Wednesday, December 5, 2012

MAKALAH HADITS TENTANG AIR SENI PEREMPUAN


S T U D I   H A D I S T
Studi Tentang Hadist Air Seni Perempuan

A.    Pendahuluan
Permasalahan perbedaaan air kencing anak laki-laki dan perempuan ini tidak menjadi isu gender dalam. Namun dalam wacana dan sisi pengungkapannya yang hampir terdapat dalam setiap karya fiqh, baik kelasik maupun modern, cukup sebagai indicator bahwa masalah ini adalah signifikan. Sesuai dengan bidangnya, permasalahan air seni ini terdapat dalam setiap pembukuan kitab-kitab fiqh.
Dalam menjastifikasi hokum atau cara penyelesaian air seni ini, para ulama’ fiqh menggunakan hadist. Ditinjau dari sisi beragamnya kitab-kitab fiqh sementara hadist yang digunakan sama. Diantaranya adalah seperti hadist yang akan penulis paparkan dalam makalah ini berikut analisis sanat dan matan hadist tersebut.
Namun dari sekian banyaknya hadist-hadist tersebut yang menarik adalah hadist riwayah ibn Majjah yang menyebutkan latar belakang alasan peredaan air kencing laki-laki dan perempuan yang belum makan selain susu tersebut. Karena itu, penelitian ini kan difokuskan dalam hadist tersebut.


1
 
 
B.     Sanad dan Matan Hadist
حَدَّثَنَا حَوْثَرَةُ بْنُ مُحَمَّدٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَا حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ أَنْبَأَنَا أَبِي عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي حَرْبِ  بْنِ أَبِي الْأَسْوَدِ الدِّيْلِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيٍّ أَ ان النالنَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي بَوْلِ الرَّضِيعِ يُنْضَحُ وبوْلُ الْغُلَامِ وَيُغْسَلُ بَوْلُ الْجَارِيَةِ الَ أَبُو الْحَسَنِ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُوسَى بْنِمَعْقِلٍحَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ الْمِصْرِيُّ قَالَ سَأَلْتُ الشَّافِعِيَّ عَنْ حَدِيثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ وَيُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَالْمَاءَانِ جَمِيعًا وَاحِدٌ قَالَ لِأَنَّ بَوْلَ الْغُلَامِ مِنْ الْمَاءِ وَالطِّينِ وَبَوْلَ الْجَارِيَةِ مِنْ اللَّحْمِ وَالدَّمِ ثُمَّ قَالَ لِي فَهِمْتَ أَوْ قَالَ لَقِنْتَ قَالَ قُلْتُ لَا قَالَ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمَّا خَلَقَ آدَمَ خُلِقَتْ حَوَّاءُ مِنْ ضِلْعِهِ الْقَصِيرِ فَصَارَ بَوْلُ الْغُلَامِ مِنْ الْمَاءِ وَالطِّينِ وَصَارَ بَوْلُ الْجَارِيَةِ مِنْ اللَّحْمِ وَالدَّمِ قَالَ قَالَ لِي فَهِمْتَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ لِي نَفَعَكَ اللَّهُ بِهِ (رواه ابن ما جه)
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Hautsarah bin Muhammad] dan [Muhammad bin Sa'id bin Yazid bin Ibrahim] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Mu'adz bin Hisyam] berkata, telah memberitakan kepada kami [Bapakku] dari [Qotadah] dari [Abu Harb bin Abul Aswad Ad Dili] dari [Bapaknya] dari [Ali] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda berkenaan dengan kencing anak kecil yang masih menyusu: "Anak laki-laki diperciki sedangkan anak perempuan di cuci." Abu Al Hasan bin Salamah berkata, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Musa bin Ma'qil berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Al Yamani Al Mishri berkata; aku bertanya kepada Imam Asy Syafi'i berkenaan dengan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Pada bayi laki-laki diperciki dan pada bayi perempuan di cuci. Sedang kedua air tersebut adalah satu." Beliau bersabda lagi: "Sebab kencing anak laki-laki dari air dan tanah sedangkan kencing anak perempuan dari daging dan darah." Setelah itu Imam Syafi'i berkata kepadaku; "Engkau paham! ", atau ia mengatakan, "engkau mengerti! " Abu Al Yamani Al Mishri berkata; Aku berkata; "Tidak." Imam Syafi'i berkata; "Ketika Allah menciptakan Adam, Hawa juga dicipta dari tulang rusuknya yang pendek. Maka kencing anak laki-laki dari air dan tanah sedangkan kencing anak perempuan dari daging dan darah." Abu Al Yamani Al Mishri berkata; "Imam Syafi'i berkata kepadaku; "Engkau paham! " Aku menjawab; "Ya, " Imam Syafi'i berkata kepadaku; "Semoga dengannya Allah memberimu manfaat."

1.      Analisis Sanad
Menurut bahasa, kata  (ﺴﻨﺪ ) / Sanad mengandung kesamaan arti kata ( ﻄﺮﻴﻖ ) / Thariq yaitu jalan atau sandaran. Sedangkan menurut istilah hadist, sanad ialah jalan yang menyampaikan kita pada matan hadist. Adapun kriteria kesahihan Sanad menurut Muhammad Al-Ghazali adalah:
a.       Setiap perawi dalam sanad suatu hadis haruslah orang yang dikenal sebagai penghafal yang cerdas, teliti dan benar-benar memahami apa yang didengarnya. Kemudian setelah ia meriwayatkannya, tepat seperti aslinya. Pada konteks ini perawi disebut Dhabit.
b.      Disamping kecerdasan yang dimiliki, ia harus mantap kepribadiannya, bertaqwa kepada Allah, serta menolak dengan tegas segala pemalsuaan dan penyimpangan. Pada konteks ini disebut Adil.
Selain itu, menurut ulama’ Muhadditsin menambahkan, ketersambungan sanad mutlak adanya, dan keterhindaran Syaz (Kejanggalan) dan Illat (Cacat) sebagai suatu syarat kesahihan sanad Hadist. Setelah dijelaskan mengenai kriteria kesahihan Sanad hadist, selanjutnya masuk pada analisis Sanad hadist tersebut diatas.

Dari penelusuran melalu teknologi modern, CD ROM dikrtahui hadist dengan tema diatas disebutkan dalam kutub tis’ah atau juga disebut dalam kitab hadist lainya yang tidak termasuk dalam kutub tis’ah. Namun dari sekian banyaknya hadist-hadist tersebut yang menarik adalah hadist riwayah ibn Majjah yang menyebutkan latar belakang alasan peredaan air kencing laki-laki dan perempuan yang belum makan selain susu tersebut. Karena itu, penelitian ini kan difokuskan dalam hadist tersebut.
Analisis terhadap komponen sanad dilakukan terhadap apa yang sudah lazim berlaku. Dari sekema sanad nampak bahwa hadist tersebut diriwayatkan oleh sembilan perawi yang masing-masing thaboqahnya dari mulai sahabat sampai pada mukharrij hadist tersebut yaitu ibn Majjah, adapun skema sanad pada hadist ini adalah:










SKEMA SANAD HADIST



 
















Dari skema sanad tersebut, dapat dibuat beberapa analisis. Pertama, kualitas perawi dan hubungan antar mereka, dari penelusuran terhadap perawi-perawi hadist riwayat ibn majjahdiketahui bahwa:

a.       Diantara perawi terdapat hubungan murud dan guru, kecuali Muhammad ibn Sa’id bin Yazid. Ia bukan guru dari ibn Majjah
b.      Kualitas perawi rata-rata pada peringkat ke tiga dan ke enam, sehingga bisa dikatakan rendah.
Kedua, instrumen penyampaiaan dan penerimaan hadist, dalam periwqayatan hadist ibn Majjah diatas, terdapat beberapa instrumen yang digunakan oleh para perawi, diantaranya adalah “AN”, “HADDSTANA”, dan AMMBAANA”. Dari ketiga instrumen yang digunakan dua dianataranya adalah instrumen yang berkualitas tingggi yaitu As-Sama’. Sedangkan kata AN, memiliki probabilitas anatara muttasil dan munfasil tergantung pada tiga syarat, yaitu:
a.       Perawinya Adil
b.      Adanya kepastian bertemu antara murid dan guru
c.       Terhindar dari adanya tadlis
Bila tiga syarat itu dipenuhi, maka dapat dipastikan periwayatan itu muttasil.
Dari telaah kulaitas perawi hadist tersebut diatas, meskipun terdapat instrumen AN namun dapat dipastikan bahwa tiga syarat tersebut diatas sudah dipenuhi oleh para perawi ibn Majjah dan bebrapa indikator kesahihan matan yang diungkap oleh penulis diatas. Oleh karena itu dapat dikategorikan dari segi sanad hadist ini sanadnya shahih.


Akan tetapi, selain syarat tersebut diatas, Syazz dan Illat adalah indikator penting yang harus diikutkan dalam manganalisis para perawi hadist. Adapun kriteria atau ukuran Syazz dan Illat adalah:
a.       Hadistnya tidak Gharib
b.      Memiliki Muttabi’ dan Syahid
c.       Kuaitas rawi tidak bertentangan dengan kualitas rawi yang diatasnya.
Dari analisis sanad hadist tersebut diatas diduga, hadist ini selamat dan memenuhi syarat-syarat kesahihan matan sebuah hadist. Meskipun untuk mengetahui Syazz diperlukan penelitian yang lebih mendalam lagi.

2.      Analisis Matan
Menurut bahasa kata Matan berasal dari bahasa Arab ( ﻤﺘﻦ ) artinya punggung jalan (muka jalan), tanah yang tinggi dan keras. Sedangkan matan menurut ilmu Hadist adalah penghujung sanad, yakni sabda Nabi Muhammad SAW, yang disebut sesudah habis disebutkan sanad. Matan adalah isi Hadist, dan matan hadist dibagi menjadi tiga, yaitu ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad SAW.
Kesahihan matan nampaknya menurut muhadditsin mengalami banyak perbedaan, hal itu mungkin terjadi karena perbedaan latar belakang, keahlian alat bantu, persoalan masyarakat yang dihadapi oleh mereka. Akan tetapi, ada versi kesahihan matan hadist menurut Al-Khatib Al-Bagdadi, suatu hadist dapat dikatakan Maqbul apabila memenuhi kriteria sebagai berikut;
a.       Tidak bertentangan dengan akal sehat
b.      Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an yang muhkam
c.       Tidak bertentangan dengan hadist mutawattir.
d.      Tidak bertentangan dengan amalan yang menjadi kesepakatan ulama’ masa lalu.
e.       Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti.
f.       Tidak bertentangan dengan hadist ahad yang kualitas kesahihannya lebih kuat.
Sedangkan Salah Al-Din Al-Adabi, mempunyai pendapat yang sedarhana dalam menentukan kriteria matan Sahih, adapun kriterianya sebagai berikut:
a.       Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an.
b.      Tidak bertentangan denagn hadist yang lebih kuat.
c.       Tidak bertentangan dengan akal sehat, indra dan sejarah.
d.      Susunan pernyataanya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Dari beberapa indikator tersebut, kalau disimpulkan. Kriteria kesahihan matan hadist adalah tidak bertentangan dengan hadist mutawattir dan hadist ahad yang kuat kesahihannya, tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an, sejalan dengan alur akal sehat dan tidak bertentangan dengan sejarah, kemudian susunan pernyataan menunjukkan ciri-ciri kenabian.
Dari analisis terhadap redaksi hadist tersebut, terdapat kaidah yang nampak saling bertentangan. Pilihan terhadap pendapat tersebut akan relevan dengan adanya alasan yang dukemukakan oleh hadist riwayat ibn Majjah yang bertitik tolak pada proses awal kejadian perempuan yang banyak dikeritik oleh para ahli.
Terlepas dari pendapat itu, menarik untuk melakukan uji materi atas redaksi hadist riwayat ibn Majjah seperti yang dipaparkan penulis diatas. Sebagaimana tertera dalam redaksi hadist tersebut, meskipun bukan merupakan bagian matan hadist akan tetapi alasan yang terjadinya perbedaan yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i adalah alasan yang didasarkan pada hadist. Air kecing laki-laki bila mengenai sesuatu disucikan dengan cara memercikkan air terhadapnya, karena laki-laki tercipta dari air dan tanah. Sedangkan air seni perempuan dengan cara membasuhnya karena perempuan tercipta dari daging dan darah. Uraian ini memberikan konsepsi teologis yang menganggap perempuan berasal dari tulang rusuk Adam yang membawa implikasi lebih luas termasuk anatomi dan bialogis.
Hadist ini menurut para ulama’ memang tidak di temukan asbabul wurudnya, sehingga kita tidak bisa mamastikan dalam konteks apa hadist ini muncul. Namun bila yang terakhir ini dipakai tidak menggunakan alasan Syafi’i, maka diperkirakan cara untuk laki-laki itu  ketika musim kering dan kurang air. Tetapi yang diterapkan pada perempuan itu mungkin sebaliknya. Asusmsi ini memang agaknya kurang beralasan, kecuali jika tetsp memaksakan menerima hadist yang dimaksud.
   
C.    Kesimpulan
Paparan singkat terhadap analisis hadist tersebut dari segi sanad hadist ini shahih. Kemudian kajian dan kritik matan atau redaksi hadist ini terdapat beberapa kata yang tidak popoler pada waktu itu. Sehingga secara historis hadist ini dari segi matan patut dipertanyakan. Bila mengamati alasaan yang dikemukakan maka dalil yang dugunakan bertentangan dengan Al-Qur’an. Argumen tidak tepat juga apabila menengok hadist-hadist yang menggunakan kata-kata lebih umum.











Daftar Bacaan:
Anwar, Moh. Ilmu Mushthalah Hadits. Surabaya: Al-Ikhlas, 1981.

Bustamin, M. Isa H. A. Salam. Metodologi Kritik Hadist. Jakarta Raja Grafindo Persada, 2004.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya . Jakarta:Proyek Pengadaan Ktab Suci Al-Qur’an Dep. Agama RI Pelita III, 1982.

Ilyas, Hamim. Dkk. Perempuan Tertindas (Kajian Hadist-Hadist Misagonis”) Yogyakarta: Alsaq Prees, Cet III, 2008.

Ismail, M. Syahudi. Metodologi Penelitian Hadist Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadist. Ed. Achmad Zirzis, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008.

Suparta, Munzier. Ilmu Hadist. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

_ _ _ _ _ _, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadist 2. Jakarta: Bulan Bintang, 1976.