Monday, February 16, 2015

STRATEGI PENDIDIKAN KELUARGA

Pendidikan Agama Untuk Anak Dalam Keluarga. 
Adanya hubungan antara pria dan wanita, dan mempunyai anak, sejak itu pula sebenarnya keluarga haruis melaksanakan pendidikan kepada anaknya. Namun tidak sedikit orang tua yang merasa gagal dalam mengarahkan serta mendidik anak-anak mereka, sehingga menjadi anak nakal dan jauh dari Tuhannya. Oleh karena itu pendidikan agama penting ditanamkan pada anak sejak dini, dengan harapan anak akan lebih mengenal Allah.
Dalam pembinaan anak-anak dalam  keluarga, satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu cara penyampaian materi. Menurut Sri Harini, strtategi merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan disamping komponen-komponen lainnya seperti pendidik, anak didik, materi/bahan, tujuan, bentuk dan lain-lain. Dalam dunia pendidikan, metode/cara berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyampaikan materi pendidikan dalam rangka mecapai tujuan yang telah ditetapkan.[1]
Dalam pembinaan anak-anak  Menurut Abdullah Nasih Ulwan, dalam Al-Quran dan Hadis dapat ditemukan berbagai strategi pendidikan yang berpengaruh terhadap anak. Sedangkan strategi yang baik menururt Al-Qur'sn dan Al-Hadits yaitu dengan memberikan :
  1. Strategi keteladanan
Strategi keteladanan menurut Abdullah Nasih Ulwan, menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka sianak akan tumbuh dalam dalam kejujuran, terbentuk dalam akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya jika pendidik adalah seorang pembohong, pengkhianat, orang yang kikir, penakut, dan hina, maka sianak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina.[4]
Abdullah Nasih Ulwan, menyimpulkan bahwa memberikan teladan yang baik-baik-dalam pandangan Islam merupakan strategi pendidikan yang paling membekas pada anak didik. Jadi segala sesuatu yang dilakukan orang tua adalah contoh prilaku yang akan ditiru dan dilakukan anak ketika sudah dewasa nanti. Oleh karena itu kedua orang tua harus memberikan contoh yang baik, sebab anak tidak hanya meniru hal-hal yang baik saja tetapi juga hal-hal yang jelek yang pernah dilihatnya.[7]   

  1. Strategi pembiasaan
Pendidikan kepada anak pra sekolah pada dasarnya lebih diarahkan pada penanaman nilai-nilai moral, pembentukan sikap dan prilaku yang diperlukan agar anak-anak mampu untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Anak-anak usia pra sekolah mempunyai daya tangkap dan potensi sangat besar untuk menerima pengajaran dan pembiasaan dibanding pada usia lainnya.[8]
 Oleh karena itu, orang tua dan para pendidik perlu memusatkan perhatian dan pengajaran anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya, sejak ia memulai memahami realita kehidupan ini

  1. Strategi nasihat
Menurut Abdurrahman An-Nahlawi adalah strategi nasihat dan peringatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara menyentuh kalbu dan menggugah untuk mengamalkannya. Sedang nasihat sendiri sajian bahasan tentang kebenaran dan kebajikan dengan maksud mengajak orang yang dinasihati untuk menjauhkan diri dari bahaya dan membimbingnya kejalan yang bahagia. [11]
Zakiah Darajat mengatakan rasa ingin tahu terhadap sesuatu, yang dapat mengakibatkan mereka kadang-kadang menanyakan tentang Tuhan, neraka, surga, dan sebagainya. Karena sebelum mencapai umur 5 tahun perasaan sianak terhadap Tuhan pada dasarnya negatif.[12]
Sedangkan menurut Abdullah Nasih Ulwan, nasihat dapat membukakan mata anak-anak kepada hakekat sesuatu yang mendorongnya menuju situasi luhur, dan menghiasinya dengan akhlak mulia, dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. [13]
Bertolak dari uraian diatas, jelaslah bahwa orang tua dalam memberikan  nasihat ini harus menggunakan kata-kata yang halus, yang dapat menyentuh perasaan, sehingga anak tergugah untuk mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan juga nasihat ini disampaikan lewat cerita, kisah, atau perumpamaan

[1] Sri Harini, Mendidik Anak Sejak Dini, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2003, hal. 118-119
[2] Abdullah nasih ulwan, Op. cit., hal. 141-142
[3] Sri Harini, Op. cit.,  hal. 120
[4] Abdullah nasih ulwan, Op. cit., hal. 142
[5] Abdurrahman An-Nahlawi, Op. cit., hal. 260
[6] Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 21
[7] Abdullah nasih ulwan, Op. cit., hal. 178
[8] Abdullah nasih ulwan, Ibid, hal. 203
[9] Ahmad Tafsir, Op. Cit., hal. 144
[10] Sri Harini Op. cit., hal. 127
[11] Abdurrahman An-Nahlawi, Op. cit., hal. 289
[12] Zakiah darajad, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1989, hal. 35
[13] Abdullah nasih ulwan, Op. cit., hal. 209
[14] Abdullah nasih ulwan, Ibid, hal. 275
[15] Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, Lentera, Jakarta, 2002, hal. 139