak lansung mempunyai dampak
kepada anak didik dan lingkungan anak didik tersebut. Bisa merubah karakter
anak didik yang berimbas pada keluarganya mejadi pribadi yang lebih baik sesuai
syari’at islam adalah contoh kecil hasil dari tujuan pendidikan karakter.
Dari pengalam ini, penulis belajar bahwa prestasi anak tidak hanya
didukung oleh pelajaran tambahan, fasilitas yang memadai dll. Akan tetapi,
sejatinya anak ingin diperhatikan, disayang, orang tua, terutama ibu harus bisa
membagi waktu yang berkualitas tentunya dalam hal menjalin komunikasi dan
mendidik anak-anaknya. Hikmah penting dari kasus ini, dalam proses
pembelajaran, anak tidak cukup hanya disuruh belajar, akan tetapi yang membuat
anak berprestasi adalah perhatian dan kasih sayang, serta komunikasi antara
peserta didik, guru dan orang tua turut berperan penting bagi pendidikan.
No comments:
Post a Comment