S
T U D I H A D I T S
(Studi
analisis sanad dan kritik matan hadist al-‘Uraniyyin
riwayat al-Bukhori)
OLEH : ARIFFUDIN
A.
Pendahuluan
Secara global banyak yang mengkritik hadist dan mengambil
kesimpulan yang melenceng dari pernyataan para tokoh muslim tentang hadits, termasuk
di dalamnya hadits yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari. Akan tetapi, kritikannya
tidak meliputi semua aspek, hanya mengeritik sisi sanad (jalur transmisi)
hadits tanpa matan (teks)-nya, begitu juga sebaliknya.
Seperti Dr. Robert
Morey[1] melihat hadits layaknya sebuah buku karangan Nabi
Muhammad, sehingga menyayangkan bahwa dalam hadits tidak ada selayang pandang
dari penulisnya, yaitu Nabi Saw. Morey dalam hadis yang akan dibahas dibawah
ini hanya mengeritik matannya saja, memang dalam hadist ini Nabi menganjurkan
meminum kencing onta kapada golongan Ukl/Uranyyin[2].
Dalam upaya menyudutkan Hadits Morey berusaha
memanipulasi makna dari hadits-hadits yang ingin dibenturkan dengan
sensitifitas masyarakat modern seperti masalah rasial dan hal-hal yang dianggap
jijik. Untuk mendukung pendapatnya tersebut ia mengutarakan sebuah dialog
perihal urin onta yang menurutnya dianjurkan oleh Rasulullah layaknya iklan
Coca Cola. Dengan harapan bahwa sesnsitivitas modern akan menolak hal-hal yang
bersifat menjijikkan, sehingga umat muslim dianggap mengalami dilema untuk
menerima hadits tersebut.
Dalam hal ini, Morey tidak berani menyebutkan matan
(materi) haditsnya, apalagi mengkomparasikan dengan riwayat-riwayat lain yang
mengungkap masalah senada. Kemudian Morey menyatakan hanya mengambil dari kitab
hadits Imam Bukhari saja, tentu saja cara pengkajian hadits semacam ini sangat
parsial dan tidak layak dalam dunia keilmuan Islam.[3]
Dalam ilmu hadits, kritik ditujukan kepada dua aspek,
yaitu: sanad dan matan hadits.[4]
Krtik sanad (naqd sanad/naqd ar-Rijal) diperlukan untuk mengetahui
apakah rawi-rawi itu jujur, taqwa, kuat hapalannya, dan apakah sanad itu
bersambung atau tidak. Sedang kritik matan (naqd al-matan) diperlukan
untuk mengetahui apakah hadits itu mempunyai cacat (illat) atau
janggal (syadz). Dari sini, kemudian timbul istilah ahli hadits “hadza
al-hadîts shahîh al-isnad” (hadits ini shahih sanadnya), dan
“hadza shahîh al-matan” (hadits ini shahih matannya).
Maka kami mencoba memakai kitab Hadits Imam Bukhari
dalam menjawab masalah ini dan mengkomparasikan dengan riwayat dari perawi
lain. Berikut ini kami ketengahkan beberapa hadits yang dikeluarkan oleh Imam
Bukhari menyangkut masalah ini.
B. Analisis Sanad dan Kritik
Matan Hadist al-‘Uronyyin
1.
Hadis al-‘Uranyyin
حَدَّثَنَا
سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ
عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ
عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا
فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ
النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ
فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ
وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ قَالَ أَبُو قِلَابَةَ
فَهَؤُلَاءِ سَرَقُوا وَقَتَلُوا وَكَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ وَحَارَبُوا اللَّهَ
وَرَسُولَهُ )رواه البخارى)
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Sulaiman
bin Harb berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid
dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas bin Malik berkata,
Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak
tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan
mereka untuk mendatangi unta dan meminum air seni dan susunya. Maka mereka pun
berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala
unta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian
berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelang siang.
Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari
telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu
memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata
mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta
minum namun tidak diberi. Abu Qilabah mengatakan, Mereka semua telah mencuri,
membunuh, murtad setelah keimanan dan memerangi Allah dan rasul-Nya. (HR.
Bukhori).
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَهْطًا مِنْ عُكْلٍ أَوْ قَالَ عُرَيْنَةَ وَلَا
أَعْلَمُهُ إِلَّا قَالَ مِنْ عُكْلٍ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَ لَهُمْ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَمَرَهُمْ أَنْ
يَخْرُجُوا فَيَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَشَرِبُوا حَتَّى
إِذَا بَرِئُوا قَتَلُوا الرَّاعِيَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَبَلَغَ ذَلِكَ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غُدْوَةً فَبَعَثَ الطَّلَبَ فِي
إِثْرِهِمْ فَمَا ارْتَفَعَ النَّهَارُ حَتَّى جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ بِهِمْ
فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسَمَرَ أَعْيُنَهُمْ فَأُلْقُوا
بِالْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ قَالَ أَبُو قِلَابَةَ هَؤُلَاءِ
قَوْمٌ سَرَقُوا وَقَتَلُوا وَكَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ وَحَارَبُوا اللَّهَ
وَرَسُولَهُ (رواه البخارى)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Qataibah ibnu Said, telah menceritakan
kepada kami Hammadun dari Ayub dari Abi Qilabah,
dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, “Bahwa sekelompok orang dari `Ukl
atau `Urainah dan aku tidak tahu kecuali dia berkata dari ‘Ukl mendatangi
Madinah namun cuaca Madinah tidak cocok untuk mereka. Nabi shallallahu alaihi
wasallam menyuruh mereka untuk pergi ke kandang unta dan menyuruh mereka untuk
keluar lalu meminum air seninya dan susunya. Lalu mereka meminumnya, (tetapi)
begitu mereka sembuh tiba-tiba mereka mereka membunuh penggembala unta Nabi saw
dan mencuri unta-untanya. Keesokan paginya berita tersebut sampai kepada Nabi
saw dan beliau mengutus beberapa orang untuk menangkap mereka dan mereka
tertangkap di waktu belum siang. Beliau lalu memerintahkan untuk memotong
tangan dan kaki mereka dan mencungkil mata mereka. Mereka dibiarkan di daerah
al-Harrah, ketika mereka meminta air, tidak ada yang memberikan mereka air. Abu
Qilabah berkata, “Mereka adalah kaum yang telah membunuh dan mencuri, kafir
setelah beriman, dan memerangi Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhori).
Dalam
pandangan ulama’ hadist, kedua hadist diatas dinamakan dengan hadist
al-‘Uronyyin yang diambi dari nama golongan atau suku yang terdapat dalam matan
hadist tersebut. Menurut Irena Handono dalam buku Islam Dihujjat, al-Bukhori mengeluarkan
13 hadist dalam masalah ini. Dalam bab zakat 1 hadist, bab jihad wa as sair 1
hadist, bab al-Maghazi 2 hadist, bab tafsir Al-Qur’an 1 hadist, bab wudlu 1
hadist, bab at-Thibb 2 hadist, bab al-Hudud 4 hadist, serta bab ad-dyat 1
hadist.[5]
2.
Analisis Sanad
Menurut bahasa, kata (ﺴﻨﺪ ) / Sanad
mengandung kesamaan arti kata ( ﻄﺮﻴﻖ ) / Thariq yaitu jalan atau sandaran.
Sedangkan menurut istilah hadist, sanad ialah jalan yang menyampaikan kita pada
matan hadist.[6] Adapun kriteria kesahihan
Sanad menurut Muhammad Al-Ghazali adalah:
a.
Setiap perawi dalam sanad suatu hadis haruslah orang
yang dikenal sebagai penghafal yang cerdas, teliti dan benar-benar memahami apa
yang didengarnya. Kemudian setelah ia meriwayatkannya, tepat seperti aslinya.
Pada konteks ini perawi disebut Dhabit.
b.
Disamping kecerdasan yang dimiliki, ia harus mantap
kepribadiannya, bertaqwa kepada Allah, serta menolak dengan tegas segala
pemalsuaan dan penyimpangan. Pada konteks ini disebut Adil.
Selain itu, menurut ulama’ Muhadditsin menambahkan, ketersambungan
sanad mutlak adanya,[7]
dan keterhindaran Syaz (Kejanggalan) dan Illat (Cacat)[8]
sebagai suatu syarat kesahihan sanad Hadist.[9] Setelah dijelaskan mengenai kriteria kesahihan Sanad
hadist, selanjutnya masuk pada analisis Sanad hadist tersebut diatas. Aapaun
Sanadnya adalah Anas r.a.
sebagai rawi pertama, kepada Abu Qilabah. Kemudian, Abu Qilabah sebagai rawi
kedua menyampaikan kepada Ayyub sebagai rawi ketiga menyampaikan kepada Hammad
ibn Zaid, kemudian Hammad ibn Zaid menyaimpaikan kepada Sulaiman ibn Harb,
hingga sampai kepada Al-Bukhari
Berawal dari Anas bin Malik ibn Al-Nadhar ibn Dhamdham ibn Zaid ibn Haram
ibn Jundub ibn Amir ibn Ghanam ibn Addi ibn Al-Najar Al-Anshari. Ia dikenal
dengan sebutan Abu Hamzah, Anas ibn Malik hidup pada tahun 10 sebelum Hijriyah
dan wafat pada tahun 93 H di Basrah (612-912).[10]
Anas bin Malik, hidup dengan Rosululloh sebagai pelayan (khadim) yang
terpercaya. Anas dipersembahkan oleh ibunya Ummu Sulaim pada usia sepuluh
tahun. Kepribadiaanya dikenal dikalangan sahabat adalah ketaqwaannya dan
kewaraan. Hadist-hadist yang diterimanya, selain langsung dari Rosul juga dari
sahabat lainya seperti Abu Bakar, Umar, Ustman, Fatima az-Zahra, Tsabit ibn
Qais, Abdurrahman ibn Auf, Ibn Mas’ud, Ubay ibn Ka’ab, Mu’adz ibn Jabal dan
banyak lagi sahabat lainya.[11]
Sedangkan dari kalangan para Tabi’in yang banyak meriwayatkan hadistnya adalah
Al-hasan Al-Bisyri, Sulaiman At-Tamimi, Abu Qilabah, Ishak ibn Abi Thalhah,
Abdl Aziz ibn Suhaib, Qotadah, Humaid Al-Thawil, Muhammad ibnu Sirin.[12]
Dalam periwayatan Hadist dikalangan para sahabat, ia adalah salah satu dari
para sahabat yang banyak meriwayatkan hadist.
Silsilah sanad yang paling shahih, yang sampai kepadanya adalah malalui
Malik ibn Anas[13] dari Ibn Syihab Al-Zuhri[14].
Sedangkan yang paling lemah melalui Daud ibn Muhabbir dari ayahnya dari Abban
ibn Iyasy.[15] Kemudian diantara tabi’in
yang meriwayatkan hadistnya adalah Abu Qilabah.[16]
Nama
lengkap Qilabah adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli
ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits
dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits. Beliau wafat di
negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.
Abu Qilabah
dari golongan tabi’in, bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia
disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi
yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah
seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang
seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik dalam kitabnya Ats-Tsiqoot
.[17]
Kemudian dalam buku Islam Dihujjat karya Irena Handono, Abu Qilabah menurut beberapa
ahli hadist dinilai tidak kredibel karena dinilai suka menambah-nambah cerita (Katsir
al-Itsal).[18] Akan tetapi, dugaan ini
tidak disertai analisis atau alasan tertulis dibuku tersebut, yang menunjukkan
ketidak kridibelnya Abu Qilabah.
Nama ayyub
dalam periwayatan/sanad hadist ini tidak disebutkan dengan lengkap, akan tetapi
kemungkinan yang dimaksud adalah Ayyub As Sikhtiyani. Ia adalah periwayat dari golongan Tabi’in, dimungkinkan
ia hidup sezaman dengan Abu Qilabah.[19]
Karena Ayyub As Sikhtiyani dalam beberapa
riwayat beberapa kali menerima hadist dari Abu Qilabah. Akan tetapi jika dalam
hadist tersebut yang dimaksud adalah Muhammad bin Ayyub, maka orang ini
kerapkali dituduh meriwayatkan hadist-hadist palsu.[20]
Sedangkan Hammad ibn Zayd, adalah ulama’ hadist dan seorang imam yang
terpandang, dan termasuk juga orang yang tsiqoh.[21]
Ia adalah guru dari Isma’îl
bin Ibrâhîm al-Ju’fî ayah
dari Imam Bukhori, dan hadist diriwayatkan oleh Sulaiman bin Harb.[22]
Sedangkan Qutaibah bin Said[23], adalah guru-guru Bukhori yang tidak bertemu dengan
tabi’in, namun mengambilnya dari tabi’ut ‘tabi’in. Menurut Badri, Qutaibah ibn
Said adalah salah satu ulama’ hadist dari sekian banyak ulama’ hadist yang
dikunjungi oleh imam Bukhori di Balka untuk mendapatkan periwayatan hadist.[24]
Didalam
salah satu pertemuan Qutaibah bin Sa'id mengatakan, "Aku telah duduk
bersama para ahli fikih, ahli zuhud, dan ahli ibadah. Aku belum pernah melihat
semenjak aku bisa berpikir ada seorang manusia yang seperti Muhammad bin
Isma'il. Dia di masanya seperti halnya Umar di kalangan para sahabat.[25]
Yang
dimaksud Qutaibah adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Al-Mughirah ibn
Badibzah (Bukhori), adalah ulama’ hadist yang sangat Masyhur lahir di Bukhara.
Bapaknya Ismail adalah seorang ulama’ hadist dibawah bimbingan Malik ibn Anas,
Hammad ibn Zayd dan Ibn Mubarok. Pada usia 10 tahun Bukhori sudah mempunyai
perhatian pada ilmu Hadist. Ketika beliau pergi ke Bagdad para ulama’ hadist
Bagdad bersepakat mengujinya dalam masalah Hadist, karena beliau dinilai ulama’
muda yang mulai menanjak namanya dikalangan Ulama’ Hadist.[26]
Menurut Al-Dzahabi, untuk memperoleh periwayatan hadist Bukhori melakukan
pengembaraannya keberbagai negeri. Termasuk di Balka, Bukhori menerima hadist
dari beberapa tokoh perawi diantaranya adalah Makki ibn Ibarahim, Yahya ibn
Basyar al-Zahid, Qutaibah, dan beberapa ulama’ lainya.[27]
Dengan beberapa penjelasan tersebut diatas, menunjukkan adanya kesinambungan
sanad pada hadist tersebut diatas. Dari Anas bin Malik, beliau adalah sahabat
Nabi, menurut beberapa sumber hadistnya telah diriwayatkan oleh beberapa perawi
diantaranya adalah Abu Qilabah yang hidup pada masa Tabi’in. Sedangkan Hammad
bin Zaid adalah guru Hadist dari ayah imam Bukhari, kemudian Sulaiman bin Harb dan Qutaibah bin Said
adalah guru yang pernah ditemui imam Bukhori dan diambil hadistnya.
Berangkat
dari penjelasan singkat tentang para sanad dalam hadist tersebut, dapat
dijelaskan dan disimpulkan bahwa kedua hadist tersebut diatas dari segi sanad
tergolong hadist yang shahih. Hal ini didukung dengan pernyataan Mahmud Thahhan
dalam buku Ulumul Hadis, Ia berbendapat bahwa hadist shahih karena beberapa
hal yaitu, Sanadnya bersambung, sebab setiap perawinya telah mendengar dari
gurunya, adapau periwayatan dengan kata “AN” Ayyub[28]
dan Abu Qilabah serta Anas masih tergolong bersambung.[29]
Meskipun dalam menerima hadist tidak menggunakan kata-kata penghubung yang
berkualitas tinggi dan disepakati oleh ulama’, seperti kata Al-Asma’, sebab
dimungkinkan diantara mereka hidup se-zaman dari Anas generasi sahabat dan
diikuti Abu Qilabah serta Ayyub yang termasuk dalam generasi Tabi’in. Kemudian
hammad bin Zaid adalah generasi Tabi’ut tabi’in dilanjutkan Sulaiman ibn Harb
dan Qitaibah ibn Said dimana meraka berdua termasuk sabagian dari Ulama’ hadist
yang pernah didatangi pleh Bukhari.
Akan tetapi sebaliknya, jika merujuk pada nama-nama Abu Qilabah dan Muhammad
ibn Ayyub yang dimaksud dalam hadist tersebut. Dalam beberapa pendapat
disebutkan bahwa mereka berdua (Abu Qilabah dan Muhammad ibn Ayyub) dituduh
pernah melakukan kesalahan. Seperti Abu Qilabah yang suka menambah cerita dan Muhmaad
ibn Ayyub sendiri pernah dituduh meriwayatkan hadist-hadist palsu. Berdasarkan
analisis dan alasan ini, berarti hadist ini masuk dalam kategori Hadist Matruk.[30]
Karena dalam sanad hadist tersebut ada nama-nama perawi yang dituduh melakukan
pernah melakukan kesalahan.
Berdasarkan hasil kajian riwayat dan sejarah para perawi tersebut diatas,
keshahihan sanad dalam hadist ini lebih beralasan. Daripada adanya tuduhan salah
satu dari perawi hadist tersebut pernah malakukan kesalahan, sehingga
mengakibatkan dan menggolongkan hadist ini termasuk dalam kategori hadist
al-Matruk.
3.
Kritik Matan
Menurut bahasa kata Matan berasal dari bahasa Arab ( ﻤﺘﻦ ) artinya punggung jalan (muka jalan), tanah yang tinggi
dan keras.[31] Sedangkan matan menurut ilmu
Hadist adalah penghujung sanad, yakni sabda Nabi Muhammad SAW, yang disebut
sesudah habis disebutkan sanad. Matan adalah isi Hadist, dan matan hadist dibagi
menjadi tiga, yaitu ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad SAW.[32]
Kesahihan matan nampaknya menurut muhadditsin mengalami banyak
perbedaan, hal itu mungkin terjadi karena perbedaan latar belakang, keahlian
alat bantu, persoalan masyarakat yang dihadapi oleh mereka. Akan tetapi, ada
versi kesahihan matan hadist menurut Al-Khatib Al-Bagdadi, suatu hadist dapat
dikatakan Maqbul apabila memenuhi kriteria sebagai berikut;
a.
Tidak bertentangan dengan akal sehat
b.
Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an yang muhkam
c.
Tidak bertentangan dengan hadist mutawattir.
d.
Tidak bertentangan dengan amalan yang menjadi
kesepakatan ulama’ masa lalu.
e.
Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti.
f.
Tidak bertentangan dengan hadist ahad yang kualitas
kesahihannya lebih kuat.
Sedangkan Salah Al-Din Al-Adabi, mempunyai pendapat yang sedarhana dalam
menentukan kriteria matan Sahih, adapun kriterianya sebagai berikut:
a.
Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an.
b.
Tidak bertentangan denagn hadist yang lebih kuat.
c.
Tidak bertentangan dengan akal sehat, indra dan
sejarah.
d.
Susunan pernyataanya menunjukkan ciri-ciri sabda
kenabian.[33]
Dari beberapa indikator tersebut, kalau disimpulkan. Kriteria kesahihan
matan hadist adalah tidak bertentangan dengan hadist mutawattir dan hadist ahad
yang kuat kesahihannya, tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an, sejalan
dengan alur akal sehat dan tidak bertentangan dengan sejarah, kemudian susunan
pernyataan menunjukkan ciri-ciri kenabian.
Setelah memahami krieria kesahihan matan hadist, selanjutnya kritik atas
matan hadist tersebuta diatas, pada 2 matan hadist tersebut diatas tampak jelas
adanya perbedaan lafazd akan tetapi maksud dalam matan tersebut sama. Hadist
tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa hadist yang diriwayatkan oleh
perawi yang Tsiqah pun dapat terjadi perbedaan lafaz matan hadist yang
diriwayatkannya. Perbedaan lafadz hadist yang dapat ditoleran, hanya hadist
yang diriwayatkan oleh periwayat Tsiqah, sedangkan hadist yang diriwayatkan
oleh periwayat yang tidak Tsiqah termasuk hadist yang tidak dapat diltoleran.[34]
Bebagai macam kesahihan sanad menurut para ulama’ hadist, termasuk yang
penulis paparkan tersebut. Seiring dengan itu, banyak pula matan atau isi
hadist yang bertentangan dengan indikator-indikator yang menjadi ukuran kesahihan
matan hadist, termasuk matan hadist tersebut diatas yang sebagian matannya
menyebutkan bahwa Nabi menyuruh minum air kencing onta.
Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan akal sehat, disamping itu juga menurut
penulis betentangan dengan
ayat al-Qur’an. Seperti firman Allah:
Artinya: ..... dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk..... (QS.
Al-‘Araf:157).[35]
Dengan demikian matan kedua hadist tersebut kurang
memenuhi kriteria kesahihan matan hadist, karena dalam matan hadist tersebut
terdapat kalimat yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan ayat Al-Qur’an.
Dimana Nabi menganjurkan kepada golongan Ukl/Urainah untuk meminum air kencing
onta. Karena tidak mungkin Nabi menganjurkan bahkan menyuruh meminum air
kencing onta yang akal kita air kencing adalah sesuatu yang menjijikkan.
Disamping
masalah urin onta yang menjijikkan dalam matan hadist tersebut juga
diriwayatkan tentang hukuman yang diterima oleh para penjarah/perampok
tersebut. Dimana penjarah/perampok tersebut dipotong tangannya, kakinya dan
yang lebih tragis dicungkil kedua matanya kemudian diabiarkan sampai mati.
Memang hal itu sangat kejam dan tidak masuk akal seorang rasul melakukan hal
seperti itu.
Akan tetapi
yang perlu diingat, ketika kejadian itu belum ada ayat al-Qur’an yang mengatur
tentang hudud, kemungkinan aturan hukuman yang dipakai adalah adat masyarakat
Arab pada waktu itu.[36]
Hal ini diperkuat pendapat ahli tafsir dalam kitab Tafsir al-Maraghi, yang mengatakan”dari
peristiwa ini, kemudian turun QS al-Maidah ayat 33 yang mangatur masalah hudud.
Artinya : Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong
tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, (QS.al-Maidah :33).[37]
Dengan adanya
pernyataan bahwa belum turunya ayat al-Qur’an masalah hudud, kemungkinan
peristiwa hukuman itu dapat dimaklumi, kemudian menururt Irena, pada abad 7 keadaaan
dan kondisi aturan hukum yang diterapkan Nabi belum memadai.[38] Akan tetapi yang yang
menjadi persolalan, apakah benar Nabi menyuruh sahabat melakukan atau
menerapakan hukuman sekejam itu.
Kemudian dari matan kedua hadist tersebut terdapat
tambahan perkataan dari perawi, dalam permasalahan seperti ini hadist tergolong
Hadist al-Mudraj[39]
karena pada matan hadistnya terdapat perkataan Abu Qilabah. Akan tetapi hal ini
tidak mengurangi kashahihan matan hadisnya.
Dari beberapa kalimat atau matan hadist tersebut, jika
diukur dari indikator kashahihan matan menururt al-Bagdadi dan al-Adabi, dalam
matan hadist tersebut terdapat pernyataan yang bertentangan dengan al-Qur’an
dan akal sehat. Terutama pada kalimat “rosul menyarankan golongan Ukl/Urainah
untuk meminum urin onta. Jadi menurut kriteria ksahhihan matan hadist ini
dinilai kurang memenuhi kriteria ksahihan matan. Dalam buku Metodologi Penelitian Hadist Nabi yang
dituli oleh Syahudi Ismail, dikategorikan termasuk hadist shahih dari
segi sanad, tetapi dhoif dari segi matan.[40]
C.
Catatan Penutup
Berdasarkan hasil analisis sanad dan kritik matan tentang hadist al-Uranyyin
yang diriwayatkan oleh Bukhari, dapat dipahami bahwa dari segi sanad hadist
tersebut dapat dikatakan sahih. Akan tetapi, ada dua asumsi dalam sanad hadist.
Pertama, hadist tersebut shahih matannya karena ketersambungan atau pernah
hidup se-zaman dianatara para sanadnya. Kedua, dari beberapa pendapat mengenai
salah-satu perawi yang dituduh pernah melakukan kesalahan seperti Abu Qilabah
dan Muhammd ibn Ayyub. Sehingga hadist ini dapat dikategorikan hadist matruk
(yang ditinggalkan).
Kemudian dari segi matan hadist tersebut kurang memenuhi kriteria kesahihan matan
hadist, karena didalam matan hadist tersebut terdapat kalimat yang bertentangan
dengan al-Qur’an dan akal sehat Demikian pemaparan singkat tentang hadist
al-Uranyyin, yang sangat jauh dari sempurna. Sehingga penulis menghasilkan
sebuah kesimpulan yang kurang berkualitas, apalagi pembahasan ini hadist yang
diriwayatkan oleh imam al-Bukhari, sehingga untuk menela’ah kualitas hadistnya
dibutuhkan sebuah pemikiran dan keilmuan yang cukup
Daftar Kepustakaan
Anwar, Moh. Ilmu Mushthalah
Hadits. Surabaya: Al-Ikhlas, 1981.
Azami,
M. M. . Memahami Ilmu Hadist ( Tela’ah Metodologi & Literatur Hadist)
Jakarta: Lentera, 1997.
Bustamin,
M. Isa H. A. Salam. Metodologi Kritik Hadist. Jakarta Raja Grafindo
Persada, 2004.
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta:Proyek Pengadaan Ktab Suci
Al-Qur’an Dep. Agama RI Pelita III, 1982.
Handono, Irena et, al. . Islam Dihujjat (Menjawab Buku the Islamic
Invasion). Kudus: Bima Rodheta, 2004.
Ismail, M. Syahudi. Metodologi Penelitian Hadist Nabi. Jakarta: Bulan
Bintang, 1992.
http://my.opera.com/ERROESYADIE/blog/show.dml/10976421,
di akses tang-gal 15 Oktober 2010.
Khaeruman, Badri. Orientasi Hadist (Studi Kritis Atas Kajian Hadist Konteporer.
Peng. Endang Soetarti, Bandung: Remaja Roesda Karya, 2004.
M. Abdurrahman, Pergeseran Pemikiran Hadist (Ijtihad Al-hakim dalam
Menentukan Status Hadist. Jakarta, Paramadina, 1999.
Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadist. Ed. Achmad Zirzis, Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2008.
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist.
Semarang: Pustaka Rizki Puttra, 2005.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadist. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Thahhan, Mahmud. Ulumul Hadist (Studi Kompleksitas Hadist Nabi). Yogyakarta:
Titian Ilahi Press, 1999.
_ _ _ _ _ _, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadist 2. Jakarta: Bulan
Bintang, 1976.
[1] Robert Morey adalah Direktur ekskutif dari
yayasan penelitian dan pendidikan, yang menkaji topik yang mengkaji topik
tentang pengeruh nilai Budaya dan Nilai Barat dan mengarang beberapa buku
termasuk buku yang berjudul “The Islamic Invation-Confronting the Word’s
Fastest Growing Religion”. Lihat Irena Handono, et, al. , Islam Dihujjat
(Menjawab Buku the Islamic Invasion), (Kudus: Bima Rodheta, 2004), 6.
[2] ‘Uranyyin menurut beberapa riwayat
dalam hadist Bukhori adalah golongan atau suku. Juga dalam sebuah riwayat
dikatakan 8 orang dari Ukl, yang mendatangi Nabi di Madinah. Lihat Irena
Handono, et, al. , Islam Dihujjat (Menjawab Buku the Islamic Invasion), 2004,
282.
[3] Ibid. 279-280.
[4] Bustamin, M. Isa H. A. Salam. Metodologi
Kritik Hadist. (Jakarta Raja Grafindo Persada, 2004), 4.
[5] Irena Handono, et, al. , Islam
Dihujjat (Menjawab Buku the Islamic Invasion), 2004, 279-280.
[6]Bustamin,
M. Isa H. A. Salam. Metodologi Kritik Hadist. (Jakarta Raja Grafindo
Persada, 2004), 5.
[7] Kriteria kesinambungan
sanad, Pertama periwayat hadist harus berkualitas siqat (adil dan dhabit),
Kedua masing-masing periwayat harus
menggunakan kata-kata penghubung yang berkualitas tinggi yang sudah disepakati
ulama’ (al-Sama’) yang menunjukkan adanya pertemuan antara guru dan
murid, kata yang biasanya dipakai untuk cara al-Sama’ antara lain ﺤﺪﺜﻨﺎ, ﺴﻤﻌﺖ,
ﺬﻜﺮﻠﻨﺎ, ﻘﺎﻞﻠﺎ, ﺤﺪﺜﻨﻰ dll. Ketiga adanya indikasi kuat perjumpaan mereka. (Lihat Bustamin
& M. Isa, Metodologi Kritik Hadist, 2004, 55).
[8] Untuk mengetahui Syaz
atau Illat pada sanad hadist diperlukan penelitian yang mendalam,
kemudian hasil penelitian tersebut dibanding-bandingkan Bustamin, M.
Isa H. A. Salam. Metodologi Kritik Hadist, 56.
[10] Munzier Suparta, Ilmu Hadist
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 217.
[11] Ibid. , 217.
[12] Ibid. , 218.
[13] Malik ibn Anas ( 93 H-179 H ), Ia adalah Imam Dar Al-Hijrah
dan seorang faqih pemuka Mazdhab Malikiyah. Beliau mengambiol hadist secara
Qira;ah dari Nafi ibn Nu;aim, Al-Zuhry, Nafi pelayan Ibn Umar dan lain
sebagianya, Lihat, Munzier
Suparta, Ilmu Hadist, 228-229.
[14] Al-Zuhri (50 H-125 H), Ia hidup di zaman
Khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz dan mendapat kepercayaan untuk mengumpulkan
hadist-hadist. Hasil karayanya menurut ulama’ dinilai lebih lengkap.sedangkan
silsilah sanad yang paling tinggi yang sampai kepadanya menurut al-Nasa’i adalah
Ali ibn Al-Husain dari ayahny (Husain) dari kakeknya (Ali), Lihat, Munzier
Suparta, Ilmu Hadist, 226-227.
[16] Lihat, Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist (Semarang: Pustaka Rizki
Puttra, 2005), 258.
[17] Zain,
http://m.cybermq.com
diakses tanggal 21 Oktober 2010.
[18] Irena Handono, et, al. ,
Islam Dihujjat (Menjawab Buku the Islamic Invasion), 2004, 282..
[20] Moh. Anwar, Ilmu
Mushthalah Hadits (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981), 137
[21] Ibid. , 143.
[22] Ibid. , 182.
[23] Qitaibah ibn Sa’id
termasuk periwayat hadist yang dijadikan guru oleh imam al-Tirmidzi. Lihat,
Badri Khaeruman, Orientasi Hadist (Studi Kritis Atas Kajian Hadist
Konteporer), 2004, 231.
[24] Ibid. , 196.
[26] Munzier Suparta, Ilmu Hadist,
2010, 237-238.
[27]Badri Khaeruman, Orientasi Hadist (Studi
Kritis Atas Kajian Hadist Konteporer), Peng. Endang Soetarti (Bandung:
Remaja Roesda Karya, 2004), 196.
[28] Yang dimaksud penulis adalah
Ayyub As Sikhtiyani
[29] Mahmud Thahhan, Ulumul Hadist (Studi
Kompleksitas Hadist Nabi), (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1999), 45.
[30] Al-matruk (yang ditinggalkan)
sedangkan Hadist Matruk adalah hadist yang diriwayatkan oleh seseorang yang
dituduh berdusta (baik tuduhan itu dalam bidang periwayatan hadist atau yang
lainya) atau hadist yang diriwayatkan seseorang yang tertuduh banyak melakukan
kekeliruan atau kelalaian ataupun tertuduh mengerjakan pekerjaan yang maksiat.
Lihat Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah Hadits, 1981, 137.
[32] Ibid. , 59.
[33] Ibid. , 59.
[35] Al-Qur’an: 7, 157.
[36] Irena Handono, et, al. , Islam
Dihujjat (Menjawab Buku the Islamic Invasion), 2004, 284..
[37] Qur’an, 5. , 33.
[38]Lihat, Irena Handono, et, al. , Islam Dihujjat
(Menjawab Buku the Islamic Invasion), 2004, 284..
[39] Hadist al-Mudraj adalah hadist yang
sanad atau matannya bercampur dengan yang lain yang semestinya tidak termasuk
dalam sanat atau matan itu. Lahat Moh. Anwar, Ilmu Mushthalah Hadits,
1981, 143.
[40] Lihat
M. Syahudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadist Nabi. (Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), 150-151.
1 comment:
Good
Post a Comment