KAJIAN LINGKUP ASESMEN KOMPETENSI MINIMUM
DAN SURVEI KARAKTER
Selasa 21 Januari 2020, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pada tahun 2020 juga merupakan pelaksanaan UN
untuk terakhir kalinya. Pada tahun
2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen
Kompetensi Minimum dan Survei Karakter terdiri dari kemampuan bernalar
menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika
(numerasi), dan penguatan pendidikan karakter.
Pak Menteri menjelaskan
'literasi' bukan sekadar kemampuan membaca, tapi juga kemampuan menganalisis
suatu bacaan serta kemampuan untuk mengerti atau memahami konsep di balik
tulisan tersebut. Sedangkan 'numerasi' adalah kemampuan menganalisis
menggunakan angka. Dia menekankan 'literasi' dan 'numerasi' bukan mata
pelajaran bahasa atau matematika, melainkan kemampuan murid-murid menggunakan
konsep itu untuk menganalisis sebuah materi.
Terkait survei karakter, beliau
mengatakan selama ini pemerintah hanya memiliki data kognitif dari para siswa
tapi tidak mengetahui kondisi ekosistem di sekolah para siswa. Survei ini akan
menjadi panduan untuk sekolah dan pemerintah. Survei karakter diharapkan jadi
tolok ukur untuk bisa memberikan umpan balik bagi sekolah dalam melakukan
perubahan. Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di
tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru
dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak
digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya (Kemdikbud.go.id) Konsep yang digunakan adalah asesmen yang mengukur kemampuan
minimal yang dibutuhkan para siswi. Materi yang dinilai adalah literasi dan
numerasi.
Literasi adalah istilah umum
yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam
membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat
keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak
bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa. Clay (2001) dan Ferguson
(www.bibliotech.us/pdf/infolit.pdf) menjelaskan bahwa komponen literasi informasi
terdiri 6 komponen. Adapun lebih detal tentang komponennya dijabarkan sebagai
berikut:
1. Literasi
Dini Merupakan kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa
lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh
pengalamannya berliterasi dengan lingkungan sosialnya di rumah. Pengalaman
peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi literasi
dasar.
2. Literasi
Dasar Literasi dasar merupakan suatu kemampuan untuk membaca,
mendengarkan, berbicara, menulis serta juga menghitung. Literasi dasar ini
bertujuan untuk dapat mengoptimalkan serta meningkatkan dalam hal menulis,
membaca, berbicara, menghitung serta juga mendengarkan.
3. Literasi
Perpustakaan Literasi perpustakaan ialah suatu kemampuan lanjutan
untuk dapat mengoptimalkan literasi perpustakaan yang ada. Literasi
perpustakaan ini terdiri dari memberikan pemahaman mengenai cara untuk dapat
membedakan antara cerita non fiksi dan cerita fiksi, memahami penggunaan
katalog serta indeks dan juga memiliki pengetahuan didalam memahami informasi
saat sedang menyelesaikan suatu tulisan, penelitian serta lain sebagainya.
4. Literasi
Visual Literasi visual ialah suatu pemahaman yang lebih antara
literasi media dan juga literasi teknologi yang mengembangkannya dengan cara
memanfaatkan materi visual.
5. Literasi
Media Literasi media merupakan suatu kemampuan
untuk dapat mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda seperti media cetak,
media elektronik dan lain sebagainya dan juga dapat mengerti penggunaan dari
masing-masing media yang ada tersebut.
6. Literasi
Teknologi Literasi teknologi merupakan suatu suatu kemampuan untuk
dapat memahami kelengkapan dalam suatu teknologi seperti contohnya hardware dan
software, memahami juga cara mengakses internet dan juga mengerti etika yang
berlaku dalam penggunaan teknologi.
Sedangkan Numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk
(a) menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan
matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks
kehidupan sehari-hari dan (b) menganalisis informasi yang ditampilkan dalam
berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) lalu menggunakan interpretasi
hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan. Secara
sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan
konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari
(misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan
sebagai warga negara) dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi
kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan
kenyamanan terhadap bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika
secara praktis untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk
pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matematis,
misalnya grafik, bagan, dan tabel.(Tim GLN Kemendikbud, 2007. 3) Adapun prinsip
dasar numerasi adalah 1) Bersifat kontekstual, sesuai dengan kondisi geografis,
sosial budaya,dan sebagainya; 2) Selaras dengan cakupan matematika dalam
Kurikulum 2013; dan 3) Saling bergantung dan memperkaya unsur literasi lainnya.
Literasi Numerasi merupakan bagian dari matematika.
Literasi numerasi bersifat praktis
(digunakan dalam kehidupan sehari-hari), berkaitan dengan kewarganegaraan
(memahami isu-isu dalam komunitas), profesional (dalam pekerjaan), bersifat
rekreasi (misalnya, memahami skor dalam olahraga dan permainan), dan kultural
(sebagai bagian dari pengetahuan mendalam dan kebudayaan manusia madani). Dari
sini kita bisa melihat bahwa cakupan literasi numerasi sangat luas, tidak hanya
di dalam mata pelajaran matematika, tetapi juga beririsan dengan literasi lainnya,
misalnya, literasi kebudayaan dan kewarganegaraan. Adapun Indikator Literasi Numerasi di Sekolah yaitu
: 1) Basis Kelas meliputi : a) Jumlah pelatihan guru matematika dan
nonmatematika; b) Jumlah pembelajaran matematika berbasis permasalahan dan
pembelajaran matematika berbasis proyek; c) Jumlah pembelajaran nonmatematika
yang melibatkan unsur literasi numerasi; d) Nilai matematika peserta didik; dan
e) Nilai matematika dalam PISA/TIMSS/INAP. 2) Basis Budaya Sekolah meliputi :
a) Jumlah dan variasi buku literasi numerasi; b) Frekuensi peminjaman buku
literasi numerasi; c) Jumlah penyajian informasi dalam bentuk presentasi numerasi;
d) Akses situs daring yang berhubungan dengan literasi numerasi; e) Jumlah
kegiatan bulan literasi numerasi; f) Alokasi dana untuk literasi numerasi; g) Adanya
tim literasi sekolah; dan h) Adanya kebijakan sekolah mengenai literasi
numerasi.
Dikutip Dari makalah Penilaian Karakter
Dalam Perspektif Kurikulum 2013 Yang ditulis oleh (Suratno : 2013) Konsep survei karakter, pemikiran
atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai
ranah afektif. Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan
emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria
lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target.
Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan
lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka.
Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang
lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari
perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang
pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila
intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif
berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas,
atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik
afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin
bereaksi terhadap sekolah, matapelajaran ekonomi, situasi sosial, atau
pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan.
Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak
diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas.
Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 (lima) tipe karakteristik domain afektif yang penting, yaitu sikap,
minat, konsep diri, nilai, dan moral.
Pertama Sikap
merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan
sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi
verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang
ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap
adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Kedua Minat,
peengertian minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman
yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman,
dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut
kamus besar bahasa Indonesia minat atau keinginan adalah kecenderungan hati
yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya.
Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas
tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk : a) mengetahui minat peserta
didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam
pembelajaran, b) mengetahui bakat dan minat peserta didik yang
sebenarnya, c) pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, d)
menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas, e) mengelompokkan peserta
didik yang memiliki minat sama, f) acuan dalam menilai kemampuan peserta didik
secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi, g) mengetahui
tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik, h) bahan
pertimbangan menentukan program sekolah, i) meningkatkan motivasi belajar
peserta didik.
Ketiga adalah
Konsep diri (self concept) adalah
evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang
dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah
afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang, tetapi bisa juga
institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan
intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari
rendah sampai tinggi. Konsep diri ini
penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat
bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk
memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri
dapat dilakukan dengan penilaian diri.
Keempat adalah
nilai atau value (bahasa Inggris) atau valere (bahasa Latin) berarti berguna,
mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi
objek kepentingan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga
berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat
negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah
tergantung pada situasi dan nilai yang diacu. Selanjutnya dijelaskan bahwa
manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini
menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan
pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang
bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan
personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
Kelima yaitu
moral, berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang
lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Moral juga
sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan
perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip,
nilai, dan keyakinan seseorang. Ranah afektif lain yang penting adalah : 1) Kejujuran:
peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan
orang lain. 2) Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai,
misalnya moral dan artistik. 3) Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa
semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan. 4) Kebebasan:
peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang
bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
Telah
diketahui, bahwa karakter adalah bagian dari domain afektif. Menurut Anderson
(1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur domain afektif, yaitu
metode observasi (pengamatan) dan metode laporan diri (self report). Penggunaan
metode observasi didasarkan pada asumsi bahwa karakteristik afektif dapat
dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan, reaksi psikologis atau
keduanya; sedangkan metode laporan diri digunakan dengan asumsi bahwa yang
mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Untuk hal ini
memang diperlukan adanya kejujuran dalam mengungkapkan karakteristik afektif
diri sendiri.
Menurut
Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak
yang terdiri atas kognitif, afektif, dan psikomotor, serta karakteristik
lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Oleh sebab itu perilaku
seseorang ditentukan oleh watak dan keadaan lingkungannya. Hasil belajar domain
afektif adalah keterampilan yang dimiliki peserta didik dalam hal pengetahuan
yang dapat dimanfaatkan untuk kebaikan bagi masyarakat.
Penilaian
pada domain afektif termasuk karakter, memerlukan data yang dapat berupa
kuantitatif mau pun kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui pengukuran
atau pengamatan objek domain afektif dan hasilnya berbentuk angka. Sementara
itu data kualitatif seringkali diperoleh melalui pengamatan (observasi).
Perangkat yang dapat digunakan adalah berupa nontes, yakni berupa instrument
yang hasilnya tidak menyatakan salah dan benar. Data kualitatif dapat diperoleh
melalui panduan atau pedoman pengamatan (observasi). Untuk memperoleh hasil
pengukuran karakter maka dapat digunakan instrument minat, instrument sikap,
instrument konsep diri, instrument pengukur nilai dan instrument pengukur
moral.
No comments:
Post a Comment