PROGRAM
MADIN DAN PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Abdillah Faizun
BAB I
PENDAHULUAN
Di Negara kita
saat ini, masalah peningkatan mutu pendidikan Islam selalu menjadi pembahasan
yang menarik. Dari elemen-elemen yang ada, 1) pendidikan Islam yang
kuantitasnya begitu besar dan tersebar di seluruh penjuru negeri telah begitu
kuat mengakar di dalam hati masyarakat Indonesia yang memang mayoritas muslim,
serta 2) telah terjadi kemerosotan mutu pendidikan, baik di tingkat dasar,
menengah, maupun tingkat pendidikan tinggi. Hal ini berlangsung akibat
penyelenggaraan pendidikan yang lebih menitik beratkan pada aspek kuantitas dan
kurang dibarengi dengan aspek kualitasnya. dan pembelajaran yang fokus
orientasinya bersifat subject matter
oriented dalam arti memahami dan menghafal pelajaran sesuai dengan
kurikulum saja.
Selain itu dunia pendidikan juga
dihadapkan pada berbagai masalah pelik yang apabila tidak diatasi secara tepat,
tidak mustahil dunia pendidikan akan ditinggal oleh zaman. Kesadaran akan
timbulnya dunia pendidikan dalam memecahkan dan merespon berbagi tantangan baru
yang timbul pada setiap zaman adalah suatu hal yang logis dan bahkan suatu
keharusan. Hal yang demikian dapat dimengerti mengingat duinia pendidikan
merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa
depan umat manusia. Kegagalan dunia pendidikan dalam menyiapkan masa depan umat
manusia, adalah merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.
Sebuah keniscayaan bahwa kehadiran
lembaga pendidikan Islam yang berbagai jenis dan jenjang pendidikan itu
sesungguhnya sangat diharapkan oleh berbagai pihak, terutama umat Islam. Bahkan
hal itu terasa sebagai kebutuhan yang sangat mendesak terutama bagi kalangan
muslim kelas menengah ke atas yang secara kuantitatif terus meningkat
belakangan ini. Fenomena social yang sangat menarik ini mestinya dijadikan tema
sentral kalangan pengelola pendidikan Islam dalam melakukan pembaruandan
pengembangannya. Demikian kiranya, dalam makalah ini akan dijelaskan kajian
singkat tentang Program Madin dan Peningkatan Kualitas Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Program Madrasah/Madrasah
Diniyah
Kondisi pendidikan Islam di Indonesia, sebenarnya menghadapi nasib yang
sama, dan secara khusus pendidikan Islam menghadapi berbagai persoalan dan
kesenjangan dalam berbagai aspek yang lebih kompleks, terutama dalam
program-programnya, yaitu: berupa persoalan dikotomi pendidikan, kurikulum,
tujuan, sumber daya, serta manajemen pendidikan Islam. Upaya perbaikannya belum
dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Usaha pembaharuan
dan peningkatan pendidikan Islam sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak
komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar sistem dan lembaga pendidikan Islam
belum dikelola secara professional.[1]
Dalam hal ini, akan penulis bahas secara umum program pembelajaran
Madrasah, yang mungkin bisa kita adopsi untuk program pembelajaran Madrasah
Diniyah. Adapun program Madrasah dalam Pondok Pesantren, menurut Keputusan Direktur
Jendral Kelembagaan Agama Islam No. E/239/2001, adalah:
1.
Kurikulum
a.
Pada dassarnya kurikulum atau
program pembelajaran yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah kurikulum khas
yang telah berleku di Pondik Pesantren yang bersangkutan, ditambah dengan
beberapa mata pelajaran umum yang menjadi satu kesatuan kurikulum yang menjadi
progaram pendidikan Madrasah di Pondik Pesantren.
b.
Mata pelajaran umum yang
diwajibkan untuk diajarakan pada Madarasah Pondok Pesantren ada 3, yaitu:
1)
Bahsa Indonesia
2)
Matematika dan
3)
Ilmu Pengetahuan Alam
c.
Mata pelajaran umum yang menjadi
syarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Pendidikan
Kewarganegaraan, Ilmu pengetahuan Sosial dan Bahasa Inggris atau Arab).
Penyampaiaanya dilakukan melalui penyediaan buku-buku dan perpustakaan dan
sumber belajara laianya atau bimbingan dan penugasan.
d.
Pembelajaran melalui
perpustakaan adalah model pembelajaran mandiri melalui buku-buku paket buku
mpdul yang digunakan dalam program wajib belajar Paket A dan B, seperti yang
dipakai dalam sekolah formal.
e.
Bimbingan dan enugasan
dikoordinasi lansung oleh penanggung jawab program dan dapat digunakan model
tutarial dalam pelaksanaanya dapat melibatkan ustadz dan santri senior.
f.
Bahan-bahan pelajaran yang
digunakan, pada dasarnya sama dengan yang digunakan pada SD/MI untuk jenjang
dasar, sedangkan jenjang lanjutan sama dengan SMP/MTs.
g.
Buku-buku pembelajaran umum,
dapat menggunakan buku-buku pelajaran yang biasa digunakan oleh SD/MI dan
SMP/MTs.[2]
2.
Ketenagaan
Tenaga yang
diperlukan adalah terdiri dari, Penanggung jawab program, tenaga pengajar dan
tenaga pembimbing umum serta perpurtakaan. Bila dilingkungan Madrasah tidak
terdapat tenga pengajar dimaksud, maka pengurus dapat mengupayakan kerjasam dan
menjalin kemitraan dengan pimpinan sekolah/ madarasah atau guru-guru yang
terdapat dilngkungan pesantren. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan dan
profesionalitas guru, diupayakan pihak diikutsertakan dan mengikutsertakan
dalam pelatihan-pelatihan pendidikan guru.[3]
3.
Proses Pembelajaran
Pada dasarnya
proses pembelajaran disesuaikan dengan proses pe,mbelajaran pada umumnya,
dengan prinsip dapat dipahami bahan dan materi pelajaran tersebut oleh para
santri dengan lebih mudan dan cepat. Adapun metode-metode yang biasanya
digunakan adalah:
a.
Wetonan/Bandongan, dimana para
santri mengkelilingi kyai atau guru yang menerangkan pelajaran secara kuliah
(ceramah), santri menyimak kitab/buku masing-masing dan mencatat.
b.
Sorogan, belajar secara
individual, dimana para santri berhadapan lansung dengan seoarang guru dan
terjadi interaksi diantara keduanya.
c.
Halaqoh, sekelompk siswa yang
belajar dobawah bimbingan seorang guru atau belajar bersama disuatu tempat.
d.
Hapalan, metode ini pada umumnya
dipakai untuk menghapal Al-Qur’an dan surat-surat pendek, dan setelah beberapa
hari diujukan ke guru.
Selain metode
diatas, bisa juga mengaplikasikanmetode yang sudah dikenal luas dalam PBM.
Antara lain, ceramah, diskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.[4]
4.
Penilaian Hasil Belajar
Adapun sistem
penilaiaannya melipiti beberapa aspek, diantaranya yaitu: Penilaian Harian,
Ulangan Umum, dan Penilaian Tahap Akhir.[5]
5.
Pembiayaan Program
Pembiayaan
dalam pengekoalaanya dijauh berbeda dengan pendidikan formal swasta pada
umunnya. Kemudian sebagai lembaga yang menyelenggarakan program pembelajaran
dan pendidikan juga berhak menerima bantuaan dan pembinaan dari Pemerintah.[6]
6.
Sarana Pendukung
Untuk mencapai
tujuan pembelajaran perlu mengupayakan adannya sarana pendukung pendidikan,
seperti; tempat pembelajaran yang berstandar serta prpustakaan yang menyediakan
literatur buku-buku penunjang.[7]
7.
Kelompok Kerja
Untuk mendukung
kelancaran program kerja tersebut, perlu adanya kelompok kerja. Dalam
pembentukan kelompok kerja terdapat beberapa unsur, diantaranya; Depertemen
Agama, Depertemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah dan Unsur
Madarasah itu Sendiri. Sebagaimana kelompok kerja tersebut tersusun dalam
struktur organisasi.[8]
Kalau mengutip pendapat Malik Fadjar, yang mengadakan stadi kasus di
(YASMIN) Yayasan Manusia Indonesia. Dimana yayasan ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia indonesia melalui upaya-upaya perbaikan derajat
pendidikan dan kersehatan masyarakat. Dalam kaiatan ini, YASMIN mempunyai
Madarsah sebagai sasaran program-programnya. Adapun salah satu program yang
berkaiatan dengan bidang pendidikan adalah:
Bidang
pendidikan bertanggungjawab melaksanakan kegiatan-kegiatan utama YASMIN,
seperti mendirikan dan mengelolah Madrasah unggulan, pelatihan guru, pemberian
beasiswa bagi siswa yag kurang mampu, tunjangan bagi guru dan karyawan yang
berprestasi, wakaf buku, penerbitan buku, loka karya tentang pendidikan islam
dan lain-laian.[9]
Untuk mencapai maksud-maksud diatas, YASMIN melaksanakan bebagai kegiatan
dibebagai bidang pengajaran termasuk pengembangan kurikulum, metode
pembelajaran, pemberdayaan siswa dan guru termasuk dalam hal finansial,
pengmebangan buku-buku pelajaran, pengadaaan sarana dan pra sarana dan
sebagainya, mncakup antara laian:
- Penerbitan buku pendidikan Islam
- Seminar, diskusi, loka karya prndidikan islam
- Pelatihan profesi guru
- Gerakan wkaf buku
- Pemberian bea siswa bagi siswa yang kurang mampu
- Pemberian tunjangan bagi guru yang berprestasi
- Pemberian tunjangan kesehatan bersubsidi bagi guru dan karyawan
- Pengefektifan pembelajaran.[10]
Oleh karena itu, program Madrasah tersebut kiranya dapat diadopsi untuk
pengembangan program dalam Madrasah Diniyah. Mulai dari kurikulum sebagai salah
satu elemen dasar pendidikan juga memegang peranan penting dan vital dalam ikut
menyukseskan tujuan pendidikan nasional. Sehingga pengembangan kurikulum di
dalam pendidikan Islam mutlak diperlukan. Hal ini tidak lepas dari banyaknya
materi pelajaran yang dibebankan kepada lembaga pendidikan Islam. Sehingga
dalam penyelenggaraannya dituntut adanya kreatifitas dalam pengelolaan (manajemen)
serta guru di Madrasah atau lembaga pendidikan Islam.
B. Peningkatan Kualitas Pendidikan
Islam
Melihat kenyataan bahwa sistem pendidikan di Indonesia saat ini telah
diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas, maka konsekwensinya adalah harus
menjalankan sistem pendidikan berdasarkan undang-undang ini. Dengan berpijak
pada posisi pendidikan (Islam) dalam Sisdiknas yang cukup signifikan,
pengembangan lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan dengan mengembangkan
fungsi gandanya. Selanjutnya pijakan yang dapat dijadikan dasar pengembangan
pendidikan Islam ini adalah kerangka konseptual dari pendidikan Islam itu
sendiri. Sedangkan kerangka konseptual pendidikan Islam ini terletak pada
filosofi dari pendidikan Islam yang bersumber dari Qur’an dan Sunnah serta pembangunan
sistem aplikasinya yang relevan dengan perkembangan dan perubahan zaman.
Kerangka konseptual yang dimaksud di atas adalah konsep penciptaan manusia
sebagaimana terdapat dalam Qur’an dan posisi pendidikan dalam diri manusia
dalam prespektif Islam. Berdasarkan konsep dasar penciptaan manusia tersebut
kemudian dibangun rancangan pengembangan pendidikan Islam yang lurus dan tidak
menyimpang dari konsep dasarnya. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa dalam
mengembangkan pendidikan Islam, manusia dapat belajar dari penciptaan dirinya
sebagaima hal itu juga telah dijelaskan oleh al-Qur’an.
Selain itu, dalam rangka merumuskan kembali konsep pendidikan Islam di
atas, pemetaan hambatan-hambatan yang ada juga peluang-peluang yang dimiliki
sangat diperlukan. Secara umum, hambatan dalam pengembangan pendidikan Islam di
Indonesia dapat dipetakan menjadi empat yaitu, persoalan penduduk, persoalan
wawasan, persoalan dana, dan persoalan pembangunan pendidikan Islam terpadu.
Pemetaan hambatan dan peluang di atas, terdapat tiga paradigma pendidikan
Islam di Indonesia yaitu paradigma formisme, paradigma mekanisme,
dan paradigma organisme. Dalam rangka melakukan pembaharuan yang itu
merupakan langkah untuk mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia dapat
diformulasikan dengan membangun kesamaan langkah dalam dua hal yaitu membangun
kerangka filosofis dan teoritis pendidikan Islam serta membangun sistem
pendidikan Islam yang diproyeksikan.
Selain itu, ada beberapa
faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas
pendidikan Islam, sebagai berikut:
a.
Internal :
Kualitas SDM yang rendah
SDM di sini
lebih terfokus pada kualitas guru (ustaz/ah) yang rendah. Contohnya, banyak
guru yang tidak ber-background dari lulusan sarjana pendidikan agama Islam
(S1/akta 4 mengajar), guru yang mengajar bukan pada spesialisasinya, contohnya,
sarjana hukum Islam mengajar bahasa Arab, dan lain sebagainya.
b.
Eksternal :
Globalisasi, Demokratisasi, dan Liberalisasi Islam.
Dalam rangka
melakukan pembaharuan yang itu merupakan langkah untuk mengembangkan pendidikan
Islam di Indonesia dapat diformulasikan dengan membangun kesamaan langkah dalam
dua hal yaitu membangun kerangka filosofis dan teoritis pendidikan Islam serta
membangun sistem pendidikan Islam yang diproyeksikan.[11]
Pendidikan Islam mempunyai tantangan berat untuk menghadapi era
globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi Islam. Lembaga pendidikan agama
harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan di atas. Misalnya dengan
memperbaiki kualitas SDM dan SDA. SDM menyangkut kualitas guru maupun input
peserta didik, sedangkan SDA menyangkut infrastruktur atau sarana
prasarana, media pendidikan maupun kurikulum yang up to date.
Dalam pengembangan mutu akademik, langkah yang dapat dilakukan adalah
perumusan visi, misi dan tujuan pendidikan, pengembangan materi ajar dan
kurikulum, metodologi pembelajaran yang baru, profesionalitas lembaga
pendidikan dan guru yang dapat dipertanggungjawabkan, pengembangan manajemen,
pengadaan sarana dan prasaran serta pembangunan jaringan kemitraan.
Dalam memacu aktivitas peningkatan kwalitas pendidikan islam, setiap
pengelola pendidikan Islam tidak bisa melepaskan komitmennya dari niat ibadah
kepada Allah. Tuntasnya hal pokok ini sangat menentukan keberhasilan
tahapan pengelolaan selanjutnya. Di samping hal di atas, secara umum, ada
beberapa hal yang mesti diperhatikan setiap pengelola pendidikan Islam untuk
meningkatkan kualitasnya.
Pertama, profesionalisme. Setiap lembaga pendidikan Islam
tidak boleh lagi dikelola sekadarnya. Karena itu, semuanya harus berbenah secara
serius menuju area profesionalisme. Tidak ada lagi orang yang hanya
bermodal “hebat dan berniat baik” latah dan asal-asalan mendirikan lembaga
pendidikan Islam. Segalanya mesti dipikirkan dan dikelola secara profesional.
Pendidikan Islam sangat butuh orang-orang yang dapat menahan diri untuk tidak
membawa masalah luar ke dalam organisasi. Jangan lagi ada orang yang hanya
menjadikan lembaga sebagai kendaraan ambisi pribadinya, mendapatkan kedudukan,
kekayaan atau mendongkrak prestise. Tentu saja, semua tenaga profesional itu
diberi imbalan yang sesuai. Tidak boleh lagi ada yang hanya “digaji” sekadar
untuk ongkos jalan.
Kedua, kemandirian. Ketergantungan yang besar terhadap pihak
tertentu, terutama masalah finansial, membuat pendidikan Islam sulit berkembang.
Apalagi jika harapan satu-satunya sumber finasial itu adalah siswa atau orang
tua. Pengelola harus lebih kreatif dan gigih menyongsong kemandirian finansial.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan menggali lebih serius potensi internal
lembaga atau membangun kerjasama dengan berbagai pihak. Saat ini, sangat banyak
lembaga pendidikan lain yang eksis “hanya” karena bisa bekerjasama dengan orang
atau lembaga donor, nasional dan internasinal, tanpa mengorbankan jatidiri
mereka. Jangan alergi dulu dengan lembaga internasional, apalagi kalau alasan
ini hanya untuk menutupi ketidakmampuan pengelolanya.
Ketiga, menggairahkan studi ke-Islaman. Tidak dapat
dipungkiri bahwa sepinya peminat pendidikan Islam karena adanya anggapan, yang
banyak benarnya, bahwa pendidikan Islam hanya berorientasi akhirat. Mereka
memburu pendidikan umum karena butuh ilmu untuk sukses dalam kehidupan di
dunia, atau dunia akhirat. Para pelajar dan orang tua lebih berminat memasuki
program studi umum karena dianggap lebih menjamin masa depan. Trend ini harus
dihadapi dengan menggairahkan studi Islam. Materi pembelajaran tidak boleh lagi
dibiarkan terus-menerus menjauh dari realitas dunia, tapi harus ada upaya
“pembumian” Orang yang mendalami ilmu-ilmu Islam tidak boleh lagi merasa di
awang-awang, tapi menginjak bumi karena hasil studinya akan dapat dinikmati
dalam kehidupan dunia dan akhirat.[12]
Selain hal tersebut diatas, upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan islam adalah:
1.
Optimalisasi SDM
Di bidang pendidikan dan pengajaran,
upaya optimalisasi sumber daya manusia (SDM) yang dimaksud tentu terarah pada
sosok pribadi masing-masing guru. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar,
setiap guru diharapkan mempunyai komitmen untuk peningkatan profesionalitas
pengajaran. Hal ini bisa direalisasikan jika para guru berkomitmen juga sebagai
juru da’i. Minimal, ada tiga target yang akan lahir dari komitmen seorang da’i:
pertama,
dapat mensucikan niat (motivasi) dan meluhurkan azzam (cita-cita). Niat suci
dan cita-cita luhur akan menjadi rel yang mengarahkan jalannya roda pendidikan
dan pengajaran seorang guru; tujuan jelas, target pasti. Tanpa ketulusan niat
dan cita-cita agung, bisa dibayangkan kerancuan arah pendidikan yang dimaksud.
Kedua, tugas utama seorang da’i adalah mewujudkan
‘izzul Islam wa al-muslimin (kemuliaan Islam dan umat Islam). Seorang guru
dituntut untuk mengaktualisasikan tugas mulia ini di bidang pendidikan dan
pengajaran. Tentunya, pengajaran yang tidak terbatas dalam pembidangan
ilmu-ilmu keagamaan saja, tapi semua aspek pengetahuan menjadi garapan yang
harus dimaksimalkan. Ketiga, prinsip kerja bagi seorang da’i adalah ibadah.
Pekerjaan yang dilandasi niatan ibadah serta-merta akan melahirkan ruh
keikhlasan karena Allah swt; menumbuhkan kesadaran tugas yang mesti
dipertanggungjawabkan bukan saja kepada kepala sekolah, wali siswa dan
masyarakat secara umum, tapi juga kepada Allah swt, kelak di akhirat.
2.
Perkembangan Tiga kompetensi Utama
Selain komitmen guru sebagai da’i,
upaya untuk mengoptimalkan profesionalitas kepengajaran dalam lembaga
pendidikan Islam, kapabilitas guru juga harus mencakup minimal tiga kompetensi
dasar: pertama, semua guru adalah Guru Agama. Sebagai pribadi muslim
dan seorang guru yang mengajar di lembaga pendidikan Islam, sudah sepatutnya
kita memiliki kemampuan menjadi “guru” agama, meskipun membidangai materi
eksaks atau ilmu-ilmu sosial lainnya. Sebagai contoh, adalah lucu jika sang
guru tidak bisa menjawab pertanyaan siswa di luar kelas tentang syarat shalat.
Bukankah sang guru juga melaksanakan shalat? Sejatinya baik murid, apalagi guru
harus terus belajar menjadi muslim sejati.
Kedua, semua guru adalah Guru Bidang
Studi; sebagai tugas profesi harus menguasai konsep dan terampil menyajikan
materi, serta cakap mengevaluasi kadar pemahaman siswa. Dalam hal ini, pihak
sekolah betul-betul menugaskan guru sesuai dengan faknya. Jika ada yang lebih
berkompeten di bidang pengetahuan alam, kenapa harus menugaskan guru yang
berlatar-belakang pengetahuan sosial untuk mengajarkan materi fisika?
Ketiga, semua guru adalah Guru BK; bersedia
menempatkan siswa individu yang sedang tumbuh kembang dan membimbingnya agar
dapat mencapai perkembangan optimal. Kenyataan yang sering terjadi saat ini,
tugas seorang guru hanya mengajar di kelas saja; urusan akhlak, budi pekerti
menjadi hal lain di luar tanggung jawab pengajaran. Padahal, hakekat sebuah
lembaga pendidikan tidak saja menjadikan peserta didik pintar secara
intelektual, tapi juga berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Menjadi tolak
ukur kita sebagai pengajar di lembaga pendidikan Islam, sudah optimalkah usaha
yang kita lakukan dalam rangka meningkatkan kualitas diri sebagai muslim.[13]
Dapat disimpulkan
bahwa sebenarnya “tidak sulit” menciptakan pendidikan Islam yang berkualitas
sepanjang semua unsur terkait mau. Niat ikhlas, mencakup lurus beribadah pada
Allah dan profesional, serta kerja yang benar-benar serius merupakan gerbang ke
sana. Sebagai
cermin, Islam zaman keemasan Islam pernah memiliki universitas-universitas
besar dan sangat modern untuk masanya.
C. Program Madin dan Peningkatan Kualitas
Pendidikan Islam
Agar kualitas pendidikan islam pada Madrasah sesuai dengan apa yang
seharusnya dan yang diharapkan oleh masyarakat, maka diperlukan suatu standar
nasional yang menjadi patokan agar pada gilirannya setiap madrasah secara
bertahap dibina untuk menuju tercapinya standar yang telah ditetapkan.[14]
Kemudian program-program yang selalu diaplikasikan dengan berkesinambungan
antara elemen-elemen yang terlibat didalamnya yang terbentuk dalam suatu kesatuan
yaitu organisasi.
Kemudian suatu sistem pendidikan dapat dikatakan bermutu atau berkualitas,
jika proses belajar mengajar berlangsung secara menarik dan menantang, sehingga
peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan.
Proses pendidikan islam yang bermutu akan membuahkan hasil pendidikan islam
yang bermutu dan relevan dengan pembangunan serta pendidiakan islam yang
berkualitas. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan efisien perlu disusun
dan dilaksanakan program-program pendidikan islam yang mampu membelajarkan
peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan kualitas pendidikan islam yang
optimal, diharapkan akan dicapai keunggulan sumber daya manusia yang dapat
menguasai pengetahuan islam dan umum, keterampilan serta keahlian sesuai dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang.
Untuk mencapai tujuan pendidikan islam yang berkualitas diperlukan
manajemen pendidikan yang dapat memobilisasi segala sumber daya pendidikan.
Manajemen pendidikan itu terkait dengan manajemen peserta didik yang isinya
merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya yang terbentuk dalam sebuah
sistem. Adapun sistem dan model Pendidikan Islam yang sebenarnya menurut Arifin, yaitu:
1.
Sisten adalah suatu keseluruhan
yang terdiri dari kompenen-kompanen yang masing-masing bekerja sendiri dalam
fungsinya yang berkaitan dengan fungsi dalam komponen lainnya secara terpadu
bergerak menuju ke arah satu tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi
komponen-komponen yang bertugas sesuai dengan fungsunya, bekerja sama antara
satu dengan yang lainnya dalam rangkaian sebagai suatu sestem yang mampu secra
terpadubergerak ke arah tujuan dari sistem tersebut.
Maka dari itu,
sistem pendidikan adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan pendidikan yang berkaitan dengan lainya untuk mengusahakan tercapinya
tujuan pendidikan.
2.
Faktor atau unsur yang disistematiskan
adalah proses kegiatan kependidikan dalam mencapai tujuannya. Pendidikan adalah
salah satu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peran yang akan datang.[15]
Akan tetapi fakta-fakta dilapangan ditemukan sistem pengelolaan anak didik
masih menggunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan
kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberi perhatian kepada
pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping
bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan
perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia.
Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat
dugaan tentang kekurangan, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian
mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya.
Adapun untuk ,engatasi persoalan ini lembaga pendidikan islam harus beerupaya
mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan kreatif.[16]
Kemudian merencanakan bentuk kurikulum yang besifat komprehensif sejalan dengan
tuntutan zaman. Sejalan dengan ini, maka tujuan pendidikan islam masih perlu
dirumuskan untuk tuntutan modernitas umat islam.
Dengan adanya kreativitas yang diimplementasikan dalam sistem pembelajaran,
peserta didik nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam
memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan
inovatif pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu
berubah. Di zaman yang sudah modern ini, pendidikan juga masih dianggap sebagai
kekuatan utama dalam komunitas sosial untuk mengimbangi laju berkembangnya ilmu
dan teknologi. Persepsi masyarakat ini kiranya telah mampu memobilisasi kaum
cerdik cendikia untuk selalu merespon secara stimulan terhadap perkembangan dan
sistem pendidikan berikut unsur-unsur yang terkait yang berpotensi positif bagi
keberhasilan pendidikan.
Secara sosiologis pendidikan selain memberikan amunisi memasuki masa depan,
ia juga memiliki hubungan dialektikal dengan tranformasi sosial masyarakat.
Transformasi pendidikan selalu merupakan hasil dari trasformasi sosial
masyrakat, dan begitupun sebaliknya. Berbagai pola dan corak
sistem pendidikan menggambarkan corak dari tradisi dan budaya sosial masyarakat
yang ada. Maka hal yang paling mendasar yang perlu diperhatikan adalah suatu
sistem pendidikan dibangun guna melaksanakan “amanah masyarakat” untuk
menyalurkan angota anggotanya ke posisi-posisi tertentu. Artinya, suatu sistem
pendidikan bagaimanapun harus mampu menjadikan dirinya sebagai mekanisme
alokasi posisional bagi civitas akademika untuk memasuki masa depannya. Banyak
usaha telah dilakukan oleh para pemikir, praktisi dan pelaku pendidikan untuk
mengkonstruksinya sebagai amunisi memasuki masa depan dan menjadikan pendidikan
islam yang berkualitas.
BAB III
KESIMPULAN
Pada
hakekatnya, pendidikan Islam jika dilihat dari latar belakang pendiriannya
adalah pendidikan yang lebih didasarkan
atas niat dan motivasi masyarakat dalam rangka menerapkan nilai-nilai Islam.
Hal tersebut dapat diketahui dari pelaksanaannya selama ini, yakni lebih
ditekankan pada upaya membangun pengetahuan peserta didiknya dalam hal
keagamaan dibandingkan dengan pengetahuan umum lainnya, praktik pendidikan yang demikian, memang
belakangan ini mendapat kritikan tajam dari berbagai pihak.Alasan rasional yang melandasi kritik tersebut adalah
karena model pendidikan demikian kurang merealitas dan hanya menyentuh aspek
tertentu dari kehidupan manusia, tidak menyeluruh.
Akan
tetapi pendidikan Islam telah merubah paradigma tersebut sehingga pendidikan
Islam mempunyai peranan penting dalam membentuk peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berperilaku/akhlak mulia. Sampai saat
ini, perbaikan dan pengembangan program serta peningkatan kualitas yang sangat
urgen dilakukan oleh lembaga pendidikan islam. Akan tetapi jika pembelajaran
Pendidikan Islam masih menggunakan pembelajaran konvensional, apakah mungkin
dapat meningkatkan kualitas Pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum)
Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Assegaf, Abdur Rahman, dkk. Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta:
Suka Press, 2007.
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milennium
Baru. Jakarta:
Logo Wacana Ilmu, 1999.
Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis
(Penyelenggaraan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun diPondok Pesatren
Salafiyah), Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama RI:2001.
Fadjar, A. Malik.
Madrasah dan
Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan, 1999.
Shaleh, Abdur Rahman. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi dan Aksi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004.
Internet:
Meningkatkan Kualitas Lembaga Pendidikan Islam, http://www.mailarchive.com/ikbal_ alamien@yahoogroups com/msg03547.html
[1] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam
Tradisi dan Modernisasi Menuju Milennium Baru, (Jakarta: Logo Wacana Ilmu,
1999), 59.
[2] Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis (Penyelenggaraan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
diPondok Pesatren Salafiyah), (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan
Agama RI:2005), 12-13.
[3]
Ibid. , 13.
[4]
Ibid. , 15-16.
[5]
Ibid. , 17-18.
[6]
Ibid,. ,16-17.
[7]
Ibid. , 20-21.
[8]
Ibid. , 21.
[9] A. Malik, Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas (Bandung: Mizan, 1999), 16-17.
[10]
Ibid. , 23-24.
[11]
Abdur Rahman Assegaf, dkk. Pendidikan Islam
di Indonesia. (Yogyakarta: Suka Press,
2007), 54.
[13]Meningkatkan Kualitas Lembaga Pendidikan Islam, http://www.mailarchive.com/ikbal_alamien@yahoogroups com/msg03547.html
[14]
Abdur Rahman Shaleh, Madrasah dan
Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi dan Aksi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), XIII.
[15]
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam
dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 76.
[16]
Ibid. , 55.
1 comment:
keren banget postingannya! Terimakasih
Post a Comment